Fitra Yadi

Nama Saya Fitra Yadi Malin Parmato, biasa dipanggil Malin. Sekarang mengajar di Pondok Pesantren Ma'arif As-Saadiyah Batu Nan Limo Koto Tangah Simalanggang keca...

Selengkapnya
Navigasi Web
KISAH DIBALIK MUSIBAH JATUH DI BUKIK POSUAK MAEK BAGIAN II
Bukit Posuak Maek

KISAH DIBALIK MUSIBAH JATUH DI BUKIK POSUAK MAEK BAGIAN II

Waktu berlalu jua namun langkah kaki tidak nak berhenti ingin terus berjalan menghantarkanku hingga ke Pamatang Panjang di punggung bukit yang terletak diantara Lurah Panjang dan Lurah Posuak. Air putih kemasan yang aku bawa tadi sudah habis dua gelas. Aku berfikir “Jika kembali ke jalan awal, sungguh banyak memakan waktu, bila sekarang gagal mencapai bukit Posuak entah kapan lagi saya bisa kembali kesini” bisik hati. Ada motivasi lain yang mendorongku untuk terus mencari jalan lebih keatas, yaitu keinginan untuk bisa melihat View tempat yang direncanakan akan dibangun Embung tempat rekreasi (Embung Singon sekarang) dan janjang Seribu yang kabarnya akan dibangun pada bulan Maret tahun 2017 yang lalu dengan total dana 9 Miliar rupiah. Dan hal ini, akan menjadi bahan bagiaku untuk membawakan acara Talkshow di Radio untuk mempromosikan nagari Maek supaya lebih dikenal dan diminati lagi oleh orang-orang banyak secara luas.Masuk satu sms dari salah seoarang adikku Andrial Putra, ia adalah salah seorang peserta Musabaqah kafilah kecamatan Bukit Barisan asal dari nagari Baruah Gunuang yang ikut dalam cabang MMIQ (Musabaqah Menulis kanduangan Isi al-Qur'an). Kemaren ia sempat aku ajak maraton pagi ke Bukik Posuak namun ia tidak memberi kepastian karena kesibukan musabaqah. Namun pagi itu rupanya ia jadi juga pergi dan mengabarkan bahwa ketika itu ia bersama dua orang kafilah lainnya sedang jalan ke Bukit Posuak. Andrial bertanya dimana posisi keberadaanku ketika itu. Aku menjawab bahwa ketika itu aku sudah berada di punggung bukit, dan menyarankan kepada mereka “bila nanti sudah menemukan sepeda motorku, jalan terus lurus keatas, sedangkan aku sekarang menempuh jalan melompati anak air ke arah sebelah kiri. Jalan yang aku tempuh ini salah, aku kira yang benar itu adalah jalan yang terus lurus ke atas itu. Andrial putra membalas bahwa ia akan mengikuti petunjuk yang aku berikan.Penelusuran aku lanjutkan mengikuti punggung bukit itu hingga menemukan bekas jalan lama zaman dahulunya yang berasal dari arah Lurah Panjang. Aku ikuti terus jalan itu sampai terbentur di tebing bukit batu. Aku merasa jalan yang aman adalah punggung bukit ini lah, di kiri dan kanannya hutan lebat serta jurang yang dalam. Lalu tebing itu aku daki terus menuju ke puncak. Sudah lama rasanya kaki ini berjalan namun lubang Posuak tidak juga bertemu, air putih kemasan gelas yang aku bawa tadi sudah habis semuanya. Ingin rasanya kembali lagi ke belakang, tetapi bayangan Bukit Posuak serasa semakin dekat, enggan juga rasanya untuk kembali ke jalan awal. Dari puncak bukit itu nampak pemandangan luar biasa, nun di seberang sana di arah Gunung Malintang ada hutan perawan yang konon kabarnya di hutan itu orang-orang mencari getah Gaharu. Di sana berdiri bukit batu yang begitu besar, bulat slinder dan kokoh yang dikelilingi oleh perbukitan batu lainnya dengan jurang cukam, entah serasa dimana kita kala itu.Terdengar bunyi handphone di dalam sakuku, ada telpon dari bapak Nato Putra, beliau adalah sahabatku dari Guntuang. Ketika itu bapak Nato Putra mengabarkan bahwa ia sudah berada di lokasi mimbar utama tempat acara penutupan MTQ dan menanyakan keberadaanku. Aku mengabarkan bahwa ketika itu aku masih berada di Bukik Posuak dan akan segera turun ke bawah.Perjalanan aku teruskan hingga habis ke ujung puncak bukit itu, aku tertegun melihat jurang di depanku, perjalanan tidak bisa diteruskan lagi, lalu berhenti di sana. Di ujung itu aku menemukan tempat yang agak lapang ditumbuhi rerumputan dan nyaman, aku berselonjor duduk di sana beristirahat menenangkan diri membaca Surah Alfatihah, Surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas serta ayat Qursi berulang-ulang. Setelah beberapa menit, lalu bangkit berdiri memutar pandangan berkeliling, berzikir memuji ciptaan Allah, sungguh indah mempesona, nampak dari sana nagari Maek di lekuk kuali, nampak pula di seberang sana perbukitan Gunung Malintang Kapur IX. Subhanallah indahnya.Tetapi sayang ketika itu aku tidak membawa kamera untuk mengabadikannya. Bila ketika itu sempat memotretnya, bisa jadi photo-photo itu akan menjadi kekayaan baru view nagari Maek di dunia maya. Di kantongku memang ada HP Android Mito A15, namun kameranya tidak berfungsi dengan baik untuk merekam gambar. Tetapi tidak mengapa, biarlah hal ini untuk dipandang saja memuji ciptaan Allah SWT dimana betapa tidak berharganya kita ketika itu bila dihadapkan kepada pencipta Alam Semesta.Kemudian masuk lagi sms dari Andrial Putra mengabarkan bahwa ia tidak jadi sampai di Posuak dan sedang berjalan kembali ke bawah menuju pemondokan kafilah. "Silahkan Andrial duluan ke bawah" kataku, dan