haryono

Harry B. Pras nama ini menggabungkan nama pemberian orang tuaku, dan nama bapakku. Aku diberi nama Haryono oleh bapakku yang bernama Bedjo Prasodjo. Sebagai seo...

Selengkapnya
Navigasi Web

BUAT BIAYA SEKOLAH...

Tadi pagi, sejak usai menunaikan sholat subuh waktuku banyak kuluangkan di depan laptopku. Tentunya setelah kuwajibanku menyemangati diri dengan menambah literasi batin, satu sampai dua ain bacaan quran. Itu wajib untukku, juga buat anak-anakku. Karena terdorong oleh keinginanku menuntaskan cerita jilid 2 yang sudah selesai beberapa waktu yang lalu.

Keasyikanku di depan laptopku kadang membuatku lupa diri. Yaa, akibat rasa ingin cepat beres tadi, lupa segalanya. Eh, tau-tau sudah jam setengah tujuh. Tapi gak apa, karena hari Sabtu, banyak waktu luang. Aku tidak ada jadwal mengajar, karena sekolahku menetapkan lima hari kerja. Istriku sudah pamit mengajar, hanya aku jawab dari meja kerjaku,"Ya, ati-ati. Walaikum salam..."

Si Bungsu sudah selesai mandi. Dia sedang dandan di kamarnya, katanya setiap Sabtu ada pengayaan di sekolahnya, untuk menghadapi UN yang sebentar lagi menjemputnya. Wah, iya ya, tidak terasa, dia sudah gede. Dede sudah kelas XII. Kayak baru kemarin sore aku merawat, mengasuhnya.

"Neng, berangkat ke sekolah bareng siapa?" tanya kakaknya.

"Gak tau..," potongnya pendek.

"Aa, kuliah ya. Mau minta anter ayah ke stasiun," ucap kakaknya.

"Iya, gak papa. Mungkin nanti Hani mau jemput."

Anak sulungku ikut bermain perasaan juga. Dia menanyakan ke adiknya, berangkat sekolah dengan siapa. Dia tau diri juga, kalo nanti dianter ke stasiun olehku, terus adiknya gak ada teman yang menjemputnya, kasihan. Mau bareng siapa?! Rasa sayang anak sulungku ke adiknya sudah tercermin sejak si Bungsu masih orok. Tapi setelah dijawab oleh si Bungsu, ada teman yang menjemput, dia sedikit lega.

Walaupun jail ke siapa aja, si Bungsu tetap banyak teman. Aku ingat kejadian ketika dia masih SD. Anakku rada pemalu. Anak yang sedikit pemalu ini, tapi lebih banyak malu-maluin. Maksudnya jailnya sering membuat malu yang dijailin.

“Vinka, nanti pulang sekolah main ya.”

“Main apa Ri?”

“Mainin jempolku.”

Vinka gondok. Teman-temannya ikutan nyengir. Tapi hanya sekejap dia merasa gondok, habis itu kembali berceloteh lagi. Dua orang temannya berpisah di pertigaan jalan.

"Yah, sedang apa?" suara Aa, anak sulungku memanggilku.

"Hmm, sedang nulis A. Ada perlu apaan?"

"Anter ke stasiun ya, mau kuliah."

"Oh, iya, iya, sebentar. Ayah matiin laptop dulu."

Buru-buru aku menyudahi mengedit tulisanku. Dead line PTK-ku masih beberapa hari lagi, seminggu lagi. Masih banyak waktu. Anakku sudah menunggu di depan. Rasa capek yang mungkin membuatnya tidak mau membawa motornya ke stasiun untuk kuliah. Alhamdulillah, dia ingin menyelesaikan program sarjananya. Rasa syukurku, biaya kuliahnya sudah tidak merepotkanku dan ibunya. Dari uang gajinya sudah cukup untuk membiayai hidupnya.

Gak sampai lima belas menit, aku dan si Aa sampai di stasiun. Baru saja stasiun Bojong Gede kutinggalkan, setelah Aa memasuki halaman parkir. Dalam sekejap aku pun balik kanan. Tapi kok aneh, perutku berontak. Laper brow...

Sejak bangun tidur perutku sudah lapar. Kalo diibaratkan anak kecil,"Laper..! Laper..!!" begitu teriaknya. Oh, iya, di pintu gerbang perumahan Bojong sana, ada tukang soto mie Bogor. Tadi aku melihat, sudah banyak yang sarapan, ketika melintas di depannya.

"Mang, soto satu ya, pakai engkol saja. Nasinya jangan lupa...," pesenku kepada si Mamang tukang soto mie Bogor. Brow, kalo kalian pingin kuliner di Bogor, sebenarnya banyak banget lho menu makanan yang dapat kamu datangi. Soto mie ini langgananku kalo sarapan pagi di saat libur. Biasanya aku sering kesini bareng istriku.

"Iya. Mangga calik heula..."

"Ya, terima kasih."

Tidak membutuhkan waktu lama, nasi soto mie pindah tempat ke dalam rongga perutku. Rasa lapar yang sejak tadi pagi akhirnya terobati sudah. Satu demi satu, pelanggan pada datang silih berganti. Gak enak kalo sudah selesai makan, aku tetap nongkrong di tempat itu, biarlah buat orang yang pingin sarapan tempat dudukku.

"Berapa Mang?"

"Delapan belas ribu..."

Uang kertas lima puluh ribuan itu hancur berkeping-keping menjadi uang recehan. Kembalian dari si Mamang akhirnya aku terima. Ya, gak apa-apa kembaliannya receh begini. Yang penting jumlahnya sesuai.

"Pak..., Pak..., mau beli otak-otak?"

Aku terperanjat kaget. Ada seorang anak kecil berbadan sedikit gemuk, kaosnya lusuh menghampiriku. Tangannya menjinjing kantong kresek berwarna hijau. Bahasanya sopan, tidak memaksaku untuk menyuruh membeli, karena dia tadi menawarkan dagangannya.

"Jual apaan Dik?"

"Otak otak."

"Berapaan?"

"Dua puluh ribuan, Pak."

"Lima belas ribu boleh?" tanyaku. Aku duduk lagi di kursi tukang soto, karena sedang mengajak ngobrol anak kecil itu.

"Tidak boleh Pak...," potongnya.

Aku lihat, bungkusan otak-otak itu memang besar. Isinya juga lumayan banyak. Pantes, sesuai dengan harganya. Rasa kepoku menggonggongku, seperti ingin tahu. Kok tidak sekolah anak itu?!"

"Buat apa uangnya Dik?"

"Buat bayar sekolah Pak."

"Ya, sudah, beli satu ya Dik...."

Aku menerawang tentang anak penjual otak-otak tadi. Lebih terhormat dengan jualan seperti itu, dari pada minta-minta di perempatan jalan. Prihatin yang tinggi nampak di raut wajahnya. Nafas hidupnya masih ingin berusaha, untuk membantu orang tuanya. Niat sekolahnya masih tetap ada. Semangat hidupnya masih bergejolak.

Semoga daganganmu laris semua Dik.....

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Salam elektronika, mas Harry Pras, saya guru elektronika terpacu juga mau ngikuti jejak mas merakit kata-kata beda dengan seharian merakit komponen elektronika, moga2 diberikan kesempatan oleh Allah SWT

02 Nov
Balas

Wah, mantab mas Ferial siiiip. Lepas dari jeratan kurikulum. Untuk bekal pensiun, mengisi hari-hari dengan tulisan, biar tidak pikun...lanjutkan...

02 Nov

Semoga adik tersebut sukses dimasa depan, Aamiin

02 Nov
Balas



search

New Post