Harisman

Seorang pendidik yang masih belajar

Selengkapnya
Navigasi Web
Lato-lato Menghipnotis Anakku

Lato-lato Menghipnotis Anakku

Lato-lato Menghipnotis Anakku

 

“Ayah, aku mau lato-lato!” pinta anakku dengan ekspresi wajah yang memelas.

 

“Arka, kok kamu tau lato-lato?” tanyaku keheranan. Karena usia anakku baru menginjak lima tahun sudah tahu dan ingin lato-lato.

 

“Ziel tadi beli lato-lato, ayah. Belinya di abang Asep,” jawab anakku sambil terus berharap bisa punya lato-lato seperti temannya.

 

Teman anakku namanya Ziel usianya di bawah usia anakku. Ternyata dia sudah punya lato-lato dan suka dimainkan di depan anakku. Dia membelinya di abang-abang mainan yang suka lewat depan rumahku.

 

Namanya Abang Asep tukang jualan mainan anak-anak. Hampir setiap hari Abang Asep jualan keliling dan lewat depan gang rumahku. Si Abang berjualan menggunakan sepeda motor yang isinya ada mainan anak-anak, asesoris untuk anak-anak, bahkan ada asesoris untuk ibu-ibu.

 

Sekarang ini memang senang trending yang namanya lato-lato. Mainan tersebut sebenarnya mainan jadul yang dulu pernah aku mainkan pada masa kecil. Namun, entah kenapa sekarang kembali trending?

 

Ketika aku membuka medsos (media sosial) baik FB (facebook), IG (instagram), dan bahkan di story WA (Whatsapp) banyak yang mengupdate video orang yang sedang memainkan lato-lato. Bunyi sangat khas, “tek-tek-tek-tek”

 

Selain melihat dari temannya, anakku ternyata sering menonton orang yang memainkan lato-lato di youtube. Anakku merasa terhibur, karena di dalam tayangannya banyak atraksi hebat yang ditampilkan. Ada yang sambil jalan-jalan, sambil makan, bahkan ada yang sambil tiduran.

 

“Ayah sini lihat, ada lato-lato ayah. Bagus ayah! Arka mau, Ayah!” anakku memanggil dengan memperlihatkan video youtube anak kecil yang sedang memainkan lato-lato.

 

“Emang kamu bisa, maininnya?” tanyaku agak tertawa kecil melihat kemauan anakku.

 

“Bisa kok, tadi aku pinjem punya Ziel!” Jawab anakku dengan penuh keyakinan bahwa dia merasa bisa.

 

Aku hanya senyum-senyum saja melihat tingkah anakku yang tidak hentinya meminta dibelikan lato-lato.

 

Sebenarnya aku agak kurang yakin juga dengan kemampuan anakku memainkan lato-lato. Soalnya aku belum pernah melihat dia memainkan langsung dihadapannku. Walaupun bundanya pernah bilang bahwa Arka pernah mainkan lato-lato punya Ziel dan katanya sudah bisa mengayunkan lato-lato, itu juga mainkannya pelan-pelan.

 

Aku juga terkadang merasa khawatir. Karena takut membahayakan juga. Ada beberapa berita yang menginformasikan sudah ada korban dari lato-lato kepada anak-anak. Bahkan sampai ada yang cidera. Ketika membaca beritanya agak mengerikan. Mungkin itu akibat kurangnya pengawasan orang tua kepada anak-anak saat memainkan lato-lato.

 

Lato-lato merupakan mainan tradisional yang berbentuk bulat sedikit lebih besar dengan ukuran bola tenis meja yang jumlahnya dua diikat oleh tali dan diayunkan, sehingga saling berbenturan. Teksturnya padat dan keras. Sepertinya dari bahan plastik yang dipadatkan dan agak lumayan berat. Ketika dijatuhkan pun pantulannya sedikit.

 

Dari pemahamanku tentang lato-lato. Aku memang selalu khawatir akan mainan lato-lato, ketika sudah dimiliki oleh anakku. Anakku takut belum mampu mengendalikan ayunan lato-lato. Jika tidak mampu dikendalikan bisa saja membahayakan bahkan menciderai pergelanngan tangannya.

