Embun Sari (8)
(… lanjutan)
Prestasi demi prestasi telah ia raih. Nilai raport dari kelas VII hingga kelas IX selalu menunjukkan angka-angka yang memuaskan. Guru-guru pun sangat bangga dengan hasil belajar dan prestasi Embun di sekolah itu. Ujian nasional SMP juga ia lalui dengan hasil yang memuaskan. Ia pun dinyatakan LULUS SMP dengan nilai tertinggi.
Lepas dari SMP, ia melanjutkan sekolah SMA yang ada di kota. Perjanjiannya dengan Sang Ayah pun sama seperti saat SMP kemarin. Bangun pagi, sholat, dan sarapan, berangkat jam setengah 5. Diantar Ayah hingga perbatasan, dan melanjutkan perjalanan dengan naik angkot pun ia lalui juga selama di SMA.
Embun tumbuh menjadi remaja yang cantik. Sedikit pun ia tak meninggalkan kebiasaan positif yang telah ia pupuk sedari kecil dulu. Meski usia bertambah, bukan berarti membuat Embun tidak mau lagi membantu ibunya berjualan. Seperti biasa, sepulang sekolah SMA, ia berjualan keliling kampung dengan membawa kue buatan ibunya di atas kepala. Sedikitpun ia tak malu melakukan hal yang sudah ditekuni sejak SD dulu. Justru ia semakin lihai menarik hati pembeli. Berkat kecerdasan dan kerendahan hatinya, dagangannya semakin cepat laku. Ia pun sangat senang karena dari membantu ibu jualan kue ia mendapatkan uang saku.
Aktivitas Embun yang padat karena sekolah yang jauh dan jualan kue tidak membuat Embun melupakan sholat. Apalagi sejak kecil ia sudah dibiasakan untuk menyempatkan diri menunaikan ibadah sholat tepat waktu. Oleh karena itu, ia tak akan lupa untuk sholat. Embun sangat taat beribadah dan sangat mengakui kalau Tuhan itu ada, Maha karya dan maha penyayang. Sehingga tak henti-hentinya ia bersyukur pada Tuhan melalui doa-doa yang ia ucapkan.
Embun sudah masuk SMA, tapi kampung halamannya belum ada perubahan. Kampungnya masih gelap. Jauh dari terang benderangnya lampu layaknya di kota. Hanya cahaya pelita minyak tanah dan sinar-sinar lilin yang menghiasi malam di kampung. Tahun berganti tahun, dari ia SD sampai akhirnya ia SMA, rupanya PLN masih enggan menginjakkan kaki di kampung Embun. Entah apa alasannya. Masih menjadi teka-teki, dari kegelapan kampung ini. Tapi, lagi-lagi itu tak menyurutkan semangat Embun untuk belajar, menambah ilmu pengetahuannya. Lilin-lilin itu tetap setia menemaninya hingga jam 12 malam. Usai belajar, ia pun tidur nyenyak dalam balutan kain panas.
Keesokan harinya, sebelum Sang Ayam Jago berkokok, Embun sudah bangun. Bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Sholat dan sarapan tak pernah ia lupakan. Setelah semua siap, Embun berpamitan dengan ibunya dan berangkat menuju perbatasan diantar oleh Sang Ayah. Tiba di perbatasan, ia lanjutkan perjalanan dengan menumpang angkot. Ini ia lakukan hingga lulus SMA. Selama SMA ia juga selalu mencetak prestasi demi prestasi. Embun sepertinya memang terlahir sebagai remaja yang sarat prestasi. Beasiswa demi beasiswa ia raih sejak SMP hingga SMA.
(Bersambung ….)
#TantanganMenulisGurusiana (Hari ke-54)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar