Hariyani

Hariyani adalah nama asli sejak lahir dari Ibu bernama Marsini dan Bapak bernama Paniran yang tinggal di Blitar. Berlatar pendidikan SDN Jatituri 2 Blitar, SMPN...

Selengkapnya
Navigasi Web

Seiring Waktu Berjalan

 

Seiring Waktu Berjalan

Hariyani

 

Waktu berjalan dengan konstan. Tiada yang bisa menghentikan. Tiada yang bisa mendorong. Untuk apa  berjalan tergopoh-gopoh. Tenang, ikuti rimanya, berjalan beriringan adalah suatu kenikmatan.

 

Siang begitu terik bayang-bayang matahari mengecil pada bumi dipijak. Seorang bocah laki-laki sekira umur 9 tahun duduk berselonjor di teras sebuah swalayan. Kaos oblong lusuh warna merah buram dan celana pendek dekil membungkus tubuhnya. Ada kain lap microfiber dan kanebo  dalam genggamannya.  Pandangannya  memutari area parkir.

Sebuah mobil Honda Jazz CVT warna merah  memasuki area parkir. Pengemudinya seorang wanita paruh baya berkaca mata.  Dari samping saja tampak begitu cantik. Hidungnya yang mancung dan bibir yang tipis menyunggingkam senyum pada petugas parkir yang mengarahkan  ke mana mobilnya berhenti.

Begitu sigapnya bocah itu bangkit dari duduknya lalu menuju mobil itu. Pintu mobil terbuka. Si bocah mengangguk hormat,

"Tante, boleh saya lap mobil Tante?" Izinnya.

Si Tante melepas kaca matanya. Menatap si bocah dengan seksama dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dahinya berkerut.

"Boleh ya, Tante," rengek si bocah.

"Kamu tidak sekolah?" Tante itu mengalihkan pembicaraan.

"Sekolah , Tante. Karena masih daring, jadi nanti saja mbuka tugas kalau sudah dapat uang buat beli pulsa biar bisa nyambung ke internet, Tante," terang si Bocah.

Si Tante itu tersenyum bangga lalu menyilakan si bocah mengelap mobilnya.

Begitulah pekerjaan si bocah. Siang hari dimanfaatkan waktunya untuk bekerja. Meskipun sudah menerima bantuan pemerintah berupa Program Indonesia Pintar, dia masih mau mencari tambahan pendapatan untuk membantu kebutuhan emaknya.

Emaknya yang single parent begitu keras bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sudah lima tahun dia berjuang sendiri menghidupi keluarganya. Menjadi tukang bersih-bersih rumah.  Jika ada keluarga yang membutuhkan jasanya, ia akan dipanggil. Syukurlah, selalu ada saja yang memintanya. Kalau sudah rezeki, tak akan berpindah. Ia yakini itu.

***

Mobil si Tante tak begitu kotor. Si Bocah hanya membersihkan debu tipis yang menempel. Dengan bernyanyi-nyanyi kecil dibasahinya kanebo, sedikit diperas lalu mulailah dengan pelan mengelap body mobil. Begitu dilap satu bagian body segera dikeringkan dengan lap microfiber. Begitu seterusnya. Selesai. Mobil itu kembali kinclong.  Warna merahnya tambah menyala.

Si bocah berjalan pelan mengelilingi mobil sambil mencermati jika dia menemukan ada bagian yang belum tersentuh lapnya. Ada. Kaca jendela di pojok bawah kanan masih buram. Dibasahinya lagi kanebo itu, diperas, lalu digunakan untuk mengelap. Langsung dikeringkan. Nah, sudah kinclong.

Si Bocah tersenyum.lega. tugasnya selesai dengan sempurna. Keringatnya bercucuran. Udara yang panas telah melelehkannya. Kembali dia menempati tempat duduknya sambil menanti Tante keluar dari toko.

“Nah, itu dia," batinnya girang. Dia segera bangkit menyongsong si Tante.

"Saya bantu bawa belanjaannya, Tante."

Si Tante tersenyum menyerahkan satu tas plastik belanjanya. Si Bocah mengikutinya dari belakang. Kaki telanjangnya kadang berjinjit karena panas aspal yang diinjaknya.

