Harlis Purwaningsih

Fb: Harlis Purwaningsih Lahir di Probolinggo dan mengenyam pendidikan mulai TK sampai Perguruan Tinggi di kota Malang yang tidak lagi dingin...sehingga memutus...

Selengkapnya
Navigasi Web
Usaha  Ilegal

Usaha Ilegal

MenulisRutin 598(Hari ke 223, tahun ke II) 

 

Seminggu ini, kami disibukkan dengan pekerjaan mengolah nilai, setelah sebelumnya bekutat dengan pembuatan soal dan koreksi beberapa kelas yang menjadi tanggungjawab untuk dilaporkan hasil belajarnya pada orang tua/wali murid. Sebuah hal yang rutin sebetulnya, namun tetap saja pekerjaan yang menguras tenaga dan menyita waktu karena kami dituntut memberikan nilai yang benar-benar sesuai dengan kemampuan anaknya yang terangkum dalam nilai pengetahuan (P) dan keterampilan (K).

 

Mata kuyu karena menatap laptop, berimbas pada rasa pusing karena duduk berjam-jam memelototi nilai per KD (Kompetensi Dasar) untuk setiap siswa, belum lagi harus membandingkan dengan perolehan nilai pada semester sebelumnya, agar andai saja ditemukan penurunan nilai, diharapkan tidak terlalu jauh dari perolehan nilai di semester sebelumnya. Meskipun jika terdapat kenaikan, kami tidak pernah memberikan batas atau bahkan menguranginya agar mendekati dengan perolehan nilai sebelumnya. Sedikit disesalkan, jika pekerjaan yang demikian membutuhkan energi ini, hanya ditanggapi sebelah mata saja oleh wali murid, bahkan tetap dengan persepsi “Jika nilai bagus adalah putra mereka sepenuhnya, dan jika nilainya buruk, maka kemampuan guru pengajar yang diragukan.” Haruskah selalu demikian?

 

Kalimat terakhir tersebut, terkesan menyudutkan guru yang telah berupaya sejak awal dan memroses sepenuh hati agar peserta didik yang menjadi tanggungjawabnya di sekolah, bisa menjadi siswa yang tidak hanya pandai dari tinjauan akademik tetapi juga memiliki karakter yang bagus dalam upaya memperoleh nilai, baik dalam upaya pemenuhan tugas yang diberikan, maupun bersihnya upaya untuk mendapatkan nilainya. Apalagi pembelajaran daring yang minim sekali dimungkinkannya pertemuan guru dan siswa dan berakibat minimnya kontrol kepada siswa secara langsung, yang berimbas pada hilangnya berbagai karakter baik yang mudah sekali dikontrol andaikata terjadi pertemuan secara off line. Semisal munculnya nilai hasil akhir yang tetap berpredikat A, meski yang bersangkutan diketahui melakukan kecurangan pada saat Penilaian Akhir Semester.

 

Dengan dalih apapun, tindakan kecurangan yang dilakukan pada saat pelaksanaan evaluasi, semestinya disikapi dengan bijaksana, jika menginginkan pendidikan karakter ditegakkan. Apalagi jika mengevaluasi  KBM on line belum bisa sepenuhnya mengontrol karakter siswa, sudah semestinya, evaluasi yang berlangsung secara off line pada pelaksanaan Penilaian Akhir Semester (PAS) dilakukan dengan penuh kesungguhan, agar seimbang antara prosedur pembuatan soal dan administrasinya yang lumayan menyita waktu, pelaksanaan nya berbasis IT dengan sidak melihat galery yang menyimpan catatan/bahan ulangan berikut sanksinya, semestinya merupakan rangkaian yang harus signifikan dengan hasil, yang seharusnya tidak berpredikat A, apalagi mendapat ranking di kelas. Apapun alasannya semuanya harus dikembalikan pada niatnya, sudah seimbangkah niat kita mengevaluasi dengan kecurangan yang dilakukan dan hasil yang diberikan? Semoga menjadi bahan perenungan.

 

 

 

Dalam rasa geram yang konyol,

Lumajang, 20 Desember 2021

 

 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post