Agus Gunawan

السلام عليكم و رحمة الله و بركاته Hi, perkenalkan nama saya Agus Gunawan. Saat ini, saya mengajar di MTs Negeri Kota Cimahi...

Selengkapnya
Navigasi Web
PENGARUH PELAYANAN PRIMA TERHADAP KECERDASAN SISWA
intelligence

PENGARUH PELAYANAN PRIMA TERHADAP KECERDASAN SISWA

Menganalisa Fenomena Mutu Layanan Kegiatan Belajar Mengajar oleh Guru dan Tenaga Kependidikan pada MTs Negeri Kota Cimahi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah menganugerahkan sehat dan sempat guna menempuh pencarian ilmu sehingga dapat dan bermanfaat.

Berkaitan dengan topik yang diusung dalam workshop yang diadakan oleh MTs Negeri Kota Cimahi pada 24 s.d. 25 Novermber 2021 mengenai mutu pelayanan. Maka melalui kajian makalah ini menginformasikan bahwa pelayanan yang diselenggerakan oleh Madrasah terhadap para siswa merupakan elemen penting dalam berdirinya sebuah madrasah dan seharusnya menjadi prioritas utama..

Siswa yang cerdas dapat terbentuk dengan adanya pelayanan prima dari Guru dan Tenaga Kependidikan yang ada di Madrasah. Hal ini mengindikasikan bahwa perlu kesadaran dan pemahaman yang utuh mengenai mutu pelayanan. Bagaimana menampilkan pelayanan prima di Madrasah agar siswa, guru dan tenaga kependidikan merasakan pelayanan yang menjadi kenangan karena perasaan yang mengikuti.

Oleh karena itu, disusunlah makalah ini, semoga menjadi bahan informasi dan insprasi bagi peningkatan pelayanan menjadi pelayanan prima.

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.. i

KATA PENGANTAR. ii

DAFTAR ISI iii

PENDAHULUAN.. 1

PELAYANAN PRIMA DALAM BIDANG PENDIDIKAN.. 3

Dimensi Pelayanan Prima dalam Pendidikan. 4

Prinsip Pelayanan Prima dalam Pendidikan. 5

KECERDASAN SISWA DI MADRASAH.. 7

Hubungan Prestasi dengan Kecerdasan. 7

Memahami Kecerdasan Individu Siswa. 9

PENGARUH PELAYANAN PRIMA TERHADAP KECERDASAN SISWA. 14

Dimensi Tangible : Bukti Fisik Madrasah. 15

Dimensi Relibiality : Kehandalan Madrasah. 16

Dimensi Responsiveness : Daya Tanggap Madrasah. 17

Dimensi Assurance : Jaminan Madrasah. 17

Dimensi Emphaty : Empati Madrasah. 19

KESIMPULAN.. 20

DAFTAR PUSTAKA. 21

PENDAHULUAN

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menganugerahkan kepada hamba-Nya kesempatan agar tetap beribadah baik ibadah ritual maupun ibadah sosial.

Perubahan tidak akan dapat dihindari. Terutama dalam perubahan kepemimpinan. Pergantian kepemimpinan sudah menjadi sebuah keniscayaan bagi sebuah organisasi agar terjadi penyegaran situasi dan kondisi untuk mencapai tujuan organisasi dengan lebih baik dan lebih ‘fresh’.

Perubahan yang terjadi dalam kepemimpinan pun terjadi pula pada MTs Negeri Kota Cimahi. Kepala Madrasah yang lama, Bapak Drs. H. Rudaya, M.M.Pd. telah selesai masa kepemimpinannya digantikan oleh Ibu Dra. Hj. Eulis Nurhasanah, M.Pd. dan bukan hanya Kepala Madrasah yang terjadi pergantian, untuk Kepala TU pun terjadi pergantian dari Bapak H. Saepudin, M.Pd. kepada Ibu Hj. Siti Rosidah, MM. Adapun acara lepas sambut Kepala Madrasah dan Kepala TU MTs Negeri Kota Cimahi diselenggarakan di Ruang Rapat Guru MTs Negeri Kota Cimahi pada hari Selasa, 16 November 2021.

Pemimpin yang baru tentu memberikan harapan baru. Harapan adanya perbaikan dan peningkatan terutama aspek yang berkaitan dengan pelayanan, baik pelayanan terhadap siswa, guru, tenaga kependidikan dan stakeholder terkait yang memanfaatkan madrasah sebagai wadah melahirkan generasi terdidik.

Aspek pelayanan yang diselenggerakan oleh Madrasah terhadap para siswa sebagai elemen penting dalam berdirinya sebuah madrasah menjadi prioritas utama. Sebagaimana ungkapan Ibu Kepala Madrasah yang baru, Ibu Drs. Hj. Eulis Nurhasanah dalam salah satu sesi Workshop yang diadakan oleh MTs Negeri Kota Cimahi di hotel Pesona Bamboe pada hari Rabu, 24 November 2021, bahwa pelayanan prima ditujukan bagi para siswa karena dari para siswa inilah munculnya ‘rezeki’ para guru dan tenaga kependidikan. Kalau siswa tidak ada maka guru dan tenaga kependidikan tidak akan bisa bekerja. Oleh karena itu, pelayanan prima mesti disajikan demi kepentingan para siswa dalam pendidikannya dan guru serta tenaga kependidikan guna kepentingan pekerjaannya agar tetap terjaga.

Pentingnya pelayanan prima bagi kepentingan siswa berpengaruh terhadap kenyamanan siswa dalam belajar. Siswa yang nyaman belajar akan memudahkan dalam menyerap segala ilmu yang diberikan oleh guru di kelas. Saat siswa dapat menyerap ilmu dengan mudah maka akan terlahir para siswa yang cerdas. Dengan adanya siswa yang cerdas maka dapat dipastikan tujuan pembelajaran akan tercapai dengan baik.