Sampai di mobil, Si Tante membuka pintu bagasi menyuruh si Bocah memasukkan belanjaannya. Si Bocah berdiri terpaku memandangi banyaknya belanjaan . Bayangannya pada emaknya yang tak pernah belanja ke swalayan. Bisa makan dan sekolah itu saja sudah sangat disyukurinya. Tekatnya tetap bulat. Harus tetap bersekolah dalam kondisi apa pun. Yang penting tetap semangat menjalani hari-harinya.

Yakin Allah sudah mengatur yang terbaik. Yakin Allah selalu memberi sesuai dengan kebutuhan. Suatu saat pasti akan indah. Indah sesuai waktu yang ditentukan. Allah telah memilihkan waktu yang saangat tepat.  

"Ini ongkosnya," si Tante menyodorkan selembar uang warna merah. Si Bocah tersentak. Sadar akan uang yang diberikan Tante terlalu besar, ia  menggeleng.

"Kenapa?"

"Tidak ada kembaliannya, Tante."

"Saya tidak meminta kembalian, kok. Ambil saja semua."

"Tapi, Tante, ini terlalu banyak."

"Sudahlah, ambil saja, buat beli pulsa, biar lancar belajar daringnya," si Tante tetap memaksa.

Di tengah masa pandemi ini semua mengalami kemunduran. Kesulitan perekonomian ditemukan di mana-mana. Pedagang-pedagang mengalami kebangkrutan.  Apalagi masyarakat kecil. Bisa bertahan hidup adalah suatu ketekadan yang harus dipertahankan. Semua mengalami masa yang sama. Namun, tak boleh hanya mengeluh tanpa berbuat. Harus tetap pandai-pandai mengatur waktu untuk tetap beraktivitas. Bekerja tidak mungkin dihentikan. Siapa yang akan membelikan beras kalau tidak mau berusaha. Itulah  bonus yang diberikan si Tante kepada anak yang tetap mau berjuang di masa sulit ini.

Dengan tangan gemetar diterimanya selembar uang warna merah dari si Tante.

"Terima kasih banyak, Tante. Semoga Allah membalas kebaikan Tante dengan rezeki yang berlipat."

Si Tante tersenyum, mengamini, lalu masuk ke dalam mobil.  Mobil meninggalkan si Bocah yang masih berdiri terpaku dengan mata berbinar.

***

Si Bocah kembali menempati tempat duduknya. Udara semakin panas. Keringatnya terus mengucur. Meski sudah diseka, tetap saja membasahi kening dan pelipisnya. Dia menoleh pada gerai ATM. Tempat itu yang bisa menolongnya. Tiba-tiba dia bangkit menuju gerai itu dan masuk. Kebetulan tidak ada orang yang mengambil uang.

Si Bocah melepas bajunya lalu duduk berselonjor di pojok. Senyumnya mengembang. Rasa panas di tubuhnya  sudah berkurang. Kini sejuk dirasanya. Keringatnya sudah tak lagi mengucur.

Seorang lelaki   membuka pintu gerai ATM. Matanya terbelalak begitu dilihatnya ada seorang bocah di pojok sedang duduk meluruskan kakinya  tanpa baju.

"Maaf, Om." Sambil dikenakan lagi kaosnya, dia bangkit mau keluar.

"Kenapa duduk di situ?"

"Di luar sangat panas, Om." Si Om manggut-manggut.

“Oo, ya … ya …, sekarang bisa keluar sebentar?”

"Bisa, Om, Permisi …," Si Bocah membungkuk dan keluar.

Si Om memasukkan kartunya. Dipilihnya petunjuk bahasa Indonesia. Diketiknya nomor Pin. Lalu jumlah uang  yang akan diambilnya dipilih. Keluarlah sejumlah uang. Berikut keluar kartunya.

Si Om keluar dari gerai ATM. Pandangannya bertumpu pada si Bocah yang sedang mengelap sebuah mobil. O, Bocah itu menjajakan jasanya sebagai pengelap mobil. Batin  Si Om. Diam-diam dia menyaksikan cara kerja si Bocah. Hatinya tergetar. Ia segera melangkahkan kakinya menuju swalayan. Dibelinya 4 botol minuman dingin, roti, dan cemilan.

Ditentengnya tas plastik berisi minuman dan kue tadi mendekati si Bocah yang duduk di dekat tempat parkir. Si Om duduk menjajari. Ingin dia mengetahui latar belakang dia melakukan pekerjaan itu.

