Fitri Hariana

Penulis adalah Alumni Pelatihan SAGUSABU 2 Medan. Penulis, Fitri Hariana, Lahir di Medan, 13 Agustus 1980. Ibu dari 3 orang anak. Alumni SMA Negeri 10 (sekara...

Selengkapnya
Navigasi Web
Mengurai Halimun ( Part-4)

Mengurai Halimun ( Part-4)

#TantanganGurusiana

#TantanganHariKe-174

Mengurai Halimun ( Part-4)

Oleh : Fitri Hariana

Hegar melangkah keluar dari mushola. Menyusuri jalan desa yang masih sepi di awal pagi. Sesekali Hegar berpapasan dengan beberapa penduduk yang akan ke pasar. Mengangkut aneka sayur mayur hasil panen kebun untuk dijual di pasar.

" Pagi Pak Guru Hegar. Baru dari mushola ya Pak Guru?" Sapa seorang bapak paruh baya mengendari sepeda onthel. Di boncengan sepedanya terdapat keranjang bambu yang berisi ikatan kangkung, bayam, kacang panjang, terung, cabai dan tomat. Dingin udara pagi yang menelusup pori-pori wajah tidak menghentikan semangatnya menyambut pagi yang baru.

" Pagi Pak Min, iya nih baru bubar sholat Subuh. Mau ke pasar Pak?" jawab Hegar ramah.

" Wah..iya ini...sudah hampir kesiangan. Biasanya saya berangkat jam 3 pagi dan sholat Subuh di mushola Pasar. Ini kesiangan. Tadi gak sempat jamaah ke mushola. Sholat sendiri di rumah. Lantas berangkat," jawab Pak Min lelaki bersahaja namun wajahnya selalu tersenyum ceria dan bahagia. Wajahnya memancarkan ketenangan dan kedamaian hati. Seperti wajah kebanyakan warga Desa Halimun. Wajah yang polos, jujur dan apa adamya. Tidak ada sandiwara apapun yang mereka tampilkan. Wajah mereka polos tanpa topeng kepalsuan. Ini juga yang membuat Hegar merasa dekat dari hati ke hati. Hegar merasa mempunyai ikatan bathin dan kekeluargaan dengan setiap warga desa Halimun.

" Oh ya Pak. Hati-hati di jalan. Semoga laris. Berkah hasil panennya ya."

Semburat warna jingga mulai berpendar di batas cakrawala ufuk langit timur. Menandakan sebentar lagi mentari pagi akan terbit. Embun pagi menempel di tepian ujung daun. Menemani langkah Hegar sebelum cahaya merebak benderang mengusir gelap. Jarak mushola ke rumah yang sudah Hegar tempati selama.5 tahun sekitar 100 meter. Bisa dibilang itu rumah dinas. Dari Mushola menuju rumah, berjejer balai desa, kantor kepala desa, bangunan PAUD/TK Desa, puskesmas, rumah dinas dokter, yang bersebelahan dengan rumah dinas Hegar. Rumah dinas ini dibangun dari dana APBD desa dan kecamatan untuk tenaga medis dan guru atau yang lainnya.

Rumah dinas Hegar bersebelahan dengan rumah dinas dokter puskesmas. Hegar menikmati menjadi tetangga dokter yang bertugas sebelumnya di puskesmas. Membuat Hegar menjadi dekat dengan mereka. Terkakhir dengan dokter Angga yang menempati rumah dinas di sebelah rumah Hegar. Dokter Angga bersama istri dan anaknya yang masih balita. Hegar dan dokter Angga bahkan sering bermain catur bila malam hari tidak ada pasien atau pekerjaan lain.

Berakhirnya masa túgas dokter Angga di puskesmas tersebut 6 bulan yang lalu, membuat Hegar sedikit kesepian. Biasanya pagi hari Hegar sudah mendengar celoteh Rafa, jagoan kecil dokter Angga yang setiap pagi sehabis Subuh selalu mengetuk-ngetuk.pintu rumah Hegar dengan mobil mainannya. Sembari berteriak kecil,

" Om Egar..om Egar..buta'in pintuna. Rafa mau itut tatih matan ayam sama itan lele om Egar," ucapan cedal dari mulut mungil Rafa membuat Egar tersenyum.

" Aih..Rafa comelnya. Pagi-pagi udah datang. Rafa mau ikut kasih makan ayam sama ikan lele peliharaan om Egar ya? Yuk...ke belakang," jawab Hegar sembari membopong Rafa ke pundaknya.

Dokter Angga sudah hafal kebiasaan putra kecilnya dan Hegar. Biasanya pagi hari selepas Subuh, Hegar memang punya kebiasaan memberi makan hewan-hewan peliharaannnya. Seperti ayam, bebek dan ikan lele. 30 menit sebelum Hegar berganti baju mengenakan pakaian mengajar dan berangkat tugas.

" Da..daa..om Egar. Hati-hati di jalan ya. Jadi bapak guru yang baik ya. Jangan galak-galak sama muridnya ya Om Egar," ucap Rafa setiap melepas kepergiam Hegar.

Hegar tersenyum mengingat kenangannya betsama Rafa kecil. Ada rindu yang membuncah.

"Sedang apa anak keci itu sekarang ya?" Batin Hegar.

Ah..sungguh 6 bulan ditinggal oleh keluarga dokter Angga membuat Hegar sedikit kesepian. Semoga saja dokter yang baru ditugaskanbersama.anak dan istrinya juga. Hegar jadi punya tetangga berbincang sebelah rumah.

Hegar hampir sampai rumah. Langkahnya menapaki jalan di depan rumah dinas dokter. Hegar melihat lampu ruang tamu yang menyala terpancar keluar melalui lubang angin di atas.jendela kaca.

Ah ya...ini memang masih pukul 5 pagi lewat sedikit. Pantas saja jendela rumah belum dibuka. Sebentar lagi pasti.dibuka. Hegar memang belum tahu dan belum pernah berjumpa langsung dengan dokter pengganti dokter Angga. Seminggu ini memang dia tidak ada di desa Halimun. Pulang sebentar ke kota menjenguk orangtuanya. Dan baru kembali tadi malam menjelang maghrib. Seleaai menunaikan sholat magjrib dan isya di mushola, ia merasa lelah dan mengantuk sekali hingga tidak sempat berbincang-bincang dangan Pak ustadz dan beberapa jama'ah di mushola.

Bersambung.

Lubuk Pakam, 6 Juli 2020.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

he..he., RAFA malah yang mengingatkan HEGAR untuk menjadi guru yg baik...keren..lanjut bu

07 Jul
Balas

Hihihi biasa Pak..anak kecil kan masih polos pemikirannya hihihi

08 Jul

Keren ibu cantik.. Salam

06 Jul
Balas

Terimakasih bun

06 Jul



search

New Post