Implementasi pelayanan prima yang demikian penting, benarkah dapat menciptakan siswa yang cerdas secara intelektual bahkan spiritual? Apakah akan tercipta pelayanan prima terhadap para siswa, jika guru masih belum terlayani dengan prima dalam fasilitas dan aktivitas?

Untuk menganalisa persoalan tersebut, maka penulis susun makalah ini dengan harapan dapat menjawab beberapa persoalan berkaitan dengan pelayanan prima terutama yang terdapat pada MTs Negeri Kota Cimahi.

PELAYANAN PRIMA DALAM BIDANG PENDIDIKAN

Dalam pemaparan Baban Sobandi dalam workshop yang diselenggarakan MTs Negeri Kota Cimahi dengan tema “Inovasi Pelayanan Prima dalam Meningkatkan Kecerdasan Siswa” mengenai pelayanan prima. Pelayanan prima merupakan pelayanan terbaik yang fokus pada pelanggan, memenuhi harapan tapi juga dapat melampaui harapan pelanggan. Dalam pelayanan, kita harus sesuai melaksanakan sesuai standar itu memang betul karena suatu keharusan akan tetapi masih terbilang belum prima. Maka pelayanan yang betul belum tentu prima, akan tetapi pelayana prima sudah tentu betul. Pelayanan prima lebih dari standar karena terkontrol bahkan berkelanjutan.

Dalam pengertiannya, pelayanan dapat dimaknai sebagaimana berikut. Pendapat Lovelock (2002: 111) dalam Mulyawan (2016) mengenai pelayanan atau service adalah produk yang tidak berwujud, berlangsung sebentar dan dirasakan atau dialami[1]. Apabila Lovelock mendefinisikan pelayanan sebagai sebuah produk yang tidak berwujud, maka Cowell (1984: 22) dalam Mulyawan, menyatakan bahwa pelayanan merupakan kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain dan pada hakekatnya tidak berwujud serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu, proses produksinya mungkin juga tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik[2].

Mengacu kepada pengertian mengenai pelayanan dan pelayanan prima. Maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan prima adalah kegiatan yang diberikan kepada pihak lain yang tidak memiliki wujud dan tidak memberikan kepemilikan atas sesuatu dengan dasar melampaui harapan dari kebiasaannya.

Pelayanan prima dalam bidang pendidikan, sebagaimana pemaparan Baban Sobandi, adalah dengan memberikan waktu lebih kepada para siswa seperti memberikan bimbingan belajar kepada para siswa di luar jam pelajaran. Tentu dalam hal ini yang dituntut dengan adanya pengalaman adalah adanya ekspektasi dari siswa terhadap kinerja atau pelayanan atau jasa dari guru, sebagaimana pendapat Zeithamal dan Bitner (dalam Arief, 2007) yang mengemukakan arti kualitas jasa atau pelayanan merupakan penyampaian jasa yang baik atau sangat baik, jika dibanding dengan ekspetasi pelanggan. Artinya apa yang diberikan oleh guru dituntut begitu luar biasa apabila dibandingkan ekspektasi dari siswa yang biasa saja. Maka ini akan memunculkan apa yang diharapkan yaitu pelayan prima.

Dimensi Pelayanan Prima dalam Pendidikan

Untuk menelusuri dimensi mengenai pelayanan prima, tentu ada tolak ukur yang menjadi indikator bahwa pelayanan ini merupakan pelayanan prima bukan pelayanan yang biasa saja.

Indikator yang dapat menjadi alat untuk menganalisis sebuah pelayanan, bahwa pelayanan tersebut termasuk ke dalam pelayanan prima, yaitu dengan menganalisis dimensi kualitas pelayanan. Hal ini sebagaimana pendapat Parasuraman dan Zeithaml (dalam Kotler, 2007), dan dalam service quality (kualitas pelayanan) memiliki lima dimensi yang dapat dianalisis lebih lanjut yaitu tangibles (bukti fisik), relibiality (kehandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan), dan emphaty (empati).

Bukti Fisik berarti kemampuan organisasi atau lembaga dan dalam hal ini sekolah atau madrasah dalam menampilkan eksistensinya kepada pihak yang terkait dengan dunia madrasah. Dapat dilihat dari penampilan maupun kemampuan sarana dan prasarana fisik madrasah bserta lingkungan sekitarnya. Penampilan dapat dilihat dari penampilan guru dan tenaga kependidikan, fasilitas berupa gedung, lapangan, kelas, laboratorium, tempat ibadah, ruang guru dan sebagainya, ataupun perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan oleh madrasah berikut teknologi dan kemudahan yang dimiliki dalam kelancaran pembelajaran.

Kehandalan mencakup dua hal pokok yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability), sebagaimana yang diungkapkan oleh Tjiptono (2005: 69). Ketepatan waktu adalah salah satu bentuk kehandalan selain dari memberikan pelayanan sesuai janji yang diberikan dengan cepat, akurat bahkan memuaskan. Guru dan Tenaga Kependidikan yang datang sesuai waktu dan pulang tepat waktu dengan menyesuaikan ucapan dan bukti nyata maupun perbuatan, maka ini termasuk Guru dan Tenaga Kependidikan yang handal.

Daya Tanggap berarti adanya kemauan dari Guru dan Tenaga Kependidikan dalam membantu dengan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada siswa maupun stakeholder terkait madrasah. Mampu memberikan informasi yang dibutuhkan pada waktunya. Sebab apabila sebaliknya, dengan membiarkan siswa menunggu tanpa adanya penjelasan maupun alasan yang dibutuhkan akan berakibat munculnya persepsi negatif terhadap kualitas pelayanan di madrasah.

