Hellen Hervinda

Guru Bahasa Indonesia di SMP Negeri 3 Curug Kab. Tangerang...

Selengkapnya
Navigasi Web
PEMEROLEHAN KALIMAT DEKLARATIF DAN INTEROGATIF PADA NINO WARISMAN ANAK USIA 4 TAHUN

PEMEROLEHAN KALIMAT DEKLARATIF DAN INTEROGATIF PADA NINO WARISMAN ANAK USIA 4 TAHUN

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Pemerolehan Kalimat Deklaratif dan Interogatif pada Nino Warisman Anak Usia 4 Tahun ”. Pemerolehan bahasa merupakan suatu proses perkembangan bahasa manusia. Sejak lahir anak telah diberi kemampuan untuk memperoleh bahasanya. Menyoroti pemerolehan bahasa seorang anak pada usia 4 tahun, tampak yang paling menonjol terkait penyusunan rangkaian kata menjadi sebuah kalimat. Menandakan proses tersebut sebagai bentuk pemerolehan sintaksis. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dan menjelaskan pemerolehan kalimat deklaratif dan interogatif Nino Warisman, anak usia 4 tahun pada tataran sintaksis. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik perekaman. Penelitian tentang pemerolehan bahasa secara sintaksis terhadap Nino Warisman yang berusia 4 tahun dilakukan oleh peneliti, karena didasari ketertarikan peneliti untuk memahami perkembangan bahasanya pada usia tersebut. Di sisi lain, dapat mencermati pola-pola rangkaian kata yang dituturkan dalam usahanya membuat suatu kalimat. Berdasarkan analisis data, kalimat deklaratif pada pemerolehan kalimat Nino Warisman terdapat sebanyak 5 kalimat dan kalimat interogatif terdapat sebanyak 4 kalimat. Terdapat beberapa penggunaan kata tanya dalam kalimat interogatif, yaitu penggunaan kata tanya apa, kenapa, dan penggunaan kata tanya mana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerolehan kalimat deklaratif dan interogratif pada Nino sudah cukup baik karena minim penyimpangan terhadap bentuk ujaran yang dihasilkan.

Kata kunci : Pemerolehan bahasa, Sintaksis, Deklaratif, Interogatif.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemerolehan bahasa merupakan suatu proses perkembangan bahasa manusia. Sejak lahir anak telah diberi kemampuan untuk memperoleh bahasanya. Pemerolehan bahasa ini dipengaruhi pula oleh interaksi sosial dan perkembangan kognitif anak. Kemampuan berbahasa seseorang diperoleh melalui sebuah proses sehingga perlu ada pendekatan-pendekatan tertentu di dalamnya. Pendekatan ini pun diarahkan berdasarkan tujuan pencapaian kemampuan sintaksis yang dalam proses pemerolehannya dilakukan secara bertahap

Pada tahapan awal perkembangan manusia, perbedaan pemerolehan bahasa dapat terlihat jelas. Pada usia 3-4 tahun umumnya seorang anak sudah memiliki perkembangan bahasa yang cukup baik, dapat terlihat dari jumlah kosakata yang diperoleh, fonologi, maupun gramatika yang kompleks. Selain itu, pemerolehan bahasa bisa diteliti dari tataran fonologi, morfologi dan sintaksis. Pada penelitian ini sintaksis menjadi tataran yang dipilih karena cakupan tataran sintaksis yang paling sesuai dengan tingkatan usia anak yang diteliti. Pada tataran sintaksis terdapat pengelompokkan jenis-jenis kalimat, penelitian ini mengarah pada jenis kalimat deklaratif dan interogatif karena pada tahapan usia anak 3-4 tahun rerata banyak mengemukakan kalimat deklaratif dan interogatif pada percakapan yang berlangsung. Berdasarkan uraian tersebut, maka pemerolehan bahasa yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah pemerolehan sintaksis. Lebih khusus lagi, peneliti tertarik untuk memfokuskan penelitian pada bentuk kalimat deklaratif dan interogatif yang dituturkan Nino Warisman atau yang sering disapa Nino.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah:

1. Bagaimana pemerolehan bahasa bentuk kalimat deklaratif Nino Warisman anak usia 4 tahun?

2. Bagaimana pemerolehan bahasa bentuk kalimat interogatif Nino Warisman anak usia 4 tahun?

C. Tujuan Masalah

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui dan menjelaskan pemerolehan kalimat deklaratif Nino Warisman, anak usia 4 tahun pada tataran sintaksis.

2. Mengetahui dan menjelaskan pemerolehan kalimat interogatif Nino Warisman, anak usia 4 tahun pada tataran sintaksis.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Psikolinguistik

Psikolinguistik secara etimologis berasal dari dua kata, yakni psikologi dan linguistik. Kedua kata tersebut masing-masing merupakan nama disiplin ilmu yang otonom. Meskipun merupakan dua ilmu yang berbeda, keduanya bersinggungan atau memiliki perhatian terhadap bahasa dengan fokus dan tujuan penelitian.

Psikologi secara umum dan tradisional sering dikatakan sebagai ilmu yang memepelajari perilaku manusia dengan cara mengkaji hakikat stimulus, hakikat respons, dan hakikat proses-proses pikiran sebelum stimulus atau respons itu terjadi. Pakar psikologi setakat ini cenderung menganggap psikologi sebagai ilmu yang mengakaji proses berpikir manusia dan segala manifestasinya yang mengatur perilaku manusia itu. Tujuan mengkaji proses berpikir itu ialah untuk memahami, menjelaskan, dan meramal perilaku manusia. Linguistik secara umum dan luas merupakan suatu ilmu yang mempelajari hakikat bahasa, struktur bahasa, bagaimana bahasa itu diperoleh, bagaimana bahasa itu bekerja, dan bagaimana bahasa itu berkembang (Achmad HP dan Abdullah, dalam Rosidin, 2015:158).

Maka secara teoritis tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan bagaiman struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu.

B. Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan bahasa adalah proses pemahaman dan penghasilan bahasa pada manusia melalui beberapa tahap, mulai dari meraban sampai kefasihan penuh. Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah suatu proses yang digunakan oleh kanak-kanak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis yang makin bertambah rumit, ataupun teroi-teori yang masih terpendam atau tersembunyi yang mungkin sekali terjadi, dengan ucapan-ucapan orangtuanya sampai dia memilih, berdasarkan suatu ukuran atau takaran penilaian, tata bahasa yang paling baik serta yang paling sederhana dari bahasa tersebut (Kiparsky, dalam Jurnal Ilmiah MLI, 2009 : 85).

Pemerolehan bahasa merupakan suatu proses yang dilakukan oleh anak-anak dalam menguji hipotesis-hipotesis yang dibuatnya berdasarkan masukan dari lingkungannya mulai dari memahami makna, struktur bahasa, sampai dengan memproduksi bahasa tersebut.

C. Pemerolehan Sintaksis

Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata (atau bagian kata). Kata ini, bagi anak, sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu. Banyak pakar pemerolehan bahasa menganggap bahwa pemerolehan sintaksis dimulai ketika kanak-kanak mulai dapat menggabungkan dua buah kata atau lebih (lebih kurang ketika berusia 2,0 tahun). Oleh karena itu, ada baiknya diikutsertakan dalam satu teori pemerolehan sintaksis. Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan memiliki suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit (Tarigan, 2011:5). Pemerolehan sintaksis pada anak merupakan suatu proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak dan mampu untuk merangkai suatu kesatuan kalimat yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang rumit. Kelas atau golongan kata atau frase atau klausa pengisi suatu fungsi sintaksis disebut dengan kategori kata. Kategori kata terdiri atas nomina, verba, adjektiva, dan preposisi.

Kajian mengenai pemerolehan sintaksis oleh kanak-kanak pernah dilakukan oleh Brane (1963), Bellugi (1964), Brown dan Fraser (1964), dan Miler dan Ervin. Menurutnya ucapan dua kata kanak-kanak terdiri dari dua jenis kata menurut posisi dan frekuensi munculnya kata-kata itu dalam kalimat. Kedua jenis kata ini kemudian dikenal dengan nama kelas pivot dan kelas terbuka. Berdasarkan kedua jenis kata ini lahirlah teori yang disebut teori tata bahasa pivot.Selanjutnya muncul tata bahasa generatif transformasi dari Chomsky (1957-1965). Sangat terasa pengaruhnya dalam pengkajian perkembangan sintaksis kanak-kanak. Menurut chomsky hubungan-hubungan tata bahasa tertentu bersifat universal dan dimiliki oleh semua bahasa yang ada di dunia ini. Berdasarkan teori Chomsky tersebut, Mc. Neil (1970) menyatakan pengetahuan kanak-kanak mengenai hubungan-hubungan tatabahasa universal ini bersifat “nurani”. Dalam prosesnya langsung memengaruhi pemerolehan sintaksis kanak-kanak sejak tahap awalnya. Jadi, pemerolehan sintaksis ditentukan oleh hubungan-hubungan tata bahasa universal ini. Sehubungan dengan teori hubungan tata bahasa nurani, Bloom (1970) mengatakan bahwa hubungan hubungan tata bahasa tanpa merujuk pada informasi situasi (konteks) belumlah mencukupi untuk menganalisis ucapan atau bahasa kanak-kanak.

Selain teori-teori pemerolehan sintaksis di atas, ada juga yang disebut teori kumulatif kompleks, Teori Brown dalam Tarigan (2008: 75) berdasarkan data yang dikumpulkannya. Menurut Brown, urutan pemerolehan sintaksis oleh kanak-kanak ditentukan oleh kumulatif kompleks semantik morfem dan kumulatif kompleks tata bahasa yang sedang diperoleh. Jadi, sama sekali tidak ditentukan oleh frekuensi munculnya morfem atau kata-kata itu dalam ucapan orang dewasa.

