Hasrida Nengleli

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Sendu Mengusik Jiwaku ke Masa Lalu (Part 32)

Tantangan Hari ke-85

#TantanganGurusiana

. . .

Tingkah panik Fauzi diamati Aan yang tak jauh berdiri di samping Fauzi. “Bang Fauzi mencari apa?” Tanya Aan mulai geli melihat tingkah abangnya yang sibuk merogoh kocek berulang-ulang. “Abang mencari HP abang, Aan. Ini abang mau telepon ayah, sudah jam sebelas lewat belum juga datang. Nanti kita tak enak sama tamu, tamu da datang, eeeh ayah kita belum ada di rumah. Sedangkan tamu kita sudah di perjalanan menuju ke sini. Ayo, kamu telepon ayah, atau bawa ke sini Hpmu abang yang telepon ayah. Ini HP abang tak jumpa pula. Entah di mana tadi letaknya.” Wajahnya terlihat semakin panik. “Tadi Abang letak di mana Hp abang itu?” “Rasanya tadi setelah terima telepon dari Bang Darman, yang mengabari mereka sudah mau berangkat kesini, langsung taruh di kantong baju ini. Tetapi kenapa tidak ketemu, ya?” Masih saja Fauzi merogoh kantong baju dan kantong celananya. “Jangan Panik Bang, ini Handphon abang ada di kursi jati yang di taruh pojok sana.” Kenapa bisa ada di Sana?” “Tadi ketika kita berdua memindahkan dan mengangkat kursi itu posisi badan Abangkan menunduk, Nah di saat itulah Handphon abang jatuh ke kursi. Tapi abang tak menyadari itu.” Jelas Aan.

Belum sempat Fauzi telepon Ayah, tak lama terdengar suara mobil ayah masuk ke lokasi halaman rumah. Fauzi dan Aan langsung melongokkan kepala lewat jendela memastikan apakah itu memang mobil ayah. “Bang, sepertinya ayah tidak datang sendiri.” Aan berbisik perlahan pada Fauzi. “Mungkin ayah datang bersama dengan mama.” Asal tebak dari Fauzi. “Mana mungkin mama mau ke sini, diakan sudah berani rebut ayah dari kita.” “Jangan Suuzon dengan mama, mana tahu bukan mama yang merebut Ayah, tapi mungkin saja ayah kita yang suka pada mama.” Aan hanya mengangguk-angguk mendengar balasan bisikan dari Fauzi. “Tapi, kenapa mereka lama baru turun dari mobilnya Bang?” padahal mesin mobil sudah di matikan. “Abang, biar Aan lihat ke sana, kenapa ayah belum turun dari mobil.” “Ya, sanalah, kamu susul ayah.” Fauzi mengizinkan Aan menyusul ayah ke halaman tempat mobil ayah terparkir. Sementara itu Fauzi sibuk berpikir, jika ayah membawa mama ke sini, bagaimana nanti perasaan ibu? Pasti suasana nanti jadi tak enak. Yang jelas antara ibu dan mama pasti saling muka masam. Bayangan itu selalu saja berputar di otak Fauzi. Ia tak mampu pikirkan sendiri. Kekhawatirannya harus iya sampaikan ke kak Veny. Iya ketuk pintu kamar kak Veny yang tertutup. “Kak, kak Veny. Buka sebentar pintunya! Aku mau bicara sebentar.” Pinta Fauzi. “Sebentar kakak lagi merapikan jilbab kakak.” “Sebentar saja, Kak.” Fauzi terlihat semakin tidak sabar. “Iya, sabar sebentar emangnya tak bisa?” tanya Veny sambil membuka pintu kamar. “Kak, kenapa ayah, kesini membawa mama? Bagaimana ini Kak?” “Ya, bagus, jadi ayah sudah datang? Mana Mama? Mereka sudah masuk?” pertanyaan bertubi-tubi aku ke luarkan. Sementara Fauzi terperangah melihat reaksi aku. “Kak, Bagaimana dengan ibu?” “Jangan cemaskan itu? Ibu kita sudah ihklas, dan bahkan ibu yang mengundang mama untuk hadir di acara ini. Mama tak ingin ada yang di tutup-tupi dengan kelurga Bang Darman, tentang keluarga kita. Jadi nati tak ada penyesalan di akhir. Ibu mau lihatkan ke keluarga Bang Darman kondisi apa adanya di keluarga kita. Fauzi hany terangguk-angguk mendengarkan penjelasan Veny.

“Assalamualaikum,” terdengar suara ayah dari depan. “Walaikum salam!” Sambut balas salam ayah oleh Veny dan Fauzi serentak. Kemudian Veny dan Fauzi mendatangi ayah dan mama barunya itu. Veny memcium tangan ayah dan mama, demikian juga Fauzi mengikuti kakaknya. “Mana ibu kalian?” tanya ayah pada Veny dan Fauzi. “Ibu masih mandi ayah, sebentar lagi selesai. Mama... silakan duduk dulu Ma!” aku tetap melayani mama dengan sikap ramah. Aku suguhkan mama minum dan beberapa kuemue buatan aku dan ibu. “Ayah langsung ke ruang tengah yang diikuti Aan dan Fauzi. “apakah jamuannya masih ada yang kurang? Tanya ayah pada Fauzi. “Cobalah ayah lihat, menurut ayah apakah yang perlu di tambah? Fauzi balik bertanya kepada ayah. “Buah- buah nampaknya perlu di tambah, Aan bisa kamu ke pasar buah untuk beli buah jeruk, lengkeng, salak, dan pisang. Kamu beli yang kwalitas super.” Ayah meminta Aan membeli buah sambil memberikan uang lima ratus ribu ke pada Aan. Aan segera mewujudkan permintaan ayah. Tanpa ada bantahan langsung saja iya mengarahkan motornya menuju pasar buah. Tak sampai satu jam, Aanpun sudah kembali membawa buah yang di belinya.

Ibu, sudah selesai berpakaian rapi, siap menyambut calon menantu dan keluarga. Di ruang tengah ayah berjumpa ayah. Ibu menyalmi ayah. “Veny mana?” tanya ibu pada ayah. “Itu Veny lagi menemani mamanya.” Langsung ibu ke arah tempat veny duduk dengan ibu tirinya. “Assalamualaikum!” ibu mengulurkan tangan menyalami istri ke dua ayah. “Terima kasih sudah mau datang.” Mama hanya menjawab seperlunya. Terlihat kaku iya berada di tengah-tengah kami. Aku coba bayanyak cerita yang lucu dan pembicaraan yang ringan untuk mencairkan suasana kaku, terutamu mama. Mama mulai tersenyum mendengar cerita kocakku. Aku tak ingin nantinya begitu kelurga Bang Darman semua terlihat tegang. Jadi aku berusaha untuk mencairkan ketegangan dan kecanggungan itu.

-BERSAMBUNG-

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post