Manusia adalah ciptaan Tuhan yang sempurna. Kesempurnaan itu terletak pada akal dan hati. Akal adalah alat untuk berpikir, sedangkan hati adalah alat untuk menimbang. Baik buruknya sesuatu dipikirkan oleh hati dan baik buruknya sesuatu akan ditimbang oleh hati. Antara akal dan hati haruslah selaras agar kita menuju manusia yang sempurna itu.

Sesuatu yang kita pakai, kita peroleh, yang kita raih, yang kita miliki akan kembali kepadaNya. Kekayaan, kecantikan, kemewahan, kedudukan, semua milikNya dan suatu saat nanti akan kembali kepadaNya. Untuk apa disombongkan karena semua itu hanya sementara.Kadangkala manusia tidak sadar akan hal itu. Banyak yang sombong dan lupa diri. Manusia sering memandang kekayaan, kecantikan, kedudukan seseorang sebagai tolak ukur untuk bergaul. Jika tidak sepadan maka senyum itu seadanya. Keangkuhan itu sangat terlihat di setiap garis wajahnya. 

Terkadang untuk membuat seseorang sadar, Tuhan perlu menyapanya dengan ujian atau menyaksikan secara langsung keadaan yang miris. Jika sudah merasa sakit, baru tahu sehat itu berharga. Jika sudah kekurangan baru tahu kesederhanaan itu anugerah. Jika sudah melihat yang dibawah, baru  sadar bahwa hidupnya lebih baik daripada orang lain.

Rasa syukur itu akan timbul dan bermakna jika ujian itu datang. Sebaliknya, orang yang hanya merasakan kecukupan dan kebahagiaan, arti kehidupan itu belum seberharga orang yang kekurangan. Dia hanya memikirkan bagaimana cara kehidupan itu lebih baik lagi, lagi, dan lagi. Dia akan mengeluh dan selalu merasa kurang.