haryono

Harry B. Pras nama ini menggabungkan nama pemberian orang tuaku, dan nama bapakku. Aku diberi nama Haryono oleh bapakku yang bernama Bedjo Prasodjo. Sebagai seo...

Selengkapnya
Navigasi Web
REJEKI PEMBAWA SIAL
BALADA SI RAHMAN

REJEKI PEMBAWA SIAL

Di tempat kerja Rahman dan si Engkus, kalau memasuki waktu istirahat ada tempat yang diserbu oleh teman-temannya. Sebenarnya tempat itu hanya pelataran yang tidak begitu luas, yang berada di samping pos sekuriti. Karena lokasinya yang rindang dan teduh, dilengkapi dengan beberapa tempat duduk yang dapat untuk santai, mereka senang duduk-duduk disitu.

Apalagi dekat pos sekuriti yang selalu siap sedia dengan persediaan gula, kopi, teh dan air galon. Ada kompor untuk memasak air, ada pula kamar kecilnya. Wah pokoke komplit sarananya. Ingin kopi atau air putih tinggal ambil. Itu yang membuat mereka semakin betah nongkrong disitu.

Sebetulnya lokasinya diperuntukan bagi orang-orang yang senang merokok—pembakar uang, itu istilah bahasa apa ya? Orang membeli rokok dengan uang, kemudian dinikmati sendirian, tembakaunya dibakar, asapnya dihisap dan dihembuskan. Puntung abunya berceceran kemana-mana kalau tidak ditempatkan di asbak. Sisa puntung yang tidak terbakar kadang dibuang sembarangan. Atau sebagai rest areanya ahli hisab.

Lho kok sepi? Pada kemana para ahli hisapnya?

Waktu sudah memasuki jam istirahat kerja, siang itu banyak yang sedang bercengkerama—gosip selepas makan siang di bawah pohon, rest area—jalur evakuasi bagi ahli hisab, tepatnya di samping ruang sekuriti. Suasana yang cukup teduh, rindang terhalang oleh rimbunnya dedaunan pohon cemara dan bisbul. Hanya tempat itu yang diperbolehkan para perokok untuk berkumpul.

Beberapa bangku beton yang dibuat melingkari sebuah meja, cukup untuk menampung beberapa orang.

Kalau kata anggota ahli hisab, tempat itu namanya ‘saung keramat’—karena tempat itu selalu dipenuhi oleh orang-orang perokok berat, asap rokoknya seperti di dalam ruangan mbah dukun. Teman-teman Rahman yang hobi menghisab rokok sering ngetem di situ, sambil ngopi dan ngobrol.

Namun yang bukan perokok pun juga sering nongkrong di bangku itu. Mereka hanya ngopi dan ngobrol-ngobrol. Siang ini di saung keramat ada Engkus, Ade, Rahman, Bejo dan Aryo. Kebetulan mereka semua bukan ahli hisab.

“Wah, yang ngumpul siang ini tumben gak ada yang punya pabrik tembakau. Gue males ah, ikut nongkrong di situ!” Kata Ipul sambil ngacir, dia terburu-buru sepertinya ada sesuatu yang penting.

“Gak ada yang bisa dimintain sebatang ya?”

“He-eh… Ayo, duluan, ada perlu nih.”

Salah seorang ahli hisab sudah kabur siang ini.

“Sori brow, pos-nya kita pakai ya!”

Ipul hanya mengacungkan jempolnya tanpa berkata-kata lagi. Dia sudah menuju kendaraannya yang di parkir tidak jauh dari pos saung keramat itu.

Dan siang ini tak nampak sedikit pun kabut asap dari kepulan rokok yang sedang di hisab oleh mereka. Tapi gurauan mereka yang tidak berhenti-henti diselingi dengan suara terkekeh mereka.

Tapi ini lain lagi dengan cerita si Rahman. Bukan karena jempol dia masuk di sebuah siaran TV, atau jempolnya termuat dalam berita di koran. Bukan, bukan itu sebabnya! Nah, ini gara-garanya dia ngocol—curhat di hadapan teman-temannya tentang bininya, akhirnya menjadi tranding topik di tempat kerjanya.

“Gue udah gak dipercaya sama biniku. Kemana-mana selalu dicurigai. Bekerja dari pagi sampai sore, pulang-pulang dicemberutin melulu. Dikira di tempat gue kerja ada gebetanku. Atau dikira mantanku dulu masih sering datang kesini!”

Rahman membuka obrolan lepas siang. Setelah perutnya kekeyangan makan dari warung di seberang jalan. Wajahnya sedikit lesu dan murung.

“Kok bisa begitu?”

“Tau tuh?!”

“Ya, yang pasti ada sebabnya dong. Ada asap pasti ada apinya!”

“Ini sih gara-gara dulu. Waktu gue nikah sama biniku ini.”

