Berderet meja panjang masih bertumpuk di ruangan itu. Satu persatu anak-anak mulai berdatangan dengan membawa buku dalam dekapannya. Buku Turutan, sebuah buku berisi huruf-huruf hijaiyah yang di kemas semacam buku iqra' dan dilengkapi juz Amma. Siapa saja harus khatam buku ini, sebelum bisa membaca Al Qur'an. Itulah metode yang diterapkan di era 90-an.

Anis, remaja usia 13 tahun segera mengangkat satu meja diletakkan tepat di depannya. "Ayo adik-adik, duduk antri yaa." Beberapa kawan Anis juga melakukan hal yang sama, mulai mengajarkan satu persatu anak dalam melafalkan huruf hijaiyah. "Alif ... ba ... ta' ... tsa ...," bersaut-sautan di ruangan itu. Anak yang sudah jauh kemampuannya turut membantu agar tidak terlalu banyak yang antri. Terkadang, Anis hanya ditemani dua kawannya dalam menghandel anak-anak itu. Semoga pengabdian mereka diberi balasan pahala oleh Allah Subhanahu Wata'ala.

Di jaman itu, remaja seusia Anis tidak banyak yang mau datang ke mushola untuk mengaji. Apalagi harus mengajar anak-anak kecil untuk bisa baca huruf Al Qur'an. Itu semua butuh pengorbanan waktu, tenaga dan bahkan biaya. Karena untuk mendidik anak-anak kecil itu mereka tidak memungut imbalan sepeserpun. Anis dan kawan-kawannya melakukan itu semua dengan ikhlas karena sesuai cita-cita mereka pengin menjadi manusia yang banyak manfaat untuk orang lain.

Sungguh mulia hati kalian ...

Rembang, 14 Juni 2020

#LatihanMenulis

#InginBisaManulisSetiapHari