Fitria ulfah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Cerita Dibalik Kehilangan Sosok Seorang Ayah

Namaku Fitria anak ke 2 dari 2 bersaudara, aku terlahir dan dibesarkan dari keluarga yang sederhana, Ibuku seorang ibu rumah tangga dan ayahku seorang pegawai negeri sipil, dari sejak aku kecil mereka mendidikku dengan sangat keras, mereka mengajarkan aku berkorban dalam segala hal, berkorban untuk mendapatkan apa yang aku mau, tak jarang ibu dan ayahku sesekali berselisih paham dalam mendidik dan membesarkanku, ibuku yang punya rasa tidak tega lebih besar terhadap anak-anaknya ketimbang ayahku, namun ibu selalu berusaha untuk selalu sejajar dengan ayah dalam menerapkan pola asuh dan didik terhadap kami anak-anaknya.

Dari sejak aku kecil aku lebih dekat dengan ayah ketimbang ibuku, aku gak pernah menangis ketika ibuku pamit pergi untuk sekedar menghadiri rapat kader PKK atau pergi berbelanja ke pasar, namun berbeda dengan ketika ayahku yang pamit untuk pergi tentunya pergi selain pergi ke kantor, aku selalu menangis dan merajuk meminta ayahku agar mengajak aku pergi. Ketika bangun pagi pun yang aku cari bukan ibuku melainkan ayahku, setiap pagi aku selalu minta dimandikan dan disuapi oleh ayahku sebelum ayah pergi ke kantor, rutinitas pagi seperti ini berlangsung sampai aku duduk dibangku kelas 3 SD.

Aku selalu meminta buah tangan kepada ayahku setiap kali ayahku pergi kemana pun, ntah itu pergi ke kantor atau pergi keluar selain kantor, buah tangan yang aku minta setiap ayahku pergi tidak pernah berubah antara buah peer, yakult atau coklat silver queen, setiap ayah pulang selalu ku sambut dengan senyum bahagia tentunya sambil ku buka buah tangan apa yang ayah belikan buatku, bahagiaku sangat sederhana ketika itu melihat ayahku pulang dengan membawa buah tangan saja sudah sangat membuat aku sangat bahagia.

Namun semua berubah ketika ayahku pergi untuk selama-lamanya, masih teringat jelas ketika ayahku pamit untuk pergi menjenguk nenekku di kampung halamannya di Ciamis, ketika itu ayahku hanya pamit untuk pergi 2 hari di hari Sabtu dan Minggu, namun di Minggu sore tiba-tiba ibu dapat telepon dari kakak ayahku yang mengabarkan bahwa ayah kecelakaan, sontak aku kaget dan menangis ketika mendengar kabar itu, aku dan ibu segera bergegas pergi untuk menjenguk ayah yang sudah dibawa ke rumah sakit umum Tasikmalaya, kondisi ayah saat itu lukanya cukup parah kakinya patah dan harus di amputasi karena tetanus. Kata dokter di rumah sakit yang menemani ayahku saat itu lukanya ayah belum bersih namun sudah dijahit oleh dokter yang menangani ayah pertama kali, harusnya sebelum dijahit lukanya dibersihkan terlebih dahulu jika sudah benar-benar bersih barulah dijahit.

Sontak aku histeris mendengar penjelasan itu, namun ayahku sudah ikhlas jika pun kakinya harus di amputasi, tapi dokter menyarankan agar luka ayahku membaik terlebih dahulu sebelum dilakukan amputasi, aku yang masih harus sekolah tidak bisa full menunggu ayah di rumah sakit, sesekali aku pulang ke Cianjur untuk sekolah, namun dihari itu tepatnya tanggal 28 Oktober 1997 tepat 24 hari setelah kejadian ayahku kecelakaan ibuku mendapat kabar bahwa ayahku sudah berpulang kepangkuan yang maha kuasa, aku yang sedang bersekolah dijemput oleh kakakku ke sekolah tanpa dikasih tau kalau ayah sudah tidak ada, namun kakakku bilang kita pulang sekarang kita harus menjenguk ayah di rumah sakit.

Sesampainya di rumah kulihat banyak keluarga dari ibu yang datang, mereka menangis ketika datang dan memeluk ibu serta aku dan kakakku, mereka bilang yang sabar semua sudah jalannya mungkin ini yang terbaik, aku yang belum paham dengan keadaan hanya bisa ikut menangis tanpa tahu apa yang sedang mereka tangisi, kemudian aku, ibu, kakak dan pamanku bergegas pergi ke Ciamis untuk menjenguk ayahku. Ya saat itu mereka bilang menjenguk namun ternyata bukan menjenguk ayah yang sakit tapi menjenguk pusaran ayahku lebih tepatnya.

Aku berangkat maghrib dari Cianjur karena pada saat itu kendaraan umum belum sebanyak dan semudah seperti sekarang, sampai di Ciamis dini hari dan aku terpaksa harus menunggu pagi menjelang untuk bisa sampai di rumah nenekku, aku yang mulai binggung dengan keadaan, mulai bertanya kepada ibuku dimana ayah berada? kenapa bukan ke rumah sakit kita datang tapi malah kerumah kakak dari ayahku? namun ibu hanya bisa menjawab ayah sudah pulang ke rumah nenek sambil memenangis.

Sesampainya di rumah nenek dipagi hari sontak aku semakin binggung dengan sikap dari semua orang yang ada di rumah nenekku, mereka satu persatu memelukku sambil menangis, tanpa ada kata-kata yang terucap dari mereka hanya ada air mata yang mewakili semuanya. Kemudian aku, ibu, kakak dan pamanku di ajak ke makam keluarga yang disana juga ayah aku saat ini tinggal, sesampainya di makam aku yang sudah bisa membaca kemudian membaca tulisan dibatu nisan yang tanahnya masih merah, ya jelas disana tertulis nama ayahku, tanggal lahir dan tanggal wafatnya beliau, histeris aku menagis sejadi-jadinya disana, ternyata ayahku sudah tiada. Aku kehilangan sosok seorang ayah yang selalu memberikan kehangatan dan kasih sayangnya dengan tulus buat aku dan kakakku.

Dunia seakan gelap gulita saat itu aku merasa kehilangan arah tujuan hidup, harapan aku musnah disana mengingat masih banyak cita-cita dan rencana yang belum bisa aku dan ayah realisasikan namun kini ayahku sudah lebih dahulu pergi meninggalkan aku untuk selama-lamanya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap ulasannya keren

26 Sep
Balas

Terima kasih...

26 Sep



search

New Post