Diskusi siang itu mulai ramai. Curhatan dari Rahman sudah mulai mengerucut. Topiknya sudah jelas. Dominasi cerita masa lalu Rahman menjadi pembahasan utama.

“Ente jarang ngasih belanja kali.”

“Iya, kali aja gak pernah ngasih nafkah batin juga!”

“Enak aja. Rutin kalau masalah itu, gak pernah lupa!” Protes si Rahman, dia langsung mendelik.

Hahahaha…!!! Semua temannya ngakak. Disinggung masalah hal satu itu, dia komplain keras.

“Lha, terus masalahmu apa kok selalu dicurigai? Kita semua pingin tahu…”

“Kepo nih.” Rahman protes.

“Situ yang membuka masalah, situ yang mengakhiri!” Engkus mulai senewen.

Rahman terselenting. Iya ya, tadi gue yang ngomong masalah itu duluan. Kenapa jadi ikutan senewen kayak Engkus?! Batin Rahman.

“Kalau gue pikir-pikir, bini gue kalau marah, sering dan selalu menyebut nama mantan-mantanku. Gak bagus kan kalau sudah menikah, dia masih mengungkit-ungkit seperti itu?!”

“Lha… Pasti dulu ada sebabnya juga. Gak mungkin dia sampai berprasangka buruk begitu, kalau situnya gak punya salah!”

“Iya, kamu pasti pernah berbuat sesuatu yang mengakibatkan binimu cemburu.”

Rahman tidak segera menjawab dua asumsi itu. Satu asumsi dari Engkus, satunya lagi dari Ade. Nampaknya dia sedikit bingung. Emang gue pernah berbuat salah? Yang mana ya?! Rahman garuk-garuk kepala. Dia sendiri belum bisa menerka apa penyebab masalahnya itu.

“Binimu tahu nama-nama mantanmu dari siapa?”

“Situ pernah cerita tentang mantan-mantanmu ke istrimu belum?”

Rahman menarik nafas panjang setelah dicecar pertanyaan itu. Sepertinya dia ingin bercerita kepada teman-temannya, tapi ragu-ragu. Kopinya yang tinggal setengah gelas, dia sruput lagi. setelah matang menimbang-nimbang, dia pun memberanikan bercerita.

“Gue sih gak yakin nih. Kalau kejadian ini yang membuat bini gue sampai sekarang jadi curiga terus!”

“Emang kejadian yang mana?”

“Dulu waktu gue nikah.”

“Lho, orang nikah kok malah jadi penyebab, mana bisa?! Pernikahan pan bawaannya seneng. Emang situ waktu nikah ngapain?”

Rahman nyengir mengingat kejadian itu. Engkus dan sohib-sohibnya semakin kepo—penasaran berat brow!

“Gue waktu nikah mengundang mantanku untuk datang ke pernikahanku. Bener juga, dia hadir. Pada waktu memberi ucapan selamat, mantanku itu lansung nyosor ke gue. Dia memelukku lama banget dan cipika-cipiki, air matanya bercucuran. Sampai-sampai gak mau ngelepasin pelukannya. Tapi oleh teman-temanku yang lain dia ditarik. Bini gue sudah bermuram durja aja melihat kejadian itu. Aduuuuh… alamat malam pertama nanti gagal?!” Rahman mengungkapkan cerita itu.

Wekekekekek… pos saung keramat itu hampir rubuh. Mereka ketawa sejadi-jadinya.

“Situ sih, kayaknya yang gak mau ngelepasin pelukan, bukan mantanmu!”

“Kejadiannya terulang lagi. Mantanku yang lain, waktu itu dia yang menikah. Dia mengundangku untuk menghadiri resepsinya. Biniku gue ajak untuk ikut kondangan. Nah, saat aku memberi ucapan selamat ke dia, mantanku langsung menarik tangangku dan cipika-cipiki sambil memelukku lagi, dia menangis dan minta maaf. Bini di sampingku langsung turun panggung….”

“Wah, itu sih bukan untung, tapi sial!”

“Nikmat membawa sengsara!”

“Situ dapat rejeki nomplok pembawa sial!”

Gemuruh suara tawa kembali pecah. Rahman menjadi bulan-bulanan temannya!

“Udah hidup numpang di rumah mertua, kelakuan masih bejat! Itu kata biniku sepanjang perjalanan pulang dari kondangan. Numpang hidup bukan bersyukur, malah semakin kurang ajar!” Rahman menutup celotehnya.

Rahman hanya mengingat kejadian itu saja. selebihnya hanya suara ketawa teman-temannya.

______________________________

Mblubut = ngotot = ambisi = terlalu semangat

Cerita ini hanya khayalan. Jika ada kesamaan cerita atau nama, seting tempat gak usah ngajak berantem. Kita fren-frenan saja brow...

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

kocak pak ceritanya, bener bener nikmat membawa sengsara hahahaha

19 Oct
Balas



search

New Post