mengabarkan kepadanya bahwa aku sekarang sedang di puncak bukit, sebentar lagi jalan ke bawah.Terlintas dalam pikiran fikiranku bahwa alam ini dihuni oleh makhluk kasar dan juga makhluk halus. Makhluk halus mendiami tempat-tempat yang tidak dihuni manusia. Bisa jadi ketika itu aku sedang berada di perkampungan mereka dan sedang berada di tengah-tengah mereka pula. Lalu aku kembali duduk bersila, mengucapkan "Assalaamu'alaikum ya Ahladdiyar (keselamatan untukmu wahai penduduk kampung ini)" dengan khusuk aku beristighfar memohon ampun kepada Allah, kemudian membaca syahadat beberapa kali, lalu dilanjutkan dengan shalawat kepada Nabi, membaca surah Alfatihah, surah Al-Ikhlas, Surah Al-Falaq, Surah An-Nas, Ayat Qursi dan membaca Subhanallah walhamdulillah walaa ilaaha illallah Allahu Akbar berulang kali. Kemudian berdiri beranjak mau pergi kembali ke bawah.Aku berusaha melihat ke bawah mengira-ngira dimana letaknya Posuak, rupanya lubang Bukit tembus itu tepat berada beberapa puluh meter dibawah kakiku. Dinding batu itu begitu curam tidak mungkin aku turun disitu. Lalu aku berdiri kembali ke belakang hendak kembali pulang. Dari lapangan bola kaki jorong Ronah sudah terdengar bunyi musik gambus memeriahkan suasana menjelang penutupan acara MTQ. Dari layar Handphone terlihat ketika itu sudah menunjukkan pukul 09.00 Wib. Satu jam lagi acara penutupan MTQ akan digelar, aku fikir pendengar radio Total FM 93.1 MHz Tanjung Pati pasti sudah menanti-nantikan pengumuman pemenang, sesiapa juara pemuncak-pemuncaknya.Langkah kaki aku percepat, tetapi rupanya jalan yang aku tempuh itu begitu sulit, mungkin akan memakan waktu lama untuk sampai di bawah agaknya. Daripada menempuh jalur itu lagi, lalu aku memutuskan untuk membuat jalan baru turun ke bawah. Ketika itu aku turuni dinding batu puncak Bukit itu lurus ke bawah, dengan harapan supaya cepat sampai di lokasi acara. Dan rasanya dari sana aku bisa melihat dari jauh jalan umum yang biasa ditempuh orang banyak ketika menuju Bukit Posuak di seberang lembah sana, aku berencana akan melewati jalan itu untuk turun menuju ke jorong Sopan Tanah.Aku agak khawatir bila dibawa orang bunian atau dilarikan Hantu Aru-aru, tidak henti-hentinya mulut ini membaca surat-surat al-Qur’an meruqiyah diri sendiri. Beberapa meter menuruni dinding bukit itu langkah tergesa-gesaku mengejutkan lebah Sayak, serentak lebah itu mengerumuni menyerangku. Ingat kepada Allah, sambil menahan rasa sakit dengan tenang tampa bergerak sama sekali, aku tahan nafas membaca al-Fatihah, Qul yang tiga dan ayat Qursi, beberapa menit kemudian secara perlahan lebah itu kembali ke sarangnya. Staminaku mulai drop terkena sengatan tiga ekor lebah di kepala dan leher. Dengan membaca Al-Fatihah bekas gigitan lebah itu aku usap perlahan-lahan dengan air ludah.Pelan-pelan aku cari tempat yang lebih aman agak ke bawah, lau duduk beristirahat disana, badan semakin lemah, haus, lapar, belum sarapan sejak dari bangun tidur tadi ditambah lagi disengat lebah, hal itu terasa begitu menguras tenaga. Di layar Handphone sudah menunjukkan pukul 09.15 Wib. Kemudian masuk lagi telpon dari bapak Nato Putra menanyakan keberadaanku, dan aku mengatakan bahwa ketika itu aku masih di Bukik Posuak sedang berjalan menuju ke bawah. Handphone aku masukkan lagi ke saku celana.Tidak ada jalan lain selain harus terus membuat jalan baru terus ke bawah, bila naik balik lagi ke atas Lebah Sayak telah menanti, hanya terus berjalan ke bawahlah harapan satu-satunya. Pelan-pelan aku terus menuruni dinding bukit itu berpegang pada pohon-pohon kecil yang tumbuh di lereng batu, mulut tidak berhenti-hentinya berzikir, mebaca Qul yang tiga dan ayat Qursi. Tinggal beberapa meter lagi, dibawah sudah kelihatan seperti ada jalan di sana.Astaghfirullahal 'Adzim, ampunkanlah dosa syirikku ya Allah, demi setelah melihat jalan terbentang beberapa meter lagi di bawah, tinggal sedikit lagi berharap akan sampai di jalan itu, lepaslah Rabithahku ke pada Allah, putuslah tali pegangan batinku seketika itu, aku lepas dari pegangan kepada Dzat yang Maha Kuasa karena berharap kepada selain-Nya. Tiba-tiba tangan dan kaki terasa kram, hingga lepaslah pegangan di dahan pohon itu dan terjatuhlah aku dengan posisi tertelentang dengan punggung terhempas terlebih dahulu disambut dua pangkal pohon sebesar termos air. Masyaallah sakitnya luar biasa, sehingga bernafas terasa begitu sempit.Allahu akbar…….. allahu akbar……….. aku berzikir meringis kesakitan, pinggang dan punggung terasa mau rengkah, kedua paha kram tidak bisa digerakkan, namun tumit dan jari-hari kaki masih bisa diputar-putar. Sekira tiga menitan, aku meringis berzikir membaca Allahu Akbar kemudian beristighfar membaca Astaghfirullahal ‘Azdhim. Disitu aku merasakan pinggang dan punggung begitu sakit luar biasa. Tidak bisa digerakkan untuk duduk apalagi dibawa berdiri. Lalu aku pandangi langit tempat jatuh seraya beristighfar berulang-ulang merasa ngeri terbam dari tebing setinggi 10 meter itu.