 

Keesekon harinya aku kebetulan sedang libur kerja. Hari ini aku ingin beristirahat dan menikmati suasana rumah. Anakku seperti biasa main dengan temannya yang juga sedang memainkan lato-lato. Pandangannya juga selalu tidak lepas dari temannya yang sedang memainkan lato-lato.

 

“Kring, kring, kring!” ternyata Abang Asep datang tukang jualan mainan keliling dengan bunyi khasnya berhenti persis di depan sebalah kanan rumahku.

 

“Ayah, ayah, ayah, ayah ada Abang Asep!” teriak anakku dari luar. “ayah aku mau lato-lato!”

 

“Iya Arka, sebentar!” jawabku sambil keluar rumah.

 

Arka tidak henti-hentinya meminta dibelikan lato-lato. Kemudian aku memperhatikan setiap mainan yang dipajang oleh Abang Asep, dan ternyata memang ada lato-lato.

 

Aku coba tanya ke Abang Asep, “berapaan Bang, lato-latonya?”

 

“Biasa, sepuluh ribu!” jawab Abang asep

 

“Bisa kurang gak Bang?” tanyaku sambil tersenyum.

 

“Waduh, enggak bisa Ayah Arka. Harganya memang udah segitu,” jawab Abang Asep sambil tersenyum melihat candaanku.

 

“Ya udah, Bang. Beli satu,” sambil mengelurkan uang sepuluh ribu, “sini Arka kamu yang warna apa?” tanyaku dan Arka terlihat senang dan begitu gembira saat aku belikan dia mainan lato-lato.

 

“Yang warna kuning aja Ayah!” jawab Arka dengan gembira, “makasih ya Ayah!”

 

Aku pun ikut bahagia melihat anakku kegirangan saat dibelikan lato-lato yang sudah lama diiginkannya, “sama-sama Arka!”

 

“Abang Asep, talinya itu dipendekin ya!” pintaku ke Abang Asep.

Ketika aku lihat Arka sudah pegang tali lato-lato sepertinya kepanjangan untuk seusianya. Abang Asep pun mengubah lagi simpul talinya menjadi lebih pendek tali yang terikat ke lato-latonya. Sehingga saat lato-lato menggantung dan diayunkan oleh anakku terlihat pas untuk sesusianya.

 

Arka langsung  masuk ke rumah dengan penuh ceria. Dia terus memagang lato-lato. Sambil berdiri di atas karpet ruang depan, Arka mulai mencoba untuk memainkan lato-lato. Tidak luput bundanya mengajari Arka bagaimana cara memasukan simpul talinya.

 

“Nah, begini Arka. Jari tengah dan jari manis dirapatkan. Kemudian lubanng dari simpul talinya dimasukan ke antara sela-sela jari tengah dan jari telunjuk. Kalau bola lato-latonya menggantung dengan seimbang baru ayunkan tangannya secara perlahan dari atas ke bawah sampai memantul dengan sempurna antara kedua bola lato-latonya,” istriku memandu Arka dengan detail, soalnya dulu waktu kecil istriku pernah memainkan lato-lato jadi sedikit-sedikit masih ingat cara memainkannya.

 

“Bunda, nanti tolong sambil awasi ya. Si Arka kan anakkya tidak sabaran. Takutnya pas dia memainkan lato-lato dan ketika ayunanan selalu kurang sempurna, nanti bisa terbawa emosi dan bisa mencederai dia!” arahanku kepada istri saat sedang mengajari Arka.

 

“Iya Ayah, nanti aku awasi juga kalau Arka lagi mainkan lato-latonya,” jawab istriku.

 

Arka tidak henti-hentinya terus berlatih memainkan lato-lato. Rasa bahagia dan semangat terlihat muncul dari jiwanya. Terkadang pantulannya bagus, kadang juga pantulannya meleset.

Aku dan istriku sebagai orang tua telah sepakat dan punya tanggung jawab dalam mengawasi anak. Ketika anak sedang memainkan lato-lato yang disenanginya usahakan kita jangan lengah. Karena setiap mainan pastinya ada sisi positif dan negatif. Maka dari itu kita harus selalu waspada dengan dari hal-hal negatif yang dapat membahayakan anak.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post