"Adik, tidak sekolah?"

"Sekolah, Om."

"Kok, berada di sini?"

"Nanti sepulang dari sini, Om, saya baru mbuka tugas daring. Pulang dari sini beli kuota internet dulu biar bisa mengerjakan tugas." Jawaban sama dengan yang diberikan pada si Tante.

"Ini, buat Adik." Si Om memberikan sekantong tas berisi minuman dan jajanan yang baru dibelinya. Bocah itu memandangi dengan memicingkan matamya lalu menggeleng.

"Saya bukan pengemis, Om," tolak si Bocah.

Emaknya mengajarinya untuk tidak menerima pemberian tanpa bekerja. Si Om mengernyitkan dahinya. Bocah sekecil itu tidak mau  pemberian cuma-cuma. Padahal di seberang sana ada beberapa pemuda, ibu-ibu, dan bapak-bapak yang menengadahkan tangan menanti uluran recehan. Sungguh memalukan perilaku mereka. Tanpa bekerja,  hanya modal tampang yang dibuat-buat agar dikasihani.

"Kalau begitu, Om minta tolong, ya, lap juga mobil, Om."

"Dengan senang hati, Om."

Si Bocah segera berdiri lalu berjalan menuju mobil Om.  Perlakuannya sama dengan mobil-mobil yang lain. Bila belum kelihatan kinclong seluruh body mobil, ia belum menghentikan pekerjaannya. Tangan kecilnya begitu lincah bergerak. Dengan gerakan searah agar mobil tidak tergores.

"Sudah, Om, tolong dicek dulu kalau ada yang kurang bersih akan saya ulang." Senyumnya mengembang tatkala mendekati si Om untuk melaporkan pekerjaannya. Si Om tersenyum senang. Puas dengan hasil kerja si Bocah.

"Nah, sekarang kamu harus mau menerima ini, tanda terima kasih Om." Sembari menyerahkan bungkusan dan lipatan uang.

"Om, tadi kan mau memberi kue dan minuman, kenapa harus ditambah uang?"

"Ini, gantinya tetesan keringatmu yang kepanasan."

"Tapi, Om ..., "

"Sudahlah, jangan menolak lagi!" Pinta Om sambil menyelipkan uang ke saku si Bocah.

Mata si Bocah berkaca-kaca. Hari ini keberuntungannya begitu besar. Setelah si Tante yang baik hati memberinya ongkos yang besar, kini si Om tak ketinggalan pula.

Wajah si Om mengangatkannya  kepada almarhum bapaknya. Mungkin kini bapaknya seusia dengan si Om.

"Kenapa, memandangi Om terus, Dik?"

"Nggak, Om, saya ingat saja sama almarhum Bapak." Dada si Om bergetar.

Rupanya si Bocah ini anak yatim. Betapa kuat pribadinya menghadapi hidup sekeras ini. Dia begitu gembira melakukan pekerjaannya. Ikhlasnya menerima takdirnya. Mata si Om berkaca-kaca. Nasib yang menimpa anak ini senada dengannya.

Bayangan masa lalunya kembali memenuhi relung hatinya. Dia juga ditinggal ayahnya tatkala masih berusia 5 tahun. Ibunya bekerja sebagai asisten  rumah tangga. Dia pun sekolah sambil bekerja, sampai kuliah juga sambil menjajakan buku-buku dari penerbit setiap ada kegiatan kampus. Dari situlah ia akhirnya banyak membaca. Membaca buku apa saja di sela-sela menanti pembeli datang. rupanya usahanya ini membuahkan hasil. Nilainya IP-nya cukup tinggi. Meski ia tidak pernah membeli buku mata kuliah. Dia hanya memanfaatkan buku-buku yang ada.

Alhamdulillah, kini kesuksesan telah diraihnya. Ibunya tak perlu lagi menjadi asisten rumah tangga. Dia menduduki posisi manajer pemasaran di sebuah perusahaan ternama.

***

Waktu terus melakukan tugasnya  tanpa keluh kesah. Waktu berjalan tanpa mengenal jeda. Begitu pun seharusnya  kita. Menjalani hidup ini tanpa keluh kesah dan selalu yakin bahwa kapan bahagia sudah ada dalam ketetapannya. Yang penting jalani hidup ini dengan ikhlas.

***

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post