Fitri Hariana

Penulis adalah Alumni Pelatihan SAGUSABU 2 Medan. Penulis, Fitri Hariana, Lahir di Medan, 13 Agustus 1980. Ibu dari 3 orang anak. Alumni SMA Negeri 10 (sekara...

Selengkapnya
Navigasi Web

Lembing Tak Diundang

Malam Jum'at yang lalu, tanggal 12 September 2019 bertepatan pula dengan tanggal 12 Muharram 1441 H. Saya sedang asyik menemani anak belajar. Tiba-tiba kami kedatangan banyak tamu tak diundang. Sosok-sosok berwarna hitam pekat, kecil, bersungut, sangar, berkaki enam dan berbau tak sedap. Mereka berkeliaran, terbang rendah, melompat-lompat, sampai akhirnya merayap pelan di lantai menggerakkan ketiga pasang podanya. Ada pula yang tak tahu diri, langsung hinggap dan menempel di kulit, buku pelajaran, atau di rambut kepala juga leher. Aroma tak sedap langsung tercium dari tubuhnya. Bukan hanya baunya yang busuk, bersentuhan dengannya pun kerap menimbulkan masalah. Kulit bisa gatal-gatal, bahkan tak jarang bagi orang yang alergi, gigitannya bisa menyebabkan luka seperti melepuh dengan kulit kemerahan seperti terkena percikan api. Bila kita tak sengaja menginjaknya, akan meninggalkan bekas di kulit kaki, berupa tembong kecil berwarna merah tua kecoklatan seperti darah kering. Bekas itu baru akan hilang setelah beberapa hari. Sayangnya, mereka juteru kadang banyak masuk, lalu bersembunyi masuk ke dalam sepatu dan sandal yang tersusun di rak.

Saya heran, padahal pintu tertutup, darimana mereka masuk? Segera saya cek jendela. Wah, pantasan saja, jendela belum ditutup sedari maghrib. Sementara saat itu sudah lewat Isya. Jam sudah menunjukkan pukul 21.30 Wib. Tak ingin membiarkan mereka masuk lebih banyak lewat jendela, saya akhirnya menutup jendela. Namun, beberapa yang sudah berhasil masuk ke ruangan tetap harus dikeluarkan. Sangat mengganggu. Saya berusaha menghalau mereka yang sudah keburu memasuki ruang tamu dengan sapu ijuk.Kemudian membuka pintu ruang tamu yang merupakan akses menuju teras. Tak disangka tak diduga, begitu membuka pintu, yang datang malah rombongan bergerombol. Tak hanya berjumlah puluhan, bahkan bisa ratusan atau ribuan.

Hampir seluruh permukaan lantai teras rumah sudah tebal terselimuti oleh mereka. Tinggi tumpukan tubuh-tubuh yang bergelimpangan itu hampir mencapai 1 sentimeter. Tak ayal, teras rumah terlihat seolah sedang digelari permadani hitam tebal. Sedikit bergidik melihatnya, karena sebagian mereka masih ada yang bernyawa. Bergerak-gerak pelan, merayapi tubuh-tubuh temannya yang telah menjadi bangkai.

Sementara dari atas, masih terus berjatuhan. Mata saya mengikuti dari mana arah jatuhnya. Oh, ternyata dari sekitar lampu neon yang terpasang di kanopi teras rumah. Juga dari lampu penerang jalan, yang kebetulan tiangnya terpasang di dalam pagar teras kami. Patutlah, rumah kami ramai. Mereka berbondong-bondong masuk tanpa permisi, tanpa salam. Ternyata, sebabnya adalah banyak lampu yang bersinar terang. Cahaya lampu-lampu itu menarik perhatian mereka, dan meranggsang mereka untuk mendekat. Meskipun, setelah mereka mendekat, tak lama kemudian mereka akan bergelimpangan dan mati.

Siapakah mereka? Mereka adalah Lembing Hitam. Lembing hitam dikenal sebagai Lembing batu atau The rice black Bug dengan nama latin Scotinophara coarctata. Hama ini tergolong jenis Kepik, tetapi jenis ini sangat berbahaya diantara jenis lainnya karena tubunya mengeluarkan cairan racun yang bisa menimbulkan rasa panas seperti terbakar api.

