Hartini

Hartini adalah seorang guru IPA di SMPN 1 Cigombong, Kabupaten Bogor...

Selengkapnya
Navigasi Web
CERMIN ANTIK (13) (84)

CERMIN ANTIK (13) (84)

Aku bangkit dari tempat tidur, bergegas mendekati cermin. Hmm... wajahku kembali mempesona he he.... Setelah Sarah tertidur kembali akibat suara-suara aneh dalam cermin, semalam aku memutuskan untuk sekali lagi memanfaatkan cermin antik ini untuk merubah wajahku kembali. Resiko tetesan darah harus kuambil, demi sebuah kecantikan. Hari ini Toni akan datang, aku tak akan melepaskan kesempatan emasku ini.

Sarah memandangku, meminta penjelasan. Tatapannya penuh rasa ingin tahu.

“Iya, semalam aku beri tetesan darah lagi di belakang cermin itu. Kali ini agak lebih banyak dari sebelumnya, karena pada saat tetesan awal cermin itu masih bersuara.” Aku memandang Sarah, berharap dia memaklumiku.

“Weni, kok aku jadi merinding ya... lama-lama cermin antik ini agak menyeramkan,” ujar Sarah sambil memandang cermin itu dengan pandangan penuh ketakutan.

“Iya, Weni. Pada mulanya akupun demikian. Tapi setelah mengetahui kalau benda itu memberikan keuntungan, aku mulai membiasakan diri,”jawabku mencoba membela diri.

“Seolah-olah... cermin itu meminta tumbal untuk sebuah keuntungan yang kamu maksud.” Sarah melirik cermin masih dengan pandangan ketakutan.

“Iya.. iya... aku tahu. Semua ada harganya. Mudah-mudahan ini yang terakhir. O ya, jam 10 nanti Toni mau menjemputku untuk pergi. Kamu mau ikut atau bagaimana?” tanyaku dengan rasa bersalah. Takut memberi kesan mengusir.

“Ok, have fun ya... dengan pangeran kampusnya. Kebetulan hari ini aku mau mencari informasi tentang asal-usul cermin tersebut ke rumah Riska. Ayahnya kan salah satu penyelenggara pameran barang antik, tempat kamu membeli barang itu. Aku siap-siap sekarang.” Riska bergegas menuju kamar mandi. Aku mengangguk tanda setuju. Waktu telah menunjukkan pukul delapan pagi. Akupun harus bersiap-siap menyambut kedatangan Toni.

***

Gawaiku berbunyi, telepon dari Sarah. Segera kureject panggilannya, soalnya aku lagi nanggung ngobrol seru sambil makan siang dengan Toni. Menu yang dipesan sederhana, soto betawi. Toni memang berbeda dengan Igo. Toni lebih sederhana dibanding Igo. Tidak ada rayuan gombal yang keluar dari mulutnya sedikitpun. Dia banyak cerita tentang hobi travelling dan hiking. Beberapa lokasi sudah dia jelajahi, baik di dalam negeri maupun mancanegara. Berbeda dengan Igo yang berkulit putih bersih, warna kulit Toni agak gelap, mungkin karena hobi mereka yang berbeda. Tapi walaupun berkulit agak sedikit gelap, tak mengurangi pesona yang terpancar dari wajah maupun cara bicaranya.

Aku mendengar nada pesan digawaiku. Sarah, “TELEPON AKU SECEPATNYA. PENTING.” Bunyi pesannya singkat. Ada apa? Aku permisi sebentar ke Toni untuk menelepon. Segera kutelepon balik Sarah.

“Halo... Weni. Kamu harus kesini, ke rumah Riska. Kamu harus mendengar langsung penjelasannya tentang cermin antik itu. Kamu harus segera menjauhkan diri dari benda terkutuk itu, sebelum terlambat,”ujar Sarah menjelaskan dengan suara bergetar penuh ketegangan dan setengah ketakutan.

(BERSAMBUNG)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Merinding membacanya. Tapi, penasaran juga kelanjutannya. Ditunggu ya...

14 Apr
Balas

Siap, Bu... Terima kasih....

14 Apr



search

New Post