Fitri Nefrita

Fitri Nefrita lahir di sebuah desa kecil di Kabupaten Lima Puluh Kota, pada tanggal 21 Oktober 1973. Lulusan Fakultas. Syariah IAIN "IB" Padang. Ibu dari dua or...

Selengkapnya
Navigasi Web

RINDU BAPAK

RINDU BAPAK

Vina tidak tahu bagaimana perasaannya ketika keluar dari ruangan pimpinan sekaligus pemilik swalayan tersebut. Perasaan lega dan syukur yang luar biasa karena ibunya bisa operasi malam ini. Perasaan takut dan cemas juga menghantui dengan keputusannya menerima persyaratan Si Boss.

Dengan langkah tergesa dia menuruni tangga. Sampai di lantai bawah dia berpapasan dengan Karyawati yang mengantarnya tadi. Karyawati itu meliatnya heran.

“Bagaimana urusannya, lancar Mbak?”.

Vina hanya meliat sekilas, dan menjawab. “Sudak Buk, Saya permisi”

Vina segera meninggalkan tempat itu.

Sampai di luar swalayan Vina menungu angkot untuk segera ke rumah sakit. Tak sabar Vina menunggu angkot terlalu lama. Ingin rasanya Vina berlari saja karena angkot belum kunjung datang.

Sementara dari lantai atas swalayan seseorang sedang mengintip dari jendela.

“Bagaimana kalau dia seorang penipu?” tanya Fari pada dirinya sendiri.

“Berarti uangmu hilang tiga puluh lima juta”. Diapun mejawab sendiri.

“Bagaimana juga jika ibunya benar-benar sakit?”.

“itu artinya dia perempuan baik. Mau menggadaikan dirinya untuk pengobatan ibunya dan biaya adiknya”.

“Ok Fahri, berari kamu berspekulasi dengan nasibmu hari ini”. Katanya lagi sambil tersenyum seakan mengejek dirinya sendiri.

Kemudian Fahri meraih kunci mobil di mejanya dan langsung berlari ke tangga. Dia menuruni tangga dengan tergesa.

“Saya ada perlu keluar sebentar” katanya pada karyawati kepercayaannya.

Karyawati itupun hanya mengangguk tanpa bertanya yang lainnya.

Tapi dasar perempuan, diapun mulai menduga-duga.

“Jangan-jangan mereka berdua saling kenal. Siapa tahu perempuan tadi adalah perempauan masa lalunya Pak Boss”.

Fahri ke parkiran dan mengeluarkan mobilnya. Sampai di gerbang diapun melihat Vina sudah naik ojek. Akhirnya Fahri membuntuti motor yang membawa Vina. Tidak berepa lama Vina tampak berhenti di ATM.

“Owww, dia langsung ambil uangnya. Apalagi yang akan kamu lakukan Gadis?”. Tanya Fahri sambil terus menyelidik gerak gerik Vina. Fahri sedikit menaruh curiga kepada Vina.

Setelah itu Vina melanjutkan perjalanan dengan ojek yang sama.

Jarak swalayan dengan rumah sakit ternyata tidaklah terlalu jauh. Sekitar dua puluh menit Vina sudak sampai. Setelah membayar ongkos pada Bang Ojek, Vina segera melangkah menyusuri lorong rumah sakit, dan sampai di ruang rawat ibunya.

“Dek, kita bayarkan sekarang administrasinya. Ibu akan operasi malam ini. Kakak sudah dapatkan biayanya”

‘Kak dari mana….”

“Ssst… jangan banyak tanya sekarang, yang jelas kakakmu tidak melakukan yang salah. Kakakmu masih kakak yang dulu yang memegang norma agama dan moral”. Vina menekan perkataannya untuk meyakinkan Farid.

“Kita persiapkan segala sesuatunya sekarang”.

“Ya Kak” Farid menjawab

Vina menyerahkan uang tiga puluh juta kef arid, dan menyuruh farid menyelasaikan urusan administrasi. Sementara dia menemui ibunya.

“Bu, Alhamdulillah Vina dapatkan uangnya. Ibu operasi malam ini” bisiknya lembut sambil membelah rambut ibu. Dikecupnya kening perempuan yang telah melahirkan dan merawatnya dengan kasih sayang selama ini.

