PAMIT

Asna meringkuk memeluk kedua lututnya di sudut kamar setelah menyimak berita terkini dari tayangan sebuah stasiun televisi. Kabar yang baru diterima ini membuatnya terguncang. Tangisnya pecah seketika. Air mata mengalir tak bisa ditahan. Jeritan kecilnya memanggil-manggil nama suami yang baru setahun menikahinya. Bahkan aroma melati masih jelas dalam penciumannya. Air mata terus membasahi pipinya. Isakannya terputus-putus karena sesak di dada. Tak pernah terbayangkan akan secepat itu sang suami tega meninggalkannya.

Satu jam yang lalu dia mengiringi keberangkatan suami sampai ke pintu pagar. Karena ada acara penting yang tak bisa ditinggalkan, dia tak bisa mengantar sampai ke airport seperti yang dilakukan pada hari-hari sebelumnya. Namun, berbeda dengan saat ini. Seakan ada rasa yang hampa di relung

hatinya ketika mata mereka berpadu sebelum suami melambaikan tangan lalu masuk mobil penjemput. Asna terus memandangi mobil itu sampai hilang dari penglihatannya. Zikirnya tiada henti mengiringi kepergian suaminya untuk memohon perlindungan kepada Yang Maha Kuasa.

Takdir berkehendak lain. "Take off, ya, Sayang." Kalimat chat terakhir ini ternyata bermakna pamit berangkat menemui panggilan Sang Pencipta. Mobil yang membawa suaminya tadi adalah Malaikat maut yang ditugaskan untuk menjemput dan memisahkan dia dari suaminya. Sopir itu membawa suaminya menuju tugas terakhir. Mempertanggungjawabkan semua amal dan perbuatannya.

#SJ-182