Haryanti, M.Pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Status Whatsaap Viona

Status Whatsaap Viona

Hai…Ren udah tidur ya?

Rendi…boleh pinjam buku statistika nggak, buku aku sudah hilang, aku buat referensi...

Ren, kamu pulang sama siapa?

Begitulah chatan yang selalu aku terima dari kakak tingkatku. Kak Viona. Entah apa maksudnya ia selalu ngechat aku. Ada yang bilang katanya sih dia suka padaku. Namun, tak mungkinlah aku menyukainya juga. Bukan cita-citaku pacaran dengan perempuan yang lebih tua dariku. Setiap Kak Viona ngechat tak ada satu pun yang aku balas. Buat apa aku balas, aku tak suka padanya.

Lima bulan sudah aku mengenyam perkuliahan di universitas terkenal ini. Dari awal aku Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) kulihat Kak Viona memang agak lain sikapnya denganku. Aku sadar jika wajahku memang good looking, tapi bukan berarti aku mau pacaran dengan kakak tingkat. Lagi pula Kak Viona biasa saja, cantik tidak, jelek pun tidak. Namun, yang aku herankan mengapa banyak teman-temannya yang dekat dengananya baik laki-laki maupun perempuan. Apa sih kelebihannya.

Hari ini akan ada baksos yang akan diadakan oleh jurusanku. Kebetulan aku satu jurusan dengan Kak Viona. Semua mahasiswa baru harus ikut. Sebenarnya aku malas karena sudah kebayang Kak Viona akan mendekatiku, tapi jika tidak ikut akan kena teguran oleh Kepala Jurusan.

“Hai Ren, jangan lupa besok bawa perbekalan yang banyak yaa, soalnya kita di sana akan seminggu. Khawatirnya nanti jika tidak bawa bekal yang banyak, kamu nanti kelaparan”.

Apa aku bilang, pasti dia akan whatsaap aku lagi. Aku heran dengan Kak Viona, padahal chatannya tak pernah aku balas dan centang biru pun aku non aktifkan, tapi mengapa ia selalu saja mengechatku. Seperti chatan di atas, apa maksudnya. Padahal yang ikut baksos itu kan banyak, mengapa hanya aku yang dichatnya, kenapa tidak ke yang lain juga. Lama-lama aku risih dengannya. Apa aku harus ganti nomor saja yaa atau aku blokir nomornya.

Baksos yang diadakan di daerah Sukabumi diketuai oleh Kak Viona. Ia memang kakak tingkat yang sangat aktif. Setiap ada kegiatan, ia sering kali menjadi ketua. Pernah aku tanya pada salah satu kakak tingkat yang menjadi panitia suatu kegiatan, mengapa kalau ada acara Kak Viona sering menjadi ketuanya. Kakak tingkatku menjawab karena Kak Viona orangnya pintar, baik dan humble pada siapa pun juga. Ia anak pengusaha kaya, walau begitu ia tak pernah sombong. Ia memang tak cantik tapi karena kebaikannya dan tutur katanya lembut banyak kaum adam yang menyukainya.

Mendengar kakak tingkatku bicara seperti itu, aku jadi kaget. Benarkah yang dikatakan oleh kakak tingkatku itu. Mengapa penilaianku terhadap Kak Viona itu berbeda. Apa karena aku tak menyukainya maka kebaikannya tertutup oleh rasa tak sukaku. Entahlah.

Sudah tiga hari baksos berlangsung. Namun, badanku rupanya mulai tak bersahabat. Aku menggigil seperti meriang. Hidungku mampet dan kepalaku rasanya mau pecah. Malam hari yang jadwalnya akan ada pengarahan oleh dosen tentang penyerahan bantuan untuk warga sekitar, aku tak bisa hadir. Aku memilih untuk tiduran saja di wisma.

Whatsaapku berbunyi, “Assalamu’alaikum. Rendi, kamu sakit ya. Jaga Kesehatan Ren, kamu sudah minum obat belum?” chatan yang kuterima dari Kak Viona. Seperti biasa aku pun enggan membalasnya.

" Rendi belum mau balas chatan dari Kak Viona ya?”

Seperti biasa juga pasti Kak Viona menanyakan mengapa chatannya tak aku balas.

"Di dalam kejenuhan yang melanda karena aku harus seharian istirahat, aku baca-baca status whatsaap dari teman-temanku. Aku pun membaca status whatsaap yang dibuat oleh Kak Viona.

Seperti biasa, tak pernah terbalas. Begitulah yang sering ia tulis dengan memakai emotion sedih jika chatannya tak kubalas.

Pagi yang diselimuti oleh kabut membuat penghuni di wisma yang aku huni menggigil kedinginan. Teman-temanku memakai switer untuk melindungi tubuhnya dari rasa dingin yang menusuk sampai ke kalbu. Ku dengar ada dua temanku yang sedang mengobrol di teras. Aku berusaha mendengarkan dari dalam karena aku tak tahan dingin jika harus keluar.

“Rio, Kak Viona perhatian banget yaa sama adik tingkatnya. Kemarin si Bombom sakit, Kak Viona langsung gerak cepat menolongnya. Ia bawa mobil sendiri untuk mengantarkan Bombom ke klinik”, ucap Rio teman satu kelas dengan Kevin.

“Iya benar Rio, dan ternyata nggak cuma sama cowok aja dia baik, sama cewek aja baik banget. Lu inget ngga Rio, waktu si Heni ketinggalan rombongan. Kak Viona rela menunggu di stasiun. Ia menyuruh kita jalan duluan”, ucap Andhika, teman sekelas dengan Kevin juga.

Aku baru ingat akan omongan mereka. Mereka benar, Kak Viona sangat perhatian dengan siapapun juga. Apakah denganku seperti itu juga? Ia baik padaku karena menganggap aku adik tingkatnya. Namun, sepertinya tidak. Seseorang jika menyukai kita akan terlihat dari sikapnya. Demikian juga Kak Viona. Jika ia melihatku dan tanpa sengaja aku melihatnya, ia akan tersenyum, sementara aku akan buru-buru membuang mukaku. Tak lama jika ia tak melihatku, aku melihatnya. Tak ada rasa marah atau cemberut padanya. Ia akan bersikap seperti biasa.

Jingga sedang berselimut di langit luas. Aku beserta beberapa teman sedang mengobrol di taman yang tak jauh dari wisma. Baru saja kami tak lama mengobrol, tiba-tiba Kak Viona datang menghampiriku.

“Rendi sudah sembuh? Obat anti biotiknya jangan lupa dihabiskan ya”, ungkapnya dengan tersenyum. Aku ditanya seperti itu bukannya senang tapi risih. Aku hanya mengangguk tanpa menjawab sepatah katapun. Tak lama Kak Viona meninggalkanku dan teman-temanku.

“Ren, lu kenapa sih, kalau gue perhatiin, setiap Kak Viona ngomong sama lu, lu acuh aja. Memang sih kayanya Kak Viona itu perhatian banget sama lu, bisa jadi dia suka sama lu, siapa sih yang gak suka sama teman kita yang good looking ini. Namun, harap lu tau, kalau lu nggak suka sama Kak Viona, bukan berarti lu harus menyakiti hatinya. Lu kudunya bersyukur dapat perhatian lebih dari Kak Viona. Banyak lho yang iri sama lu termasuk gue. Tapi siapalah gue, gue yang hanya manusia biasa, nggak pantes dapetin anak konglomerat” ucap Rio dengan seriusnya.

“Iya bener Ren. Kalau gue perhatiin juga, lu kayanya nggak suka banget kalau Kak Viona suka sama lu. Gue tau alasan lu nggak suka sama Kak Viona, karena Kak Viona nggak good looking kan, sementara lu handsome. Tapi harap lu tau, yang nggak good looking akan kalah dengan yang inner beauty dan Kak Viona punya inner beauty yang sangat luar biasa”, jelas Andhika sambil sesekali melihat ke gadgetnya.

“Lu berdua ngomong apaan sih. Gue tau Kak Viona suka sama gue. Tapi ap a gue nggak punya hak buat menolak?” tanyaku pada Rio dan Andhika.

“Lu boleh kok nolak, boleh banget karena itu hak lu. Namun, kalau lu nolak bukan berarti lu harus cuek sama dia. Nggak perlulah lu diam aja atau membuang muka. Lu udah nyakitin hatinya. Seperti tadi, Kak Viona nanya lu udah sembuh dan berpesan janagn lupa minum obatnya. Lu hanya menggangguk aja tanpa menjawab dan gue lihat Kak Viona tersenyum kecut. Kalau gue nilai, lu bersikap begitu justru lu itu jahat”, kembali Rio menjelaskan mengenai sikapku pada Kak Viona.

“Sudahlah nggak usah diributin lagi. Toh Kak Vionanya juga nggak marah, dia akan baik-baik aja kok. Lu berdua yang terlalu dramatisir”, ucapku dengan rasa kesal.

Besok pagi baksos yang diadakan di Sukabumi sudah mau berakhir. Seminggu sudah kami yang beranggotakan 20 akan siap-siap pulang.

Kerlap-kerlip bintang di langit menemaniku yang sedang duduk di taman depan wisma. Tiba-tiba ada suara Wanita dari balik pohon.

“Rendi, sedang apa di sini?” ucapnya.

Ku lihat ke arah suara itu, ku lihat Kak Viona. Aku menghela nafas, mengapa ia selalu saja mengangguku. Aku ingin tenang tanpa gangguan dari siapapun termasuk Kak Viona.

“Ren ada yang ingin aku bicarakan padamu. Mungkin kamu mendengar gosip bahwa aku menyukaimu. Jujur, aku memang menyukaimu. Bukan karena kamu semata-mata good looking, tapi aku perhatikan kamu baik dan tak memilih-milih teman. Aku sadar, siapalah aku. Aku bukan wanita cantik seperti kaum hawa yang banyak mengerjarmu. Aku hanya berani melalui whatsaap saja walau whatsaapku tak pernah kamu balas. Aku tahu kamu tak menyukaiku, aku lihat dari sikapmu yang selalu membuang muka ketika aku melihatmu dan tak pernah terbalaskannya whatsaapku. Itu semua menjadi bukti bahwa kamu tak menyukaiku. Namun, bodohnya aku, sudah tahu whatsaapku tak pernah terbalas dan tak tahu apa dibaca olehmu karena centang birumu tak kamu aktifkan masih saja aku whatsaap dirimu. Aku hanya ingin minta maaf karena sudah menyukaimu tanpa meminta izin pada hatimu dan aku juga minta maaf karena telah menganggumu selama lima bulan ini. Aku pamit yaa, jaga dirimu baik-baik dan aku minta chatan dari aku jangan kamu hapus, mungkin bisa menjadi rasa rindumu pada seorang wanita yang tak punya rasa malu ini”, ucap Kak Viona yang kulihat air matanya sampai beranak sungai. Tak lama Kak Viona pergi tanpa menanyakan mengapa aku tak pernah membalas chatannya.

Sudah dua hari aku tak menerima whatsaap dari kak Viona. Apakah ia marah padaku. Ku lihat profilnya masih ada dan kulihat ia sering online. Itu artiinya aku tidak diblokir. Setiap ada whatsaap masuk aku buru-buru melihatnya, apakah whatsaap itu dari Kak Viona, tapi ternyata bukan. Kulihat juga status whatsaap, apakah Kak Viona membuatnya, tapi ternyata tidak juga. Ke mana kah ia? Hei mengapa aku memikirkannya. Bukannya justru aku senang jika Kak Viona tak chatan padaku lagi, itu artinya tak menggngguku lagi.

Sudah sebulan ini aku tak menerima whatsaap dari Kak Viona. Ternyata ia benar-benar marah padaku. Aku memang laki-laki yang sangat memalukan. Aku telah menyakiti hati Wanita yang sebenarnya sudah perhatian padaku, di mana justru kaum adam banyak yang menginginkannya. Aku yang tak menyukainya karena ia tak cantik dan usianya pun dua tahun di atas aku. Setiap ketemu di kampus pun sekarang Kak Viona tak banyak omong. Jika bertemu di perpustakaan kampus yang biasanya ia selalu menghampiriku dan duduk di sampingku, kini ia hanya tersenyum sebentar lalu meninggalkan kampus.

“Hmm…mengapa Kak Viona bersikap demikian, apa karena cintanya ditolak olehku, jadi ia tak mau dekat lagi?” tanyaku pada diriku sendiri.

“Ehh mengapa aku malah mempermasalahkan sikapnya yang cuek padaku. Apa aku mulai menyukainya. Ahh tak mungkin. Sudah kubilang aku tak ingin menyukai Wanita yang usianya di atasku. Aku malu nanti banyak teman-teman yang menghinaku, aku takut mereka mengataiku laki-laki yang tak laku sampai-sampai kakak tingkatku aku terima.

Tiga bulan aku tanpa menerima whatsaap dari Kak Viona. Terkadang aku sudah mengetik ingin menanyakan kabarnya, tapi urung aku lakukan. Aku malu, aku takut mengganggunya dan takut ia tidak menjawab whatsaapku.

Tiga bulan menunggu whatsaap darinya membuat aku terkadang sering bersikap aneh. Aku sering uring-uringan dan marah yang tanpa sebab. Aku mulai merasakan betapa sakit hatinya Kak Viona yang whatsaapnya tak pernah kubalas. Mungkin ia tiap hari menanti balasanku. Walau aku tak menyalakan centang biriku, aku sudah membacanya. Itu juga bisa jadi yang membuatnya penasaran apakah aku sudah membacanya apa belum. Ternyata benar apa yang ia katakaa, chatannya sering ku baca-baca lagi untuk menghilangkan rasa rinduku. Tak terasa air mata sudah tak bisa kubendung. Aku baru menyadari betapa jahatnya aku selama ini. Aku telah menyia-nyiakan kebaikan Kak Viona. Aku telah menyakitinya dengan menunggu balasan whatsaap yang sudah pasti aku tak membalasnya. Aku mau minta maaf, tapi aku takut ia tak membalasnya. Hei…aku belum mencobanya, sudah ada rasa takut jika ia tak membalasnya, bagaimana dengan dia yang selama lima bulan chatannya tak pernah aku balas. Dasar aku jahatttttt….

Kak Viona akhirnya lulus dari perkuliahan. Ku lihat ia sangat Bahagia. Ingin aku mengucapkan selamat melalui whatsaap. Namun, lagi-lagi aku takut ia tak membalasnya. Bagaimana aku tahu jika aku belum mencobanya. Ketika Kak Viona membuat status yang bertuliskan, Alhamdulillah perjuangan selama empat tahun tuntas, kini peruangan kehidupan akan dimulai. Membaca statusnya ada kesempatan aku mengechatnya.

“Assalamu”alaikum. Selamat yaa Kak Viona atas wisudanya, semoga bahagia dan sukses selalu”, kataku dengan tangan gemetar.

Aku membaca ulang whatsaap yang kukirim ke Kak Viona sejam yang lalu. Tidak ada balasan dan belum bercentang biru. Semenjak Kak Viona bicara di taman, centang biru kuaktifkan kembali. Kulihat Kak Viona sering online. Apakah Kak Viona membalas apa yang telah kulakukan. Tapi jika Kak Viona ingin membalas pun wajar saja, karena dulu aku perlakukan seperti itu.

Aku Lelah menunggu balasan Kak Viona, di mana aku baru kali ini mengechatnya. Baru saja aku ingin memejamkan mata, aku melihat ada notif whatsaap masuk. Aku baca dari Kak Viona.

“Terima kasih atas ucapannya Rendi. Maaf yaa baru terbaca pesanmu karena tenggelam oleh banyaknya pesan yang mengucapkan selamat”, balas whatsaap Kak Viola. Ada rasa bahagia di hatiku ketika Kak Viola membalas chatanku. Ternyata Kak Viola tak seperti yang aku duga. Benar kata Rio dan Andhika, Kak Viona walaupun tak cantik tapi sangat inner beauty sekali.

Semenjak terakhir aku mengechatnya, Kak Viona tak pernah whatsaap lagi. Aku tak tahu kabarnya bagaimana karena Kak Viona sudah tak ada di kampus lagi. Aku rindu padanya, rindu whatsaapnya yang aku pakai nada dering yang berbeda. kak Viona tak pernah lagi melihat statusku. Namun, aku lihat ia masih suka online. Sudah move on kah Kak Viona. Secepat itukah? Kini giliran aku yang tersiksa akan kerinduan.

Akhirnya aku memberanikan kembali untuk mengechat Kak Viona lagi.

“Assalamu’alaikum Kak, apa kabar? Kak Viona sekarang tinggal di mana? maaf ya kak kalau aku lancang menanyakan ini”, kataku dengan emotion tersenyum.

Tak lama ada balasan, namun bukan kalimat melainkan foto pusara dan kulihat di batu nisan itu tertulis Viona Cantika. Apa, Kak Viona sudah tiada?

“Maaf, apakah Kak Viona sudah tiada?” kuberanikan diri untuk menanyakan, walau entah siapa yang membalasnya.

“Iya benar, Viona sudah tidak ada. setelah tak lama dari wisuda, ia mendapat pekerjaan, namun naas ketika ingin pergi bekerja, ia mengalami kecelakaan dan meninggal di tempat”. Bunyi balasan whatsaap Kak Viona.

Bagai tersambar petir aku membacanya. Maafkan aku Kak Viona. Kamu orang baik. Aku menyesal telah menyia-nyiakan kebaikan dan perhatianmu. Andai waktu bisa kuputar, aku akan menerimamu menjadi kekasihku. Kini aku akan selalu merindukan whatsaap-whatsaapmu. Aku akan mengikuti permintaanmu, jika aku rindu aku akan baca-baca lagi whatsaap darimu dan aku janji tak akan pernah aku menghapusnya. Selamat jalan sayang. Semoga kelak kita kaan bertemu kembali di JannahNya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post