Fitri Nefrita

Fitri Nefrita lahir di sebuah desa kecil di Kabupaten Lima Puluh Kota, pada tanggal 21 Oktober 1973. Lulusan Fakultas. Syariah IAIN "IB" Padang. Ibu dari dua or...

Selengkapnya
Navigasi Web

Vina, Janji Itu Tidak Pernah Ada

Bab V

Telepon yang Tiba-tiba

Vina mengisi waktu malam itu dengan membaca Al quran. Dengan suara lirih dinikmatinya ayat perayat dalam surat Ar Rahman tersebut.

Apa yang ada di langit dan di bumi setiap hari meminta kepada Allah. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.

Fabiayyiaalaai robbikuma tukazzibaan

Maka Nikmat Allah mana lagi yang akan kamu dustakan

Air matanya meleleh. Ya, nikmat Allah mana lagi yang hendak didustakannya. Mungkin memang benar hari-hari yang dilaluinya amat berat. Tapi Allah datangkan pertolongan dari tempat yang tidak disangka. Sebelumnya dia panik dan mengeluh dengan penyakit ibu, biaya operasi dan biaya wisuda adiknya, hanya dalam hitungan jam, dia dapatkan uang itu, ibunya dioperasi, dan besok adiknyapun bisa membayarkan kewajibannya di kampus.

“Astaghfirullahal’azhiim”. Vina mengucapkan istighfar, mohon ampun pada Allah.

Hatinya mulai lapang, dan dia mulai pasrah dengan apa yang akan dilaluinya besok. Semoga Allah berikan jalan terbaik. Vina mencoba amalkan nasehat bapaknya untuk berbaik sangka pada Allah.

Tiba-tiba ponselnya bergetar. Dalam hatinya Via bertanya-tanya, siapa yang meneleponnya tengah malam begini. Dia semakin heran ketika melihat nama Uda Rizal.

Walau sedikit ragu, tapi tetap diangkatnya juga telepon tersebut.

“Hallo assalamualakum” Rizal terlebih dahulu menyapa

“Walalikumussalam warahmatullah.”

“Hai Vina, bagaimana kabarmu?”

“Alhamdulillah baik Uda. Uda dan keluarga di kampung bagaimana, moga semua sehat ya”

“Alhamdulillah sehat. Tapi, maaf kamu ada baik-baik saja Vina?”

“Saya baik-baik saja Uda”

“Kalau kamu ada masalah, jangan sungkan bercerita semoga saya bisa membantu”

“Tidak Uda. Terimakasih.” Vina mencoba meyakinkan bakonya tersebut.

“Syukurlah kalau begitu. Selamat istirahat. Maaf kalau saya menggangumu malam-malam begini,” terdengar sedikit kecewa di suara Rizal.

“Ya Uda. Assalamaualaikum”

“Walaikumusalam”

Ada perasaan bersalah telah berbohong pada Rizal, ponakan bapaknya itu. Ada rasa perih sewaktu dia harus mengatakan “baik-baik saja” pada laki-laki yang pernah menjadi orang istimewa baginya. Laki-laki yang pernah tempat berbagi kasih, berbagi cerita dan tawa. Tapi semua hilang terhalang keadaan. Tanpa sadar buliran panas terasa meleleh di pipinya.

Tiba-tiba ibunya mulai bergerak. Perlahan membuka mata. Vina segera menghapus air matanya.

“Alhamdulillah, Ibu sudah sadar,”

“Vina. Fari?” ibupun mulai bicara.

“Ya bu, Ini saya Vina, Farid tadi saya suruh istirahat. Tuh dia tidur di bawah” kata Vina

“Oo,” jawab ibu

“Ibu haus,” kata ibu

“Ya Bu, tapi ibu belum boleh minum sampai ibu sudah buang angin. Ibu bersabar dulu ya”

Ibu mengangguk. Lalu Vina melap leher ibu dengan telapak tangannya yang sudah dibasahi air. Dia kasihan melihat ibu kehausan. Tapi memang ketentuan orang siap operasi seperti itu, seperti yang disampaikan perawat tadi. Kalaupun sudah buang angin, itupun minum secara berangsur. Minum sedikit-sedikit dulu.

“Mudah-mudahan hausnya berkurang dengan ini ya Bu. Insyaallah Ibu tidak akan kekurangan cairan. Ibukan dapat cairan dari infus,” kata Vina sambil terus menghibur ibu.

Vina takjub dengan kesabaran ibunya. Dibandingkan dengan pasien di kamar sebelah yang selalu berteriak, marah dan bicara tidak karuan kalau dilarang sesuatu oleh keluarganya. Dia pasien sakit diabet. Makanan banyak pantangan. Makanya dia sering marah-marah kalau keluarganya tidak memenuhi apa yang dipintanya.

Seperti kejadian sore tadi, dia minta roti yang dikasih selai sarikaya. Istrinya tidak mau memberikan karena itu dilarang dokter. Dia marah dan berteriak memaki isterinya. Jadi untuk menghindari teriakan-terikannya tersebut, isterinya keluar ruangan dan duduk di kursi di luar, berharap suaminya diam. Dia sempat curhat sebentar dengan Vina. Vina tentu hanya bisa menghibur orang tersebut semampunya. Untuk menasehati laki-laki yang sakit tersebutpun dia tidak berani. Sebentar di luar suaminya berteriak makin keras. Maka terpaksalah isterinya kembali ke dalam dan melayani suaminya walau dengan menebalkan telinga.

“Kita banyak berdoa saja Mbak,” hanya itu yang bisa dikatakan Vina.

****

#Novel4

#Vinajanjiitutidakpernahada

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerpen keren

06 Oct
Balas

makasih bunda Fitriyani...

07 Oct

makasih bunda Fitriyani...

07 Oct

Keren ceritanya Bun. Penuh hikmah. Lanjut, Bun!

06 Oct
Balas

makasih Bu Samsimar. Semangat Bu Samsimar sangat memotivasi...

07 Oct



search

New Post