Ibunya mengangguk sambil tersenyum pada Vina. Doakan ibu kuat ya Nak!”.

“Ya Bu, Ibu adalah perempuan yang kuat. Banyak hal berat yang telah ibu lalui selama ini. Dan Ibu mampu melewatinya, kita serahkan semuanya pada Allah” bisik Vina lembut.

Tidak berapa lama Farid masuk ke kamar dan memberitahu Vina kalau urusan administrasi sudah selesai dan segala sesuatunya akan segera dipersiapkan.

“Alhamdulillah, silakan temui ibu Dek. Beri beliau kekuatan”.

“Ya Kak”.

Dua kakak beradik ini sebenarnya juga galau dengan operasi yang akan dilalui ibu. Tidak dioperasi, menurut dokter akibatnya fatal. Lagipula mereka kasihan melihat ibu yang tersiksa rasa sakit yang bersangatan. Untuk operasipun mereka bimbang juga takut ibu tidak kuat untuk menjalaninya. Tapi sekarang mereka mulai pasrah. Semoga operasi adalah ikhtiar terbaik saat ini, dan ibu kembali sehat.

Tidak berapa lama beberapa orang perawat datang ke ruang inap ibu.

“Mbak, dokter sudah siap. Ibu sekarang kita bawa ke ruang operasi”

“O ya, makasih Suster”.

Vina dan Farid langsung mendekati ibu. Bergantian mereka memeluk dan mencium ibu.

“Insyaallah Ibu kuat” Kata Vina dengan senyum manis pada Ibu. Ada tangis yang ditahan di balik senyuman itu.

Sementara adiknya Farid tersenyum dan mengangguk, mengiyakan kata-kata kakaknya.

. Selama ini Vina ataupun Frid tidak melihat gejala penyakit ibu. Ibu terlihat sehat-sehat saja. “Ataukah ibu selama ini menyembunyikan apa yang beliau rasakan?”. Vina bertanya sendiri pada dirinya.

“Astaghfirullahal ‘azhiim, maafkan kami Ibu, kalau kami kurang perhatian sehingga kami tidak tahu kalau ibu sakit”. Vina menutupkan kedua tangan ke wajahnya.

Semua terjadi serba mendadak. Tiba-tiba saja sore itu ibunya mengatakan sakit perut seperti masuk angin. Vina menggosok perut dan punggung ibu dengan minyak angin. Tapi sakitnya kian kuat. Ibu muntah. Ibu juga merasa akan buang angin tapi tidak bisa sedangkan perut makin melilit. Kembali ibu muntah. Karena ibu makin kesakitan akhirnya Vina dan Farid memutuskan untuk membawa ibu ke rumah sakit. Ibu langsung ditangani di ruang UGD. Pasang infus dan sonde. Sonde untuk membuang angin atau gas yang ada di lambung ibu. Infus karena ibu sudah terlihat lemah. Semalam rasa sakit mulai berkurang. Tapi gas yang keluar ternyata masih banyak. Sekali dua jam tabung karet di ujung sonde sudah menggembung oleh gas. Maka akan diganti dengan tabung yang baru lagi. Kata perawat jaga malam itu, dokter sudah melakukan pemeriksaan, dan kecurigaan pertama adalah TBC usus.

“Oh, ternyata ada virus TB yang menyerang usus?” tanya Vina seperti kebingungan

“Ya Bu, dan keadaan usus ibu termasuk parah. Hampir 70 posen usus ibu terinfeksi. Besok akan dilakukan pemeriksaan lanjutan. Jika memang benar, kemungkinan operasi merupakan jalan terbaik”.

“Vina dan Fahri saling berpandangan. Ada komunikasi diantara mereka, walaupun keduanya sama-sama diam.

Farid bertanya “Apakah opreasinya dalam waktu dekat Dok?”

“Ya memang seharusnya secepatnya”

“Usus ibu sudah saling lengket, sehingga salurannya tersumbat. Sekarang untuk mengeluarkan anginpun ibu tidak bisa. Karena itu operasi yang akan beliau lalui termasuk operasi besar” Dokter menerangkan.

“Berapa kira-kira biayanya Dok” Vina merasa tidak sabar untuk tidak bertanya.

