Fris Wahyuddin

Pekerjaan sekarang sebagai Kepala Sekolah di SMPN 14 Kota Bima - NTB...

Selengkapnya
Navigasi Web
REVITALISASI 'NGGUSU WARU' SEBAGAI WARISAN BUDAYA BIMA

REVITALISASI 'NGGUSU WARU' SEBAGAI WARISAN BUDAYA BIMA

Di zaman yang serba maju sekarang ini penguatan pendidikan karakter menjadi sangat penting dan mendesak untuk diterapkan baik dalam keluarga, sekolah, maupun dalam lingkungan masyarakat. Sangat miris, ketika penyelengaraan Pemilihan Umum (pemilu) serentak beberapa waktu yang lalu sungguh banyak menyita waktu dan energi kita. Peran media sosial (medsos) pun tidak ketinggalan berpengaruh besar pada saat itu. Tapi sangat disayangkan ketika fungsi media yang tadinya sebagai alat bersosialisasi, berbagi pengalaman, dan berkomunkasi berbagai hal-hal positif, sekarang justru yang terjadi sebaliknya. Kini media sosial telah dijadikan sebagai alat adu domba, saling provokasi, saling membuli dan menfitnah satu sama lain bahkan terhadap pemimpin mereka sendiri. Padahal belum tentu juga mereka bisa melakukan seperti yang dilakukan oleh orang lain, dalam hal ini pemimpin.

Pada prinsipnya, kita semua adalah pemimpin, paling tidak pemimpin bagi diri kita sendiri. Memimpin diri sendiri sama sulitnya dengan memimpin orang lain ataupun sebuah organisasi. Memimpin diri sendiri sama saja dengan mempengaruhi ego kita sendiri, dan secara emosional itu tidak mudah. Oleh karena demikian, sudah saatnya nilai-nilai budaya kearifan lokal sebagai warisan budaya bangsa agar kembali ditumbuhkan atau direvitalisasi di tengah-tengah masyarakat, terutama sekali di dalam lingkungan sekolah.

Berbicara tentang Pemimpin, figur pemimpin-pemimpin terdahulu dalam sejarah kesultanan Bima dikenal sangat menjunjung tinggi nilai-nilai dasar kepemimpinan sebagaimana yang tertuang dalam budaya Nggusu Waru dan sudah menjadi tradisi secara turun-temurun di dalam kehidupan masyarakat Bima sebagai warisan para leluhur. Tetapi itu dulu, nilai-nilai karakter budaya Bima sekarang sudah mulai ditinggalkan oleh sebagian besar masyarakat, terutama dari kalangan anak-anak dan remaja.

Dalam Bahasa Bima, “Nggusu Waru” artinya “persegi delapan.” Nggusu’ artinya persegi dan ‘Waru’ artinya delapan. Nggusu Waru merupakan satu konsep kepemimpinan yang tercipta atas dasar (penyatuan) nilai-nilai agama, sejarah, dan budaya masyarakat Bima yang terlembaga. Nggusu Waru juga sebagai satu lembaga menjadi pedoman (etika) kepemimpinan di tengah masyarakat sosial. Delapan kriteria kepemimpinan Nggusu Waru adalah konsep kepemimpinan yang mengupayakan agar pemimpin memiliki etika agar dapat mambangun, mengembangkan, dan membina masyarakat dan daerah dalam bingkai kepemimpinan yang responsif (tanggung jawab) terhadap permasalahan di tengah-tengah masyarakat. (http://repository.uinjkt.ac.id)

Kota Bima, Minggu 27 Desember 2020 .

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

REVITALISASI 'NGGUSU WARU' SEBAGAI WARISAN BUDAYA BIMA, keren ulasannya. Sangat informatif. Jadi ingin ke sana

27 Dec
Balas



search

New Post