Ada beberapa tahap pemerolehan Sintaksis, antara lain : 1) Masa Pra-lingual (anak usia 0,0-1,0). 2). Masa kalimat satu kata (anak usia 1,0-2,0). Pada tahap ini juga disebut tahap holofrastik (tahap linguistik pertama). Ini adalah tahap satu kata, yang mulai disekitar usia satu tahun. 3). Masa kalimat dengan rangkaian kata (anak usia 2,0-3,0). Pada tahap ini anak-anak akan mulai mengeluarkan ucapan-ucapan dua kata. Tahap linguistik kedua ini biasanya mulai menjelang hari ulang tahun kedua. 4). Masa konstruksi sederhana (anak usia 3,0-5,0). Pada tahap tata bahasa menjelang dewasa, tahap ini anak-anak mulai dengan struktur-struktur tata bahasa yang lebih rumit; banyak di antaranya yang melibatkan gabungan kalimat-kalimat sederhana dengan komplementasi, relativisasi dan kongjungsi. Tahap ini dimulai sejak umur 3 tahun. Memasuki usia 3 tahun seorang anak telah memasuki suatu tahap yang disebut sebagai tahap menghasilkan suatu konstruksi yang sederhana dan kompleks. Anak mulai menghasilkan ujaran kata-ganda (multiple-word utterances) atau disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga sudah mampu membentuk kalimat dan mengurutkan bentuk-bentuk itu dengan benar. Kosakata anak berkembang dengan pesat mencapai beratus-ratus kata dan cara pengucapan kata-kata semakin mirip dengan bahasa orang dewasa.

Pada usia dini dan seterusnya, seorang anak secara bertahap dengan caranya sendiri dalam pemerolehan bahasanya. Ada teori yang mengatakan bahwa seorang anak dari usia dini belajar bahasa dengan cara menirukan. Namun, Fromkin dan Rodman (1993:403) menyebutkan hasil peniruan yang dilakukan oleh si anak tidak akan sama seperti yang diinginkan oleh orang dewasa. Jika orang dewasa meminta sang anak untuk menyebutkan “He’s going out”, si anak akan melafalkan dengan “He go out”. Ada lagi teori yang mengatakan bahwa seorang anak belajar dengan cara penguatan (reinforcement), artinya kalau seorang anak belajar ujaran-ujaran yang benar, ia mendapat penguatan dalam bentuk pujian, misalnya bagus, pandai, dsb. Akan tetapi, jika ujaran-ujarannya salah, ia mendapat “penguatan negatif”, misalnya lagi, salah, tidak baik. Pandangan ini berasumsi bahwa anak itu harus terus menerus diperbaiki bahasanya kalau salah dan dipuji jika ujarannya itu benar.

Sintaksis membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata ke dalam satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan-satuan sintaksis, yakni kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Pada umumnya berwujud rentetan kata yang disusun sesuai dengan kaidah yang berlaku. Setiap kata termasuk kelas kata atau kategori kata mempunyai fungsi dalam kalimat. Pengurutan rentetan kata serta macam kata yang dipakai dalam kalimat menentukan pula macam kalimat yang dihasilkan. Jika ditinjau dari segi bentuknya, kalimat dapat berupa kalimat tunggal atau kalimat majemuk.

Menurut Chaer (2009:187), jika dilihat dari segi modus atau maknanya kalimat dapat dibedakan menjadi kalimat deklaratif (kalimat berita), kalimat interogatif (kalimat tanya), kalimat imperatif (kalimat perintah), dan kalimat interjektif (kalimat yang menyatakan emosi). Diperhatikan dari segi istilah, sudah tampak makna macam-ragam kalimat tersebut: kalimat berita menyampaikan berita pernyataan, kalimat tanya mengajukan pertanyaan, kalimat perintah memberikan perintah kepada yang bersangkutan, dan kalimat interjektif digunakan untuk menyatakan emosi.

Menurut pandangan yang dikemukakan oleh Chaer (2009: 188), bahwa dilihat dari maksud penggunaannya, 1) Kalimat deklaratif dibedakan atas kalimat yang: a) hanya untuk menyampaikan informasi faktual berkenaan dengan alam sekitar atau pengalaman penutur; b) untuk menyatakan keputusan atau penilaian; c) untuk menyatakan perjanjian, peringatan, nasihat, dan sebagainya; d) untuk menyatakan ucapan selamat atau suatu keberhasilan atau ucapan prihatin atas suatu kemalangan; e) untuk memberi penjelasan, keterangan, atau perincian kepada seseorang. 2) Kalimat interogatif dilihat dari reaksi jawaban dibedakan adanya: a) kalimat interogatif yang meminta pengakuan jawaban “ya” atau “tidak”, atau “ya” atau ‘bukan”