Memberi sarapan pada keluarga si Belang adalah rutinitas pertama yang kami lakukan sebelum mengeluarkan kendaraan dari garasi. Jika tidak, maka anak-anak si Belang akan terpancing masuk dan bersembunyi sehingga butuh waktu untuk membujuknya keluar sementara aktivitas pada pagi hari sangat padat.

Ngeong....ngeong.....tiba-tiba terdengar suara dari balik pagar. Seekor anak kucing yang menggemaskan berkulit putih namun setiap ujung hidung, telinga, kaki, dan ekornya berwarna abu-abu terlihat sendirian ketika aku membuka pintu pagar. Dia tidak langsung masuk tetapi menatapku seakan meminta persetujuanku. Aku tersenyum dan mendekatinya untuk membelainya ....hmmm....kucing manis, aku menggumam. Kugendong dia masuk dan meletakkannya di dekat keluarga si Belang yang sedang menikmati sarapannya. Ngeong.... dia sepertinya mengucapkan salam dan si Belang mendekat, mencium dan kemudian menjilatinya. Ngeong.... akhirnya dia bergabung untuk sarapan. 

Si Pubu (Putih Abu-abu) nama yang kami berikan terlihat berlarian dengan anak-anak si Belang menuju ke pintu pagar seakan menjemput kami sepulang kerja. Masya Allah sungguh pemandangan yang menyejukkan hati. Sesaat kemudian, mereka kembali berlarian menuju si Belang dan disambut dengan belaian berupa jilatan. Menyaksikan pemandangan ini, aku terpaku sejenak. Begitu mudahnya si Belang menjadi ‘induk sambung' dari anak kucing lain dan memperlakukannya seperti anak kandungnya sendiri. Andai kita manusia dapat melakukan hal yang sama, tentu tidak ada anak manusia yang terlantar. Aku menghela nafas kemudian mendekati si Belang, membelainya dan mengucapkan terima kasih.

Ponrangae, 19 Februari 2021