“ Mungkin ada sekitar 25 juta. Tapi berapa pastinya baik Ibu tanyakan ke bagian administrasi”. Kata Dokter itu lagi

“Tolong ibu saya Dok. Saya akan usahakan uangnya secepatnya” kata Vina

“Ya Bu, kita usahakan. Dan seperti yang saya katakana tadi lebih cepat lebih baik”.

Malam itu Farid menemani Ibu di rumah sakit. Sementara Vina pulang dan mencoba meminta bantuan pinjaman kepada tetangga atau keluarga yang memungkinkan. Tapi sampai malam ternyata usahanya belum membuahkan hasil.

Tengah malam Vina adukan keluh kesahnya pada Allah. Dengan kepala yang makin merunduk dia langitkan doa. Doa untuk ibu tercinta. Mohon dimudahkan dalam mendapatkan bantuan dana. Selain itu dia juga sedang mengusahakan uang wisuda adiknya minggu depan.

Bayangan kejadian itu terpampang jelas di benak Vina. Sampai akhirnya untuk mendapatkan uang itu dia harus menerima pernikahan bersyarat dari seseorang yang baru sekali itu bertemu.

“O iya, bagaimana kelanjutan urusannya. Kenapa dia tidak menghubungi. Apakah dia tidak takut uangnya saya bawa lari ?’ Vina bertanya pada dirinya sendiri.

Tidak jauh dari tempat Vina, seorang laki-laki dengan jaket dan topi hampir menutupi sebagian wajahnya sedang memperatikan gerak-gerik Vina. Dia memperhatikan Vina yang duduk berselonjor saja di lorong rumah sakit itu. Dia kelihatan sangat gusar menunggu ibunya selesai dioperasi. Setelah jelas bahwa Vina tidak berbohong, laki-laki itu meningalkan lokasi rumah sakit.

Sementara Farid terlihat lebih tenang. Duduk di kursi dengan sikunya menekan ke lutut. Kedua tangannya memegang kepalanya. Dia melirik ke kakaknya Vina.dan berkata, “Kak, sebaiknya kita makan dulu. Tadi saya ada beli dua bungkus nasi. Sebentar lagi azan Isya. Kakak terlihat sangat lelah. Setelah Isya Kakak bisa istirahat”.

“Ya Dek. Yuk kita makan”.

Mereka berdua kembali ke ruang rawat ibu. Nasi dikeluarkan Fahri dari kantong.

“Cukup satu saja Dek. Kita makan berdua saja. Kakak tidak nafsu makan. Cukup untuk menghindari lapar saja”

“Ya Kak “ jawab fahri patuh.

Dua kakak beradik ini makan tanpa selera. Ayam bakar dan sambalado yang biasanya sangat enak kini tanpa rasa. Bak kata pepatah Nasi dimakan rasa sekam, air diminum rasa duri. Itulah yang mereka rasakan berdua.

“Makanlah Kak. Kalau kakak tidak makan, nanti Kakak bisa tumbang juga. Siapa yang akan menjaga Ibu?”. Kata Farid.

“Ya Dek tapi untuk sekarang memang bisanya baru segini.kalau lapar nanti diulang lagi

Perkiraan Farid betul saja. Selesai mereka makan, azan Isya berkumandang.

“Aku ke mushalla ya Kak” kata farid sambil mengambil sajadah dan menyandangkan ke bahunya.

“Ya dek. Kakak shalat di sini saja”.

Setelah shalat kedua kakak beradik ini kembali mengadukan permalahannya kepada Sang Khalik. Sang Pemilik Kekuasaan. Syukur yang tak terhingga, dana untuk operasi ibu segera didapatkan. Dan ini juga sama-sama jadi masalah dikepala Farid dan Vina. Tapi mereka masih saling diam tentang dana ini. Seperti kata Vina tadi sore, “Jangan banyak tanya”.

Dalam doanya Farid dan Vina minta operasi ibu berjalan lancar. Mohon ibu dikuatkan dan segera pulih.

Sudah hampir dua jam berlalu, belum ada tanda-tanda pintu ruang operasi itu dibuka. Vina mulai cemas. Mereka duduk berdua tidak jauh dari ruang operasi.

“Dek, operasinya lama ya?’

Fahri hanya menjawab dengan anggukan.

