Haifa Nadwatul Umah Nidaturramdani

Guru IPA SMP Negeri 131 Jakarta...

Selengkapnya
Navigasi Web
MENUNGGU KEENAN TantanganGurusiana Hari ke-31

MENUNGGU KEENAN TantanganGurusiana Hari ke-31

MENTOR KELAS

Beberapa hari kemudian setelah kami menjenguk Keenan, ia resmi menjadi salah satu siswa di kelas khusus bersama kami. Kini jumlahnya tidak lagi sepuluh, tetapi sebelas siswa. Kesebelasan ini mewarnai perjuangan anak bangsa demi menggapai asa.

Fasilitas belajar jauh dari lengkap, tidak sesuai dengan apa yang dibayangkan dan diharapkan saat MTs. Sudah tentu fasilitas saat MTs jauh lebih baik dan lengkap, meski begitu, kami dibimbing oleh guru-guru yang luar biasa. Hal tersebut membantu kami menjadi lebih kreatif dan inovatif. Kami tidak menemui laboratorium yang memadai di sekolah, maka kami memanfaatkan alam sebagai laboratorium. Pembelajaran biologi sering kami lakukan di alam langsung, kadang di sungai, di sawah, dan kadang juga di kebun. Sekolah jadi lebih menyenangkan dan bermakna.

Ketika aku masih MTs sekitar tahun 2008, ada sebuah film bagus dan inspiratif berjudul Laskar Pelangi. Film ini diadaptasi dari sebuah novel karya Andrea Hirata. Kini kisah dalam film itu benar terjadi pada kehidupanku. Semangat belajar harus senantiasa dikobarkan meski siswanya berjumlah sedikit, kurangnya fasilitas yang memadai, dan jauh dari pusat kota. Kesuksesan bukan hanya milik orang-orang yang bersekolah di kota-kota besar, tetapi juga di seluruh pelosok daerah. Setiap orang mempunyai kesempatan untuk sukses.

Semangat kami yang berkobar-kobar itu sedikit demi sedikit mulai redup. Tiga bulan terakhir di tahun ajaran ini, intensitas pertemuan kami dengan guru-guru kami telah berkurang. Beberapa guru mulai merasa berat untuk mengajar kami disebabkan letak kelas kami yang terpisah dari sekolah. Guru yang mengajar harus datang ke kelas kami di asrama saat ada jam mengajar. Belum lagi guru-guru yang mengajar kami dari sekolah lain membutuhkan lebih banyak waktu untuk bisa sampai di kelas kami. Bukan hanya masalah jarak dan letak kelas, beberapa ustadz favorit kami harus melanjutkan studi dan berangkat ke luar negeri. Ada juga seorang ustadz yang menikah dan mengundurkan diri karena harus fokus mengurus pesantren milik keluarga istrinya. Hal seperti ini memang kemungkinan besar terjadi mengingat keputusan Pak Utsman yang mendadak untuk mengadakan kelas khusus ini, sehingga masih kurang persiapan dalam berbagai hal.

Topik sang ketua kelas harus segera mengambil langkah untuk menyikapi permasalahan ini. Siang itu selepas shalat dzuhur, jam pelajaran kosong seperti biasa, Topik memulai rapat kelas untuk menemukan solusi, paling tidak untuk sementara waktu ini.

“Teman-teman, kita harus membicarakan permasalahan kita sekarang. Adakah yang punya solusi?” Topik memulai diskusi.

“Iya benar, kita tidak bisa terus menurus seperti ini, setiap harinya paling ada satu atau dua guru saja yang datang, pernah juga kan waktu itu seharian gak ada guru yang datang.” Isti yang sedari tadi hanya tidur-tiduran di kelas mulai angkat bicara.

“Apa kita harus menyiapkan jadwal antar jemput guru? Jadi nanti kita sendiri yang jemput guru di SMA naik motor. Seperti bu Neneng, beliau kan tidak bisa bawa motor.” Sami mulai menyampaikan solusi.

“Yaiyalah berat bawa motor mah, Keenan yang gede aja ga bakal bisa hahaha.”

“Ett si Faqih malah bercanda nih anak.” Isti memprotes Faqih.

“Udah-udah, boleh juga tuh buat jadwal anter jemput guru. Jadwalnya samain aja sama jadwal piket kelas deh. Nah gimana buat ngisi kekosongan pelajarannya ustadz Hafidz, ustadz Zaka, sama Ustadz Abdullah. Oya sama pelajaran fisika juga gurunya hampir ga pernah dateng lagi” Hani mulai menanyakan kegelisahannya tentang jam kosong.

“Bentar deh, enak banget tuh yang piket antar jemput hari Jumat, yang ngajar ustadz semua, ustadz Ali kan ada di asrama. Aku ga bisa piket antar jemput guru ya soalnya ga bisa nyetir motor.” Akbar berkata sambal cengengesan.

“Yasudah nanti yang antar jemput guru berarti aku, Topik sama Faqih aja. Perempuan gak usah ya. Biar nanti jadwalnya kita bertiga aja yang atur” Keenan memberi solusi yang langsung disetujui oleh semua siswa.

“Nah untuk masalah kekosongan guru ini, kita adain aja program mentor oleh teman. Jadi misal ya Keenan kan jago Bahasa Arab, nanti dia yang ngajar Bahasa Arab. Hani jadi mentor Bahasa Inggris, Sami jadi mentor matematika dan seterusnya yang mau jadi mentor boleh daftar ke Topik deh ya.” Aku memberi solusi.

“Haura jadi mentor fisika ya. Oke nanti boleh daftar ke aku yang mau jadi mentor atau nanti aku tentuin aja kalo kelamaan ya.” Topik menanggapi.

“Oke boleh lah, ide bagus tuh. Jadi nanti para mentor harus mempersiapkan diri belajar lebih awal ya.” Keenan mempertegas.

“Besok deh jadwalnya udah siap. Oke makasih ya teman-teman, kita harus tetap semangat belajar dan saling mendukung ya.” Topik menutup diskusi.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Tulisan yang inspiratif. Semoga makin sukses teman gurusianer

17 Jun
Balas



search

New Post