Jaminan menurut Lupiyoadi (2006: 148) berupa pengetahuan, kesopan santunan, dan kemampuan dari guru maupun tenaga kependidikan dalam menumbuhkan rasa percaya pada diri siswa maupun stake holder kepada madrasah. Dalam menumbuhkan kepercayaan mengenai jaminan dari guru dan tenaga kependidikan terdiri dari komponen – komponen berupa komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy). Apabila salah satu komponen itu hilang maka kepercayaan kepada guru maupun tenaga kependidikan akan sedikit demi sedikit menghilang. Maka tetap jaga amanah sebagai guru dan tenaga kependidikan.

Empati menjadi indikator terakhir dari indikator kualitas pelayanan. Empati sebagaimana pendapat Lupiyoadi (2006: 148) adalah pemberian perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para siswa dengan berupaya memahami keinginan siswa tersebut. Madrasah memiliki pengetahuan berkaitan dengan siswa, mau memahami kebutuhan siswa secara spesifik, dan mampu memiliki waktu berkomunikasi bagi siswa.

Prinsip Pelayanan Prima dalam Pendidikan

Dalam pelayanan prima terdapat prinsip – prinsip yang harus dipenuhi yang terdiri dari 3A yaitu Prinsip Attention (Perhatian); Prinsip Attitude (Sikap/Perilaku) dan Prinsip Action (Tindakan)[3].

Prinsip Attention (Perhatian) yang dapat diterapkan pada bidang pendidikan terutama di Madrasah adalah penampilan maupun pembicaraan guru harus menarik perhatian para orang tua maupun siswa. Apabila siswa ada kebutuhan maka guru akan mendengarkan dan memahami secara sungguh-sungguh, di samping ia pun mampu mengamati dan menghargai perilaku siswa agar lebih baik lagi.

Prinsip Attitude (Sikap/Perilaku) dapat berupa sikap yang baik sekaligus simpatik sehingga proses pelayanan dapat berlangsung dengan baik. Pada saat guru di dalam kelas, lalu dia tampil dengan busana yang bagus dan ekspresi wajah yang teduh merupakan salah satu prinsip dari proses pelayanan prima dari aspek sikap.

Prinsip Action (Tindakan) yaitu melaksanakan pelayanan prima berdasarkan tindakan yang perlu dan harus dilakukan dalam mencatat kebutuhan siswa untuk memudahkan dalam proses pembelajaran.

Pendapat David Osborne dan Ted Gabler mengenai prinsip pelayanan yang mendasar adalah dengan mengutamakan stake holder, memiliki sistem yang efektif, pelayanan dengan sepenuh hati, perbaikan sarana pra sarana atau hal lainnya dilaksanakan secara berkelanjutan dan mampu memberdayakan siswa. Adapun menurut Daryanto dan Ismanto (2018 : 119) terdapat enam prinsip pelayanan prima yaitu 1) keyakinan bahwa melayani itu ibadah; 2) memberi dahulu dan kemudian anda akan menerima ROSE (Return On Service Excellent); 3) mengerti orang lain terlebih dahulu sebelum ingin dimengerti; 4) bahagiakan dulu orang lain, kelak akan menerima kebahagiaan melebihi dari apa yang diharapkan; 5) menghargai orang lain sebagaimana diri ingin dihargai; 6) memberikan empati yang mendalam sehingga menumbuhkan sinergi.

KECERDASAN SISWA DI MADRASAH

Kecerdasan sering diidentikan dengan pintar atau prestasi. Disebut dengan prestasi apabila terdapat hasil yang ditunjukkan siswa setelah melakukan proses belajar mengajar. Akan tetapi prestasi belajar yang rendah belum tentu menunjukkan bahwa peserta didik bodoh atau memiliki IQ rendah. Kalau kecerdasan diukur hanya dengan prestasi maka seorang Howard Gardner telah mengoreksi keterbatasan cara berpikir manusia yang konvensional yang hanya menyoroti kecerdasan tunggal yaitu kecerdasan intelektual yang dapat diukur dengan tes inteligensi yang sempit dalam arti hanya melihat prestasi yang ditampilkan seorang siswa melalui ulangan/ujian di sekolah.[4]

Untuk memahami konsep kecerdasan maka perlu diperhatikan beberapa penjelasan berkaitan dengan kecerdasan yang erat kaitannya dengan prestasi maupun siswa secara individu terutama kecerdasan siswa yang terdapat di madrasah.

Hubungan Prestasi dengan Kecerdasan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya). Menurut Fathurrohman (2012: 118) prestasi adalah suatu hasil yang telah diperoleh atau dicapai dari aktivitas yang telah dilakukan atau dikerjakan. Biasanya kata prestasi diiringkan dengan kata belajar menjadi prestasi belajar. Dimana kata belajar dapat dimaknai sebagai perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan, sebagaimana menurut Sardiman (2007) yang tidak jauh berbeda dengan pendapat Slameto (2003) yang secara garis besar menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Berdasarkan pada pengertian tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi belajar sebagaimana menurut Fathurrohman (2012: 119) adalah hasil yang telah dicapai dari suatu kegiatan yang berupa perubahan tingkah laku yang dialami oleh subyek belajar di dalam suatu interaksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, melalui prestasi belajar dapat diketahui hasil yang diperoleh siswa dibandingkan siswa yang lainnya, melalui pengamatan terhadap perubahan tingkah laku siswa apakah termasuk siswa yang pandai, sedang atau kurang.