“Kak, muudah—mudahan ibu cepat pulih setelah operasi ya. Kalau ibu masih sakit nanti siapa yang akan mengadiri wisudaku. Sendirian dong. Katanya sambil senyum geli ke Vina

Vinapun menimpali, “Makanya cari PW, biar wisudanya tidak sendirian”

Mereka berdua tertawa kecil.

“Coba kalau bapak masih ada, tentu Bapak akan menguatkan kita. Bapak selalu punya jalan keluar dari setiap permasalahan. Dan bapak tentu akan sangat bahagia melihat aku wisuda” Fahri bicara sambil matanya memandang jauh ke luar rumah sakit.

“Iya” hanya itu jawaban Vina.

Vina terbayang bagaimana hari-hari baagia bersama Bapak. Bapak orangnya lapang ati. Sehingga tidak ada yang menjadi masalah berat baginya. Selalu saja ada jalan keluar.

Dari bapak Vina dan farid mendapatkan pendidikan agama yang kuat. Dari Bapak mereka belajar mengadapi hidup. Dari bapaklah mereka dididik untuk pandai mengambil hikmah dari setiap kejadian. Sehingga yang keluar dari mulut kita bukan keluhan tapi ucapan syukur.

Alhamdulillh masih sisa satu, Alhamdulillah kakinya yang luka, bukan kepala, Alhamdulillah , Alhamdulillah… itulah ajaran Bapak. Kata bapak “Lihat sisi baiknya dari setiap kejadian, agar kita banyak bersyukur”. Nah setelah bersyukur kita juga mesti bersabar. Kenapa bersabar, karena tidak ada satu kejadianpun yang terjadi tanpa izin dari Allah. Jadi kita harus sabar. Karena mau protes sama siapa, sama Allah?’. Berani protes sama Allah?”. Kata bapak suatu waktu.

Bapak orang yang bijak dan bersahaja. Beliau sederhana dalam berfikir. Makanya hidup beliau seperti tanpa masalah.

“Kenapa Allah ciptakan nyamuk ya?” Farid kecil teriak karena beberapa kali dia digigit nyamuk. Kakinya sudah bentol dan gatal.

“Kalau tidak ada nyamuk, nanti kita yang dimakan kodok” kata bapak tertawa.

“Kok gitu Pak?” tanya farid kecil waktu itu.

“Karena nyamuk itu makanan kodok”

“Ya jangan ciptakan kodok juga” Farid berkata lagi

“Nah ular makan apa, makan kita juga dong”… mereka berdua tertawa

Adalagi nyanyi yang seringdinyanyikan bapak ketika bersama Vina kecil.

Upiak rambahlah paku

Nak tarang jalan ka parak

Upiak ubahlah laku

Nak sayang rang bakeh awak

Berangsur besar Vina bertanya pada bapak apa maksud dari lagu tersebut.

Bapak menerangkan bahwa nyanyian itu memberi nasehat agar kita sebagai gadis Minang hendaklah berlaku baik, sopan dan santun. Agar orang-orang sayang dan senang dengan kita.

Ada doa juga yang selalu beliau baca sambil mengusap-usap kepala Vina atau Farid. Beliau juga membaca artinya, sehingga Vina dan Farid paham apa pinta Bapak. Doa itu adalah doa yang ada dalam Al quran Surat Al Furqan ayat 74. Vina dan Farid akan senyum-senyum karena kesenangan selalu didoakan Bapak seperti itu. Hingga tanpa disengaja menghapalkannya doa tersebut juga fasih di lidah Vina dan Farid.

Robbanaa hablanaa minazwaajina, wadzurriyatina qurrota a’yun waja’alna lilmuttaqiina imaama, Ya Tuhan kami berikanlah kepada kami pasangan dan keturunan kami sebagai penyenang hati dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.

Bersambung

#Draffnovel4

#Vina,Janjiitutidakpernahada

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap kisahnya, Bunda. Bunda hanya perlu memperhatikan EYD. Seperti penggunaan huruf kapital pada nama Farid, penggunaan spasi setelah tanda koma, dsb. Salam sehat dan sukses selalu.

01 Oct
Balas

Iya Bun...makasih banyak. Nanti dikoeksi lagi.....shat selalu juga Bunda Samsinar

02 Oct



search

New Post