Habitat lembing biasanya di areal persawahan, Karena lembing merupakan hama tanaman padi. Lembing batu biasanya menyerang tanaman padi dengan cara menghisap cairan batang padi yang menyebabkan tanaman padi kerdil dan menguning sebelum waktunya. Artinya, padi seharusnya belum bisa dipanen, namun karena diserang oleh lembing, mau tidak mau petani jadi harus memanen lebih awal. Bila dibiarkan tidak dipanen, tanaman padi akan mati karena gosong setelah 3 sampai 5 hari setelah serangan tadi. Dan akan menurunkan jumlah berat padi yang dipanen, karena banyak padi yang rontok atau kosong.

Ketika padi dipanen, maka lembing hitam akan kehilangan habitatnya. Kondisi terusir ini menyebabkan mereka bermigrasi ke pemukiman warga. Dan anehnya, kehadiran mereka hanya terjadi pada saat pertengahan bulan Jawa atau bulan hijriah. Karena pada pertengahan bulan, purnama muncul dan bersinar benderang, menarik perhatian lembing untuk keluar dari habitat asalnya. Ketika mereka bermigrasi, pantulan cahaya yang lebih dekat dan lebih terang dari lampu-lampu penerang jalan dan rumah, membelokkan mereka. Sehingga akhirnya, lembing-lembing hitam tadi bergerombol menyerbu cahaya lampu. Setelah lewat purnama, biasanya lembing-lembing pun menghilang, atau kalaupun ada masih tersisa sedikit.

Pantas saja, malam Jum’at itu terjadi hujan lembing. Ternyata memang tanggal bulan menunjukkan tanggal 12 menjelang 13. Keesokan harinya, setelah bangkai lembing disapu atau hilang terbawa angin, teras rumah dan jalanan beraspal akan memunculkan bekas berminyak.

Lembing berkembang biak dengan cara bertelur. Seekor lembing hitam betina bisa menghasilkan 200-300 telur . wah, patutlah bila telur-telur itu menetas jumlah lembing akan sangat banyak. Lembing hidup pada bagian batang padi yang paling bawah, agar tertutup dari teriknya sengatan sinar matahari musim panas, juga terlindungi dari pemangsanya. Selain itu, cairan batang padi merupakan makanan bagi lembing. Bila malam hari, lembing akan keluar dari batang padi, meninggalkan areal persawahan yang cenderung gelap menuju tempat terang yang memiliki cahaya lampu.

Maka, salah satu cara yang efektif untuk menghalau lembing adalah dengan mematikan lampu-lampu penerangan.( Fitri Hariana).

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

pahmi karakter makhluk hidup! Ok bun.

15 Sep
Balas

Terimakasih Pak Susanto.

15 Sep

Tulisan yang sarat informatif. Aroma yang dikeluarkan lembing, sungguh tidak mengenakkan. Jazakillah khoir untuk ilmunya, Bunda. Mematikan lampu sebagai sumber cahaya, agar tidak diserbu olehnya. Lagipula, jadi hemat listrik, ya...Bund. Mantaaffff. Salam sehat, bahagia, dan sukses selalu. Barakallah, Bunda Fitri.

15 Sep
Balas

Terimakasih banyak sudah membaca tulisan saya bunda Raihana, aamiiin.Doa yang sama juga untuk bunda.

15 Sep

Bagus ceritanya..bunda.. Pembelajaran ada di dalamnya Keren....

15 Sep
Balas

Justeru saya sedang belajar memahami fenomena alam bunda. Ternyata dengan sedikit rasa kritis dan rasa ingin tahu yang muncul, kita malah menyelidiki, dan bisa tahu jawabannya.

15 Sep

Tulisan yang informatif.

15 Sep
Balas

Makasih Pak Abdul Latif, sedang belajar menulis.Ternyata ide tulisan memang bisa darimana saja, bahkan yang awalnya tidak terpikirkan pun bisa jadi tulisan

15 Sep

Apa hidupnya memang lebih suka bergerombol ya Bunda?

04 Jul
Balas

Kenapa lembing keluar nya sebulan sekali pas bulan purnama dan setiap tgl 13 14 15 kalender bulan jawa

07 May
Balas

Apakah masih sering muncul seperti ini?

11 Jul
Balas



search

New Post