Malam beranjak dewasa ketika mata kuliah Pengukuran Listrik usai. Kuliah malam bagiku tidak menyenangkan karena aku harus menyiapkan nyali setiap pulang ke indekos. Jalanan kompleks perumahan sehabis magrib saja sudah sepi apalagi jam sekarang ini. Belum lagi berita pembegalan yang kabarnya terjadi akhir‐ akhir ini membuatku semakin waspada. Untuk berjaga‐jaga aku mengantongi semprotan air cabai di dalam saku rok. Langkah pun selalu kupercepat.

Sambil siaga aku melalui jalanan kompleks yang sepi. Di belakangku seorang lelaki muda berjalan mengikuti irama langkah. Beberapa kali pulang kuliah malam, pemuda itu selalu menguntit. Namun, aku selalu selamat sampai di indekos karena berbagai kebetulan yang layak disyukuri.

Kali ini lelaki muda itu mempercepat langkahnya. Panik, aku merogoh saku rok berusaha mengambil semprotan cabai. Tanganku belum berhasil menggapai semprotan, lelaki muda itu menarik ransel. Ingin teriak, tetapi lidah kelu, tercekat. Aku berusaha menahan ransel, tetapi tenaganya lebih besar. Saat terjerambab, kurasakan ia menopang tubuhku, lalu terdengar suara zipper tas ditutup. Tubuhku tak bisa bergerak, bergetar ketakutan. Perlahan ia membimbingku duduk di pinggir jalan, lantas meminta maaf karena telah lancang menutup ransel yang sejak tadi terbuka. Rupanya selama ini ia sengaja menemani pulang karena mengkhawatirkan aku. Ia bercerita, aku mirip dengan adik perempuannya yang tewas dibegal di jalanan sepi dan tak ingin kejadian itu menimpaku.

#Day22