Beberapa menit lamanya aku diam tertelentang di tempat jatuh itu. Dada terasa sempit, pinggang serasa patah, punggung ngilu, tidak henti-hentinya mulut berucap zikir, bertakbir mengagungkan Allah Swt. Allahu Akbar.. Allahu Akbar.. Allahu Akbar.. kemudian beristighfar minta ampun pada-Nya. Astaghfirullahal 'adzim... Astaghfirullahal 'adzim... Astaghfirullahal 'adzim...Aku terasa mau pingsan atau mungkin juga rasa mau mati menahan rasa sakit. Dua batang pohon yang tumbuh berdekatan dalam posisi miring di sisi tebing itulah yang menahan pinggang dan punggungkan hingga tidak meluncur jauh ke dalam jurang.Badan belum bisa digerakkan, aku coba mengatur nafas, menenangkan diri dan terus berzikir membaca Astaghfirullahal Adzim minta ampun kepada Allah SWT. Perlahan-lahan aku coba duduk, namun gagal, tidak bisa, terasa begitu sakit dan nyeri di pinggang dan punggung. Dengan posisi tetap tertelentang aku coba geser pinggang dan punggung pelan-pelan ke tanah. Serta-merta nampaklah olehku lurah dalam dibawah pohon yang menyangga tadi. Kontan mulut berucap syukur Alhamdulillah ya Rabb.. untung disambut pohon, kalau tidak mungkin entah berapa puluh meter jatuh ke dalam lurah.

Tidak henti-hentinya aku berucap syukur memuji Allah atas ini semua. Tadinya aku beristighfar berkali-kali karena jatuh 10 meter ke bawah, namun sekarang berubah membaca Alhamdulillah bertanda syukur karena disambut pangkal pohon sehingga tidak jadi sampai jatuh ke dalam lurah.Bersambung ke:KISAH DIBALIK MUSIBAH JATUH DI BUKIK POSUAK MAEK BAGIAN III#35Ditulis oleh: Fitra Yadi, S.PdIDi SarilamakAhad, 08 Februari 2020 M - 13 Rajab 1441 H

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post