Agar dapat diketahui hubungan antara prestasi dengan kecerdasan terutama pada siswa, perlu diketahui terlebih dahulu faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi terutama dalam pendidikan formal.

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi prestasi yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Menurut Slameto, faktor internal yang mempengaruhi prestasi terdiri dari faktor jasmaniah dan faktor psikologis, sedangkan faktor eksternal terdiri dari faktor keluarga, sekolah dan masyarakat. Lebih terperinci lagi, Dalyono menjelaskan bahwa faktor internal dapat berupa kesehatan, intelegensi, bakat, minat, motivasi dan cara belajar, adapun faktor eksternal berupa keluarga, sekolah, masyarakat ditambah dengan lingkungan sekitar.

Fathurrohman (2012: 122) secara terperinci menjelaskan bahwa faktor internal yang ada pada diri siswa berupa faktor fisiologis (fisik), hal ini terutama berkaitan dengan kesehatan dan kebugaran yang dimiliki oleh siswa. Selain faktor fisik, terdapat faktor psikologis yang terdiri dari faktor kecerdasan (intelegensi), bakat, minat, perhatian, motivasi, sikap siswa. Adapun faktor eksternal dapat berasal dari faktor keluarga, terutama orang tua, karena orang tua adalah guru pertama dan utama, sedangkan sekolah adalah pendidikan lanjutan dan yang mewakili pendidikan dari orang tua. Selain itu, faktor sekolah yang terdiri dari metode pengajaran, kurikulum yang tepat, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, tata tertib yang berlaku, media yang digunakan, waktu, standar pembelajaran dengan kemampuan siswa, sarana pra sarana dan tugas yang diberikan. Demikian pula dengan faktor masyarakat yang terdiri dari aktivitas siswa di lingkungannya, sosial media, teman dan bentuk kehidupan masyarakat dimana siswa berada.

Untuk menjelaskan kaitan prestasi dengan kecerdasan, ternyata kecerdasan merupakan salah satu faktor yang berperan memunculkan prestasi. Terutama untuk faktor internal yang terdapat pada individu. Pada saat individu memiliki keahlian untuk memecahkan masalah (problem solving) dan mampu untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari[5], maka individu tersebut memiliki kecerdasan (intelegensi), dikarenakan konsep intelegensi itu abstrak dan luas maka untuk mendefinisikan kecerdasan terdapat beragam definisi.

Memahami Kecerdasan Individu Siswa

Intelegensi merupakan salah satu aspek yang penting dan sangat menentukan berhasil tidaknya seorang anak dalam belajar[6]. Akan tetapi terkadang terdapat siswa dengan intelegensi yang normal memiliki prestasi yang rendah, hal ini dikarenakan ada faktor lainnya yang mempengaruhi seperti sering sakit, malas belajar dan kurang motivasi.

Faktor kecerdasan pada siswa sering dikaitkan dengan prestasi belajar. Padahal prestasi belajar hanya salah satu indikator seseorang dikatakan memiliki kecerdasan. Prestasi belajar (achievement) sering diidentikkan dengan hasil yang diraih berupa pengetahuan, berbeda dengan hasil belajar (learning outcome) sebagai output siswa dari segi pembentukan watak. Kecerdasan tidak hanya terbatas pada hasil siswa yang berupa pengetahuan maupun pembentukan watak.[7]

Sebelum munculnya pendapat Gardner, pada tahun 1938, L.L. Thurstone telah menyatakan mengenai kemampuan intelektual spesifik atau kemampuan primer yang terdiri dari pemahaman verbal, kemampuan angka, kefashian kata, visualisasi spasial, memori asosiatif, penalaran dan kecepatan persepsi. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan terdiri dari beberapa kemampuan tidak hanya terfokus hanya kepada satu atau dua saja.

Pendapat Armstrong (2002: 2), yang mendasarkan kecerdasan manusia tidak hanya berdasarkan skor semata dan bukan sesuatu yang dapat dilihat atau dihitung, melainkan dengan ukuran kemampuan yang diuraikan sebagai berikut. (1) Kemampuan untuk menyelesaikan masalah; (2) kemampuan untuk menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk dipecahkan; (3) kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau memberikan penghargaan untuk budaya seseorang.

Pendapat tersebut ternyata yang menjadi dasar dari pendapat Gardner yang memiliki teori mengenai kecerdasan majemuk (multiple intelligences) yang mengidentifikasi penilaian secara deskriptif dimana individu menggunakan kemampuannya untuk memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu. Pendekatan Garder ini menjadi alat untuk melihat bagaimana pikiran manusia mengoperasikan dunia, baik itu benda-benda yang konkret maupun hal-hal yang abstrak. Bagi Gardner tidak ada anak yang bodoh atau pintar, yang ada adalah anak yang menonjol dalam salah satu atau beberapa jenis kecerdasan. Dan berikut adalah tabel mengenai kecerdasan majemuk (Multiple intelligences) sebagaimana pendapat Gardner.

Dr Howard Gardner, seorang psikolog dan profesor neuroscience dari Universitas Harvard, mengembangkan teori Multiple Intelligence atau bisa disebut dengan Kecerdasan Majemuk ini pada tahun 1983, pada saat itu, beliau membagi kecerdasan manusia ke dalam delapan macam kecerdasan. Kedelapan kecerdasan tersebut terdiri dari Kecerdasan Linguistik, Matematis Logis, Spasial, Kinestetik Tubuh, Musikal, Interpersonal, Intrapersonal, dan Naturalis. Dan mengenai pentingnya kecerdasan majemuk ini, Jasmine (2007: 5) berkomentar bahwa “Teori tentang Kecerdasan Majemuk adalah salah satu perkembangan paling penting dan paling menjanjikan dalam pendidikan saat ini”.

Kecerdasan sendiri menurut Gardner dalam Hoerr (2000: 11)[8] adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah atau menciptakan sesuatu yang bernilai dalam suatu budaya. Definisi ini berbeda dengan definisi kecerdasan secara tradisional. Melalui teori Gardner, kita dapat menemukan bahwa siswa-siswi memiliki keanekaragaman dan keunikan tersendiri. Maka untuk menganalisa kecerdasan melalui kecerdasan majemuk dapat memberikan pemahaman yang optimal bagaimana guru dan tenaga kependidikan dapat melayani secara prima.

Berikut penjelasan berkaitan dengan ragam kecerdasan yang ditawarkan oleh Gardner dengan beberapa penjelasannya.

Kecerdasan Linguistik merupakan kemampuan seseorang dalam mengolah kata, baik secara tulisan maupun lisan. Shearer (2004 : 4) menjelaskan bahwa “Ciri utama dari kecerdasan bahasa meliputi kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif dalam membaca, menulis, dan berbicara.

Kecerdasan Logika Matematika masih menurut Shearer (2004 : 4) meliputi keterampilan berhitung juga berpikir logis dan keterampilan memecahkan masalah. Ilmuwan, programmer, ahli matematika adalah sebagian besar profesi yang banyak digeluti oleh pemilik kecerdasan ini.

Kecerdasan Visual merupakan kemampuan seseorang dalam memersepsikan dunia visual secara tepat dan mentransformasikannya terhadap persepsi awal. Profesi yang banyak diemban orang yang memiliki kecerdasan ini adalah desainer, fotografer, arsitek.

Kecerdasan Kinestetik menurut Shearer (2004 : 5) adalah kecerdasan yang menyoroti kemampuan untuk menggunakan seluruh badan (atau bagian dari badan) dalam membedakan berbagai cara baik untuk ekspresi gerak (tarian, akting) maupun aktivitas bertujuan (atletik). Profesi yang digeluti diantaranya aktor, atlit, penari, dan sebagainya.

Kecerdasan Musikal adalah kemampuan seseorang dalam mengolah bentuk-bentuk musikal dengan mengubah, membedakan, mengekspresikan, dan memersepsikannya. Kecerdasan musikal mencakup kepekaan terhadap ritme dan tinggi rendahnya suara, perbedaan nada, mampu memainkan dan membuat lagu. Kecerdasan musikal dapat dilihat pula dari kemampuan menyanyi, mengingat melodi, memiliki kepekaan terhadap irama dan biasanya menikmati musik.

Kecerdasan Interpersonal merupakan kemampuan seseorang untuk memahami, memersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, serta perasaan orang lain. Orang dengan kecerdasan ini memiliki kepekaan terhadap ekspresi wajah, gerak tubuh dan suara orang lain, juga mampu memberikan respon positif dan efektif saat berkomunikasi. Kecerdasan interpersonal disebut pula kecerdasan sosial, karena kecerdasan ini tidak hanya memiliki kemampuan dalam menjalin hubungan baik dengan orang lain namun mampu untuk memimpin dan mengorganisir orang lain dalam sebuah ruang lingkup.

Kecerdasan intrapersonal, menurut Shearer[9] (2004 : 6) menjelaskan bahwa “Fungsi penting dari kecerdasan intrapersonal ialah meliputi penilaian diri yang akurat, penentuan tujuan, memahami diri atau introspeksi, dan mengatur emosi diri. Kecerdasan ini merupakan kemampuan seseorang memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan dengan pemahaman tersebut.

Kecerdasan Natural yaitu kemampuan untuk mengetahui dan mengelompokkan spesies flora dan fauna baik secara formal maupun informal. Orang ynag memiliki kecerdasan naturalis ditunjukkan dengan sensitifitasnya terhadap alam dan dunia sekeliling. Orang dengan kecerdasan naturalis biasanya tertarik kepada aktivitas seperti menanam tanaman, memelihara binatang atau tertarik mempelajari tentang dunia binatang dan dunia tanaman. Para penjaga kebun binatang, ahli biologi, tukang kebun, dan dokter hewan adalah diantara orang – orang yang memiliki kecerdasan naturalis.[10]

Dengan pendekatan ini, dapat kita pahami bahwa setiap individu dapat memiliki salah satu atau lebih dari kedelapan kecerdasan tersebut untuk digunakan ataupun membantu kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu, jika membatasi kecerdasan siswa-siswi hanya pada kemampuan bahasa maupun matematika, tentu ini akan menyalahi kemampuan dasar yang dimiliki setiap individu.

PENGARUH PELAYANAN PRIMA TERHADAP KECERDASAN SISWA

Pelayanan yang terdapat di Madrasah dapat diamati melalui indikator yang dapat dijadikan analisis pelayanan prima melalui pengamatan pada dimensi kualitas sebuah pelayanan yang terdiri dari tangibles (bukti fisik), relibiality (kehandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan), dan emphaty (empati).

Agar lebih memahami fenomena yang ada pada kualitas pelayanan sebuah madrasah, maka penulis menganalisa yang terjadi pada MTs Negeri Kota Cimahi, yang merupakan salah satu madrasah yang mampu bertahan dan menambah eksistensi dengan senantiasa menambah kelas hingga akhir 2021 terdapat 33 rombel (rombongan belajar) dari kelas 7 sampai dengan kelas 9 MTs.

Melalui kebijakan terkait dengan bidang pendidikan, maka jumlah siswa per kelas hanya 32 siswa, maka untuk setiap tahun, MTs mampu menampung hingga lebih dari seribu siswa untuk setiap tahun pelajaran.

Setelah mengamati hampir selama satu dasawarsa, melalui pengamatan penulis, maka MTs Negeri Kota Cimahi termasuk madrasah yang mampu memelopori kemajuan madrasah untuk tingkat Tsanawiyah, hal ini dapat diamati dari minat masyarakat yang masih banyak untuk mendaftarkan anak-anaknya ke MTs. Selain itu, output siswa yang berhasil menamatkan jenjang pendidikannya untuk tingkat MTs/SMP dan sederajat, selalu menempati presentase yang sempurna. Para siswa yang termasuk berhasil menamatkan pendidikan dari MTs Negeri Kota Cimahi selalu dapat menempati sekolah lanjutan yang baik bahkan terbaik, seperti SMA, MA, maupun SMK favorit di kota Cimahi maupun kota sekelilingnya, seperti Bandung, Bandung Barat dan lainnya.

Apabila mendatangi MTs Negeri Kota Cimahi maka pertama kali akan disuguhi tampilan dan deretan piala-piala sebagai prestasi dari tahun ke tahun dari siswa-siswa MTs Negeri Kota Cimahi baik tingkat kota, provinsi maupun nasional. Melalui keinginan berkompetisi dan kompetensi yang dimiliki para siswa, prestasi yang dimiliki oleh madrasah dapat diraih.

Fenomena keunggulan dan kemajuan yang dimiliki sebuah madrasah tentu ada motivator yang mendorong ke arah kemajuan tersebut. Madrasah melalui indikator kualitas pelayanan dapat diamati sejauhmana dampak pelayanan terhadap keberhasilan sebuah madrasah dalam ‘melahirkan’ siswa-siswa yang berkualitas yang ditunjukkan dengan aspek kecerdasan atau intelegensia yang dimiliki.

Dimensi Tangible : Bukti Fisik Madrasah

MTs Negeri Kota Cimahi melalui penampakan yang dapat diamati, termasuk madrasah yang memiliki sarana dan prasarana yang menjadi unggulan dan mampu bersaing dengan madrasah lainnya baik skala wilayah kota maupun secara nasional. Bahkan terdapat madrasah yang mampu meningkatkan kualitas pelayanannya setelah adanya studi banding ke MTs Negeri Kota Cimahi.

Fasilitas gedung yang ada dua lantai dengan 33 kelas, 1 UKS, 1 Perpustakaan, 4 Laboratorium, 1 ruang Kepala Madrasah, 1 ruang Tata Usaha, 2 ruang OSIS dan organisasi siswa lainnya ditambah dengan 1 Masjid sebagai ruang praktik ibadah, menjadi keunggulan dalam dimensi bukti fisik yang dapat diamati. Tentu ini menunjukkan bahwa siswa maupun guru dan tenaga kependidikan dapat menikmati lokasi untuk beraktivitas tanpa kendala ruangan.

Fasilitas penunjang untuk belajar dan mengajar bagi civitas akademi yang ada MTs dapat digunakan untuk memudahkan dalam aktivitas selain belajar, seperti tempat untuk penelitian, ibadah, literasi, dan komputasi.

Selain gedung, maka lapangan yang terdiri dari dua lapangan yang luas menjadi fasilitas yang mampu memberikan ruang untuk berolahraga dan tempat bersosialisasi antar siswa dengan ruang terbuka hijau dan tempat duduk yang memadai.

Dimensi Relibiality : Kehandalan Madrasah

Kehandalan madrasah sebagaimana dimensi reability dari pelayanan prima tertuju kepada konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability) dari guru dan tenaga kependidikan yang terdapat di madrasah. Konsistensi kerja salah satunya dapat diamati dari ketepatan waktu dari pihak madrasah. Ketepatan waktu pada madrasah berkaitan dengan jam masuk dan jam keluar madrasah, ditambah jam masuk dan keluar dari kelas. MTs Negeri Kota Cimahi tidak memiliki kendala dalam kedisiplinan untuk tepat waktu, karena telah menjadi komitmen dari setiap guru dan tenaga kependidikan sebagai ASN (Aparatur Sipil Negara) yang harus absensi setiap harinya.

Selain ketepatan waktu, konsistensi kerja (performance) dapat diamati dari pelayanan yang diberikan oleh pihak madrasah. Pelayanan dari pihak madrasah ini disesuaikan dengan komitmen yang diberikan oleh Madrasah untuk setiap orang tua dan siswa pada saat pertama kali masuk madrasah hingga selesainya pendidikan di madrasah. Untuk MTs Negeri Kota Cimahi telah mampu memberikan pelayanan dari pihak guru maupun tenaga kependidikan dan pelayanan diberikan seefektif mungkin, keakuratan pelayanan telah sesuai sebagaimana yang dibutuhkan oleh setiap siswa, dan demi kepuasan dari pihak orang tua dan siswa maka disediakan waktu untuk dapat berkonsultasi dan berkomunikasi dengan pihak terkait mengenai permasalahan dan keluhan yang dirasakan.

Realisasi yang berkaitan dengan visi, misi dan slogan yang terdapat di MTs Negeri Kota Cimahi mampu berkesesuian. Hal ini yang dapat menyatakan mengenai kehandalan Madrasah dengan ditunjukkan dengan janji yang sesuai bukti dan kata sesuai fakta.

Dimensi Responsiveness : Daya Tanggap Madrasah

Daya tanggap madrasah terlihat dari adanya kemauan Guru dan Tenaga Kependidikan dalam membantu dengan memberikan pelayanan dengan cepat dan tepat. Kecepatan berkaitan dengan penggunaan waktu dan ketepatan berkaitan dengan aktivitas yang dilakukan untuk diselesaikan. Daya tanggap madrasah ini ditujukan kepada siswa maupun stakeholder madrasah ini berkaitan dengan kurikulum pembelajaran, pembagian kelas, jadwal pelajaran, kegiatan-kegiatan madrasah yang mesti diikuti dan permasalahan terkait administrasi siswa. Pada saat madrasah dengan kemampuan guru dan tenaga kependidikannya untuk memberikan informasi yang dibutuhkan tepat waktu maka akan memudahkan siswa dalam pembelajarannya.

Madrasah melalui daya tanggap yang diberikan kepada siswa dan orang tua mencegah dari munculnya persepsi negatif sebagai akibat dari lambatnya informasi berkaitan dengan pelayanan madrasah. Maka kualitas pelayanan sebagaimana yang madrasah berikan dengan pelayanan dalam informasi yang tepat untuk kelancaran pembelajaran, salah satu dimensi yang menunjukkan kualitas pelayanan bisa dikatakan termasuk pelayanan prima.

Dimensi Assurance : Jaminan Madrasah

Madrasah mampu memberikan jaminan dalam arti mampu meningkatkan rasa percaya dari siswa maupun orang tua ataupun stake holder terhadap madrasah melalui pengetahuan, kesopan santunan, dan kemampuan yang dimiliki oleh guru maupun tenaga kependidikan. Adapun komponen-komponen yang menjadi landasan dalam penilaian terkait dengan jaminan madrasah terdiri dari komponen komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy).

Komponen komunikasi yang dimiliki madrasah terdapat pada guru sebagai garda terdepan terutama di saat diberikan tugas tambahan sebagai Wali Kelas. Komunikasi dengan orang tua merupakan jalan utama dalam menstimulasi kemajuan peserta didik. Untuk MTs Negeri Kota Cimahi, peran Wali Kelas menjadi ujung tombak silaturahmi yang erat antara madrasah dengan pihak orang tua.

Berkaitan dengan komponen kredibilitas madrasah, maka berkaitan dengan komponen kualitas, kapabilitas, atau kekuatan untuk menimbulkan kepercayaan dari pihak madrasah. Tentu hal ini berkaitan dengan individu yang berperan dalam membangun madrasah. Kualitas guru dan tenaga kependidikan yang sesuai dengan kemampuan di bidangnya masing-masing tentu akan memunculkan kepercayaan akan kredibilitas guru dan tenaga kependidikan. Kekuatan yang dimiliki madrasah berdasar dari etos kerja yang dimiliki, sehingga ruang madrasah diisi dengan aktivitas dan sinergi yang mencirikan karakteristik madrasah untuk lebih baik, dan lebih baik madrasah. Hal ini tentu dalam rangka mensejajarkan madrasah dengan sekolah umum, bahkan lebih.

Adapun MTs Negeri Kota Cimahi terdiri dari puluhan guru dengan tenaga kependidikan yang jumlahnya dapat melancarkan aktivitas dan sinergisitas antar masyarakat madrasah. Tentu hal ini, meningkatkan kredibilitas madrasah yang selama bertahun-tahun sejak berdirinya terus mengalami perkembangan hingga terdiri dari 33 rombel pada tahun 2021. Terlihat kualitas, kapabilitas dan kekuatan yang dimiliki MTs Negeri Kota Cimahi untuk menjadi kredibel di tengah persaingan dunia pendidikan yang terus berlari dan mendaki. Melalui kredibilitas yang dimiliki ini, maka jaminan madrasah untuk melahirkan lulusan MTs yang terbaik dapat dipenuhi.

Komponen selanjutnya, dalam dimensi jaminan madrasah adalah keamanan. Keamanan yang mesti ada pada madrasah adalah untuk mewujudkan lingkungan madrasah yang aman, tertib dan nyaman. Selain dari itu, untuk mewujudkan keamanan, ketertiban dan keselamatan seluruh civitas akademik madrasah dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di madrasah. MTs Negeri Kota Cimahi dalam bidang keamanan telah menyediakan satpam sebagai penjaga gerbang sebelum memasuki madrasah. Agar ada persiapan yang dilakukan bagi setiap siswa yang akan masuk kelas masing-masing. Selain keamanan, maka ketertiban dan kenyamanan berperan dalam dimensi jaminan madrasah untuk pelayanan yang prima, terutama dari aspek psikologis siswa dalam belajar maupun guru dalam mengajar.

Komponen jaminan madrasah selanjutnya, terkait dengan aspek kompetensi dan sopan santun yang diterapkan di madrasah. Berkaitan dengan aspek kognitif dan afektif yang dimiliki oleh guru dan tenaga kependidikan. Beberapa madrasah menekankan agar guru maupun tenaga kependidikan untuk melanjutkan pendidikan hingga S-2 maupun S-3. Hal ini berperan dalam menumbuhkan pengetahuan bagi guru maupun tenaga kependidikan sehingga taraf keilmuan sesuai dengan tuntutan zaman dan perubahan. Adapun aspek afektif atau sopan santun, maka menjadi warna tersendiri bagi sebuah madrasah dalam memberikan contoh teladan bagi para siswa. Hal ini pun yang berlaku bagi MTs Negeri Kota Cimahi dalam memberikan pelayanan dalam bidang akademik maupun administratif melalui pendekatan yang humanis terutama dengan sopan santun yang menjadi penampilan keseharian.

Dimensi Emphaty : Empati Madrasah

Empati madrasah berarti pemberian perhatian dari madrasah kepada para siswa dengan rasa tulus baik bersifat individual (pribadi) dari guru maupun tenaga kependidikan. Empati madrasah berupa kemampuan madrasah untuk mengetahui kebutuhan yang berkaitan dengan siswa, baik umum maupun spesifik. Madrasah mampu memiliki waktu untuk berkomunikasi dengan siswa. Empati madrasah dapat terwujud melalui peran guru dan tenaga kependidikan yang diharuskan untuk berempati. Memiliki kepedulian terhadap orang lain dan merasakan apa yang dirasakan merupakan inti dari rasa empati. Demikian pula empati yang terdapat pada MTs Negeri Kota Cimahi dalam memahami, memenuhi dan berkomunikasi berkaitan dengan kebutuhan para siswa telah dibangun setiap hari melalui pembelajaran, pemenuhan administrasi dan fasilitas yang tersedia.

KESIMPULAN

Setelah memahami komponen yang harus dimiliki di dalam pelayanan prima, terutama pelayanan prima madrasah terkait guru dan tenaga kependidikan terhadap stake holder yang ada, terutama siswa-siswi. Maka melalui komponen yang telah dijelaskan, menunjukkan realitas yang menguatkan bahwa pelayanan prima dapat melahirkan siswa-siswi yang cerdas. Melalui proses yang dilaksanakan oleh madrasah dalam kesehariannya terutama dalam pembelajaran, maka komponen pelayanan prima yang ada di MTs Negeri Kota Cimahi yang sudah tersedia dan ada menunjukkan bahwa pelayanan prima menjadi aktivitas keseharian madrasah.

Adapun hubungan pelayanan prima dengan kecerdasan siswa dari MTs Negeri Kota Cimahi dapat ditinjau dari output siswa-siswi yang melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya, mencapai 100 persen. Selain itu, siswa-siswi yang melanjutkan dapat bersaing dengan madrasah maupun sekolah lainnya, sehingga banyak yang dapat masuk ke sekolah-sekolah favorit.

Hubungan pelayanan prima dengan kecerdasan dapat ditinjau dari kepuasan para guru dalam menghasilkan evaluasi dan penilaian bagi tiap siswa – siswi yang mampu menghasilkan lulusan yang naik hampir 100 persen. Tidak adanya tuntutan dari orang tua dan stake holder lainnya, menjadi indikator bahwa pelayanan prima yang diberikan oleh MTs Negeri Kota Cimahi mampu meningkatkan kecerdasan, hal ini terutama hasil yang diraih oleh para siswa maupun siswi.

DAFTAR PUSTAKA

Arief. (2007). Pemasaran jasa dan Kualitas Pelayanan (Bagaimana Mengelola Kualitas Pelayanan Agar Memuaskan Pelanggan). Malang: Bayumedia Publishing.

Fathurrohman, M. & Sulistyorini. (2012). Belajar dan Pembelajaran Membantu Meningkatkan Mutu Pembelajaran sesuai Standar Nasional. Yogyakarta: Teras.

Hoerr, T.R. (2007). Buku Kerja Multiple Intelligences. Cet ke-1. Bandung: Penerbit Kaifa.

Lupiyoadi, Rambat dan A. Hamdani. 2006. Manajemen Pemasaran Jasa, Edisi 2. Salemba Empat, Jakarta.

Mulyawan, R. (2016). Birokrasi dan Pelayanan Publik. Bandung: UNPAD Press.

Retno, Devita (tt, tb). “Kecerdasan Naturalis – Karakteristik – Tokoh” (Diakses 21 Desember 2021 dari : https://dosenpsikologi.com/kecerdasan-naturalis)

Shearer, C.B. (2004). Multiple Intelligences After 20 Years. tt: Teacher College Record

Tjiptono, Fandy. (2005). Service, Quality, Satisfaction. Yogyakarta: ANDI.

Tokan, P. R. I. (2016). Sumber Kecerdasan Manusia. Indonesia: Grasindo.

Zaiful Rosyid, Moh., dkk. (2019). Prestasi Belajar. Malang: CV. Literasi Nusantara Abadi.

Direktorat KSKK Madrasah. (2020). Bedah KI-KD dalam KMA 183 (Madrasah Tsanawiyah). Kementerian Agama Republik Indonesia.

KMA 183 Tahun 2019 Plus Daftar Isi

[1] Rahman Mulyawan, Birokrasi dan Pelayanan Publik, (Bandung: UNPAD Press, 2016), 32.

[2] Ibid.

[3] Eko Subadri dan Hendrawan Prasetyo, Pelayanan Prima bagi Pelanggan dan Kolega, (Klaten: Saka Mitra Kompetensi, 2019), hlm. 4.

[4] P. Ratu Ile Tokan, Sumber Kecerdasan Manusia, (Jakarta: Grasindo, 2016), hlm. 18.

[5] Jhon W. Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008, Cet ke-2), 134.

[6] Muhammad Fathurrohman & Sulistyorini, Belajan dan Pembelajaran Membantu Meningkatkan Mutu Pembelajaran sesuai Standar Nasional, (Yogyakarta: Teras, 2012), 123.

[7] Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam, Depag 2009), hlm. 12. dalam Zaiful (2019: 6)

[8] Thomas R. Hoerr, Buku Kerja Multiple Intelligences, (Bandung: Penerbit Kaifa, 2007, Cet ke-1), hal. 11.

[9] Shearer,C.B., MultipleIntelligences After 20 Years, (tt: Teacher College Record, 2004), hal. 6.

[10] Retno, Devita (tt, tb). “Kecerdasan Naturalis – Karakteristik – Tokoh” (Diakses 21 Desember 2021 dari : https://dosenpsikologi.com/kecerdasan-naturalis)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap ulasannya.

11 May
Balas

Terima kasih pa

12 May



search

New Post