Hari Prasetio

Lahir di Cilacap 25 Maret 1967. Lulusan SDN 1 Karangtalun Cilacap (1980), SMPN 4 Cilacap (1983), SMAN 1 Cilacap (1986). Alumni Universitas Sebelas Maret Sur...

Selengkapnya
Navigasi Web
PPDB dan Anak Penjual Kangkung

PPDB dan Anak Penjual Kangkung

Beberapa tahun yang lalu, pak Chandra mendapat tugas sebagai panitia PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) di sekolahnya. Biasanya menjelang tahun pelajaran baru, kegamangan selalu menyertai banyak orang tua, dimulai dari dana yang harus dibayar oleh orang tua, hingga masalah batas nilai untuk mendapat sebuah kursi di sekolah negeri favorit.

PPDB adalah kunci, pintu awal seorang siswa akan diantarkan memasuki pintu gerbang kehidupan di masa depan. Meski bahwa dengan sekolah tidak bisa dijamin kehidupan seseorang kelak, akan tetapi ada mitologi yang tertanam dalam lubuk hati masyarakat luas telah menobatkan sekolah sebagai ambang harapan, terbaca disekolahnya, seakan-akan terbuka asumsi ke depan seorang siswa akan menjadi apa.

Walaupun sistem PPDB didasarkan pada seleksi perolehan nilai Ujian Nasional (UN) dan Ujian Sekolah (US) dengan pembobotan yang diatur dalam petunjuk pelaksanaan teknis PPDB pada setiap awal tahun pelajaran, namun dibandingkan berbagai kegiatan sekolah yang lain PPDB paling rawan intervensi dan mendapat tekanan dari masyarakat luas. Seakan-akan PPDB mempunyai kedudukan yang istimewa, karena PPDB berada pada posisi tarik ulur antara sekolah dengan orang tua siswa. PPDB tidak bersifat kedap oleh banyak pertimbangan. Ada celah-celah tertentu betapapun kecilnya yang bisa mempengaruhi sikap keteguhan sekolah dalam mengambil keputusan akhir, akan diterima tidaknya siswa itu.

Dalam setiap tahun ada kurang lebih 150 siswa mendapatkan BSM (Bantuan Siswa Miskin) atau sekitar 10% dari jumlah siswa sekitar 1500 siswa. Untuk menentukan 150 siswa yang mendapat BSM dibentuk tim yang bertugas untuk melakukan verifikasi dan survey lapangan, supaya BSM tepat sasaran. Tim BSM mendapat data awal dari panitia PPDB terutama data tentang pekerjaan orang tua calon siswa.

PPDB harus obyektif, transparan, akuntabilitas dan tidak diskiminatif. Obyektif berarti berdasarkan fakta yang ada sesuai dengan perolehan nilai calon siswa, transparan berarti menggunakan sistem yang diketahui oleh masyarakat secara umum dalam prosedur kerjanya. Penuh akuntabilitas berarti seluruh langkah kerja dari panitia PPDB dapat dipertanggung jawabkan dan tidak diskriminatif berarti menyamakan harkat bagi kemanusiaan per individu.

Pak Chandra mendapat tugas kepanitiaan PPDB untuk mendata latar belakang calon siswa terutama mengenai pekerjaan orang tua supaya seleksi siswa tidak diskriminatif. Tidak mendahulukan putra “orang besar” (baca titipan) sebagai prioritas pertama diterima dan menempatkan “orang-orang pinggiran” nasibnya di urutan terakhir. Harusnya sekolah bersifat terbuka hingga aplikasinya dipersilahkan agar dapat dikontrol langsung oleh orang tua calon siswa.

Hal ini penting untuk memetakan siswa pada kelompok yang orang tuanya mampu dan kelompok orang tuanya yang tidak mampu. Pada PPDB beberapa tahun yang lalu calon siswa belum membawa surat keterangan tidak mampu dari desa/kelurahan, tetapi surat itu bisa dibawa apabila siswa yang bersangkutan telah diterima pada awal semester I.

Pada hari pertama pendaftaran siswa baru, pak Chandra mendapati seorang siswa bernama Arina Manasikana yang menuliskan pekerjaan orang tua adalah penjual kangkung. Setelah mendata pak Chandra berkata dalam hati, inilah calon penerima BSM dan segera dimasukkan pada blangko daftar calon penerima BSM.

Beberapa bulan setelah siswa diterima, dimulailah pendataan siswa baru calon penerima BSM. Nama Arina sudah masuk dalam daftar penerima BSM, setelah ditambah data siswa miskin dari guru-guru wali kelas X. Hari itu mulai dipanggil satu per satu siswa calon penerima BSM. Giliran Arina dipanggil, Arina tampak bingung mengapa dirinya dipanggil. Ada apa pak saya dipanggil?..., tanya Arina. Kamu akan didata sebagai calon penerima BSM….., kata pak Andi. Apa betul nama orang tuamu pak Abdullah?....., betul pak!, jawab Arina. Pak….tapi saya tidak mau menerima BSM….pak, kata Arina sambil agak kesal. Ya…ya… sudah, sekarang kamu boleh masuk kelas lagi….!, perintah pak Andi.

Setelah itu pak Andi berkordinasi dengan tim survey untuk dilakukan home visit ke alamat pak Abdullah yang jaraknya cukup jauh dari sekolah kurang lebih 20 km. Hari itu juga tim survey meluncur ke alamat itu. Kurang lebih 30 menit sampailah tim ke rumah pak Abdullah, setelah tim bertanya alamat itu kepada tetangganya yang punya warung di pertigaan jalan dekat rumah Arina.

Baru di depan rumah Arina, tim sudah terkejut, karena rumah pak Abdullah tergolong rumah yang paling mewah di antara rumah tetangganya. Terlihat berjajar kendaraan truk di samping rumahnya. Kata seorang tetangganya, betul kalau pak Abdullah itu orang tuanya Arina adalah penjual kangkung. Tapi sekali menjual kangkung 4 sampai 5 truk ke Jakarta, itupun dalam 1 minggu bisa 2 sampai 3 kali truk-truknya ke Jakarta. Pak Abdullah juga memiliki lahan sawah untuk menanam kangkung kurang lebih 5 hektar dengan karyawan lebih dari 20 orang. Setelah mendapatkan informasi dari tetangganya, tim survey tidak jadi bertamu ke rumah pak Abdullah. “Oooo....pantas saja Arina menolak mendapatkan BSM…”, gumam tim yang home visit saat itu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post