Hasrida Nengleli

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Sendu Mengusik Jiwaku ke Masa Lalu (Part 24)

Tantangan Hari ke-77

#TantanganGurusiana

. . .

Hari ini hari Kamis, hari dimana aku sudah sepakat dengan adikku akan menemui ayah di tempat kerjanya. Aku ingat, kami sepakati hari pukul sebelas pagi, kami akan berangkat. Sekarang sudah pukul sepuluh. Aku harus izin dulu dengan pimpinan sekolah tempat aku bertugas. Alhamdulilah atasanku memberi aku izin. Dengan segera aku kembali aku kemeja tugas untuk merapikan meja kerjaku. Sebentar lagi aku akan dijemput dua adikku dengan mobil yang di berikan ayah. Sebelas kurang lima belas menit, Fauzi dan Aan sudah menjemputku. Aku tinggalkan meja kerjaku dan menuju ke mobil adikku. Fauzi dan Aan sudah menunggu di sana.

Dalam perjalanan menuju tempat kerja ayah, aku dan adikku banyak bercerita tentang rencana ibu yang akan menjodohkan aku dengan Bang Eman. Ternyata dua adikku juga sangat mendukung. Mereka sempat bertemu ketika Bang Eman dan keluarganya datang kerumah. “Dik, menurut penilaian kalian Bang Eman itu serasi nggak dengan kakak. Tapi yang kalian nilai kakak minta bukan hanya paras ya, tetapi juga karakter dan prilakunya.” Aku mencoba meminta penilaian dua adikku ini. “Kak, Veny... masak kakak tak kenal Bang Eman. Katanya kakak sudah pernah ketemu beliau sebelumnnya.” Aku kaget dengan celetukan Aan. "Ah.... kakak pura-pura ni.” Canda Fauzi semakin menggodaku. “Dik, kalian kan tahu, kakak tak pernah kemana-mana, selain bersama kalian dan keluarga kita lainnya. Jadi kapan kakak jumpa Bang Eman. Mungkin mereka salah orang nggak?” Aku mulai khawatir. “Kak... mana mungkin salah orang, Bang Eman itu sudah yakin kok dengan kak Veny. Apalagi kan ada foto kak Veny di ruang tamu kita. Ibu juga sudah menanyakan hal itu pada Bang Eman. “Apakah Nak Eman tidak salah orang. Karen Veny anak saya itu yang fotonya terpajang dinding ini. Mereka melihat semua ke arah foto kakak. Benar, ini foto Dik Veny yang aku maksud, Bu.” Jelas Bang Eman. “Jadi mana mungkin Bang Eman salah orang Kakak.” Tegas Fauzi padaku. Aku semakin penasaran dengan Bang Eman. Ternyata Cuma aku yang belum jumpa Bang Eman ketika datang ke rumah. “Jadi Fauzi dan Aan, merestui kakak dengan Bang Eman?” “Oh, Tuhan... ternyata mereka mendukung aku dengan Bang Eman, tapi bagaimana dengan aku, apakah benar aku sudah pernah jumpa Bang Eman, kalau Iya aku pernah jumpa, tapi di mana?” aku mulai membolak-balik memoriku. Kapan dan dimana aku pernah jumpa Beliau. Rasanya sangat tidak adil kalau iya sudah kenal aku sementara aku belum juga mengenal Bang Eman. “Dik, pernah nggak Bang Eman menjelaskan iya pernah jumpa kakak dimana?” tanyaku penuh penasaran. “Ternyata kak Veny semakin penasaran yang Bang.” Canda adiku Aan. “Benar, benar ternyata kakak kita penasaran berat ya Dik?” Aku memang penasaran, hatiku semakin penasaran, di mana aku kenal Bang Eman. “Kak Veny, kami kasih kata kuncinya, setelah itu kami yakin kakak akan bisa ingat semuanya.” Aan kembali menggoda aku. “Pantai Gondaria!” seru Aan. “Allahuakbar, astaghfurullahaladzim, Dik” “Kenapa kakak terkejut?” “Kalau di pantai gondaria yang pernah kakak jumpa hanya Bang Darman bukan Eman. Tapi apa mungkin dia itu?” “ benar kakak Bang Eman itu namanya Darman, tapi keluarganya selalu memanggil Bang Darman itu Eman.” Jelas Fauzi. “Ya Allah, Dik. Kakak benar-benar tidak menyangka, kami hanya kenal tanpa sengaja di Gondaria, Bang Darman saat itu sempat menolong kakak ketika mata kakak masuk debu. Dan kami sempat ngobrol sebentar, tapi obrolan kami biasa-biasa saja. Nomor Handpon Bang Darman memang ada sama kakak dan nomor handpon kakak juga ada sama Bang Darman, tapi kami tidak pernah komunikasi sama sekali.” Jelasku panjang lebar. “Bang Darman tidak komunikasi dengan kakak, tapi iya berkomunikasi dengan Bang Zai dan Bang Herry sepupu kita.” “Kenapa mereka bisa saling kenal?” “Ketika di pantai itu Bang Darman kan ada ke Masjid mau sholat Zuhur, disitulah mereka bertemu. Bang zai, Bang Herry dan Bang Darman, mereka saling kenalan.” “Bang Darman bertanya banyak tentang kak Veny ke Bang Zai dan Bang Herry.” Fauzi menjelaskan perkara itu padaku. “Oh, Tuhan... hatiku kenapa berdegug kencang.”

“Kak, kita sudah sampai di tempat kerja ayah, mari kita turun” aku masih terus atur nafas. Tak pernah aku bayangkan Bang Darman akan meminangku. Ternyata Eman itu adalah Darman yang pernah mengusik hatiku di pantai Gondaria.

-BERSAMBUNG-

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post