By: Gismawarni

H4

Ingatan Sona melayang seiring matanya menatap hampa langit langit kamar yang berjeruji besi. Bayangan wajah lembut ibunda dan anaknya seperti menusuk mata. Hingga tanpa sadar bening jatuh di pelupuk mata dan membanjiri pipinya. Mencoba menelan tangis dengan mengusap kasar wajahnya dengan tanganya. Terasa hari berlalu kian lambat dan beban batinnya semakin berat.

Sona seperti setengah menyesali diri, bayangan pisau penuh darah begitu menghantuinya. Sehingga kadang kala tubuh Sona menggigil dan berkeringat dingin. Sangat jelas terpampang kejadian dua minggu yang lalu, ketika bak kesetanan Sona berlari mengambil pusau dapur yang baru saja di asah Toni suaminya. Tanpa pikir panjang pisau menghujam tepat di leher Toni. Toni tergeletak bersimbah darah.

Sona terkesiap saat terdengar penjaga tahanan memanggil namanya. Dengan langkah berat Sona mengikuti penjaga menuju ruang penerima tamu. Sona meraung keras kala melihat wajah sendu ibunya. Sona menjerit meminta ampun kepada ibunya. Wajah ibu yang sudah mulai keriput basah bersimbah air mata. Teringat wajah tegas ibu saat menolak Toni sebagai calon suaminya. Sona bersikukuh agar ibu memberi restu. Dengan berat hati ibu merestuinya. Ternyata yang dikawatirkan ibu terbukti. Perlakuan buruk Toni selama dua tahun jadi istrinya tak tertahankan lagi, puncaknya saat Sona dijual Toni untuk ditukar dengan lintingan ganja. Hingga terjadi pembunuhan di senja itu. Dengan suara lirih dan muka tertunduk Sona berucap "maafkan Sona bu". Dalam hati Sona sangat menyesal telah memilih Toni sebagai suaminya.