M Agus Sulaiman

Pamong Belajar Ahli Muda di wilayah kerja Papua dan Papua Barat...

Selengkapnya
Navigasi Web
Apakah Sekolah Menjadi Pembuat Produk Kasta Sosial?

Apakah Sekolah Menjadi Pembuat Produk Kasta Sosial?

Oleh: M. Agus Sulaiman, S.Pd*

Seperti judul diatas untuk memaknainya harus sangat mendalam. Hal ini menjadi beberapa pertanyaan yang sudah umum menjadi pertanyaan selain sekolah menjadi kapitalis, sekolah hanya untuk orang kaya, orang miskin dilarang sekolah dan masih banyak yang lainnya. Hingga dari zaman penjajahan sampai sekarang pendidikan menjadi barang yang mewah dan tidak mudah untuk manusia di bawah kasta mendapatkannya sampai Kartini menjelaskan tentang konsep kesetaraan gender dan mampu mengangkat perempuan yang pada waktu itu hidupnya hanya berkutat di dapur, di sumur dan di kasur, hingga perempuan pun mendapatkan hak pendidikan.

Memasuki era millennial ini sudah tidak zamannya lagi sekolah hanya didapat di ruangan kelas bahkan beberapa lembaga pendidikan menyediakan ruang-ruang digital sehingga mudah untuk peserta didik mengaksesnya. Lain halnya jika saja masyarakat yang tidak bisa mendapatkan akses internet yang mudah seperti di daerah pedalam Indonesia, mereka tetap menempuh jalan ber kilo-kilo melewati bukit, sungai hingga jembatan yang putus demi merubah nasib mereka kedepan lebih baik. Pendidikan sudah diyakini menjadi alat yang merubah manusia menuju ke arah yang lebih baik.

Masih ada paradigma yang berkembang di masyarakat bahwa kalau sekolah yang menerapkan biaya yang sangat mahal maka output yang diterima juga memuaskan. Ya, benar itulah yang mungkin yang berkembang di perkotaan dengan pendidikan yang menerapkan banyaknya jam-jam ekstra kurikuler yang menarik, pra sarana yang memadai, guru-guru didatangkan dari luar negeri dan lain sebagainya sebagai jaminan bahwa sekolah ini indikatornya akan mencetak lulusan yang sangat prestisius. Bertolak belakang dengan sekolah-sekolah yang ada di daerah 3 T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) mereka hanya mengandalkan satu guru yang mempunyai tanggung jawab beberapa mata pelajaran dan akan dipaksa untuk mengetahui bidang yang mungkin bukan bidangnya, kadang pelajaran dimulai pukul 10.00, jumlah murid yang hanya bisa dihitung jari dan sangat jauh dari kata prestisius, keadaan sekolah ini layaknya seperti film Laskar Pelangi.

Benar saja bahwa dimana sekolah itu bertempat dan dikelola maka akan membentuk masyarakat ditempat itu pula dengan kearifan lokalnya. Akan tetapi tidak kah kita tahu bahwa sekolah pertama bagi anak-anak itu adalah Ibu. Peran Ibu lah yang penting membentuk karakter peserta didik dimana pun dia berada dan kembali ke kesimpulan bahwa bagaimanapun mewah dan tingginya pendidikan seseorang jika tidak pernah mendapatkan pendidikan dirumah oleh ibunya kemungkinan tidak mempunyai karakter.

Secara kesimpulan bahwa anak yang diberikan didikan oleh ibunya akan mengarah pada kasta seseorang, kasta dengan tingkatan manusia yang berilmu dan berpengetahuan tinggi, yaitu tingkatan dimana nantinya dia akan hidup menjadi apa nantinya. Harapannya adalah manusia yang bisa memberikan manfaat bagi yang lainnya dan manusia yang memanusiakan manusia. Coba kita lihat kisah Thomas Alva Edison sang penemu bola lampu, dahulunya dia dikeluarkan oleh sekolah karena tidak mampu menerima pelajaran akan tetapi seorang ibu memfasilitasi Thomas ini yang dirinya seorang keingin tahuannya sangat tinggi dengan laboratorium mini dirumahnya hingga kita kenal sekarang Thomas Alva Edison mempunyai 1000 lebih hak paten bidang ilmu pengetahuan dan salah satunya yang kita nikmati sekarang ini dunia ketika malam menjadi bercahaya oleh lampu.

Tidak menutup mata memang dewasa ini bahwa dengan semakin bagusnya sarana dan prasarana pendidikan dan ditunjang dengan tenaga pendidik yang berkualitas menghasilkan peserta didik yang berkualitas, sehingga bisa mengangkat nama sekolah itu menjadi bergengsi tinggi menjadi rujukan para orangtua untuk menyekolahkan putra-putrinya menempuh pendidikan disitu. Pendidikan peranannya sangat vital dalam mengubah peradaban manusia seiring waktu pendidikan menjadi komoditas karena perlunya tenaga pendidik yang mencapai tingkat kompetensi dan kualifikasinya sehingga perlu untuk dihargai.

*Penulis adalah Pamong Belajar BP-PAUD dan Dikmas Papua

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Informatif. Barakallah.

02 Apr
Balas

pak @Wahyu MH.......aktif di media gurusiana selalu.., Barokallahu fik aidhon

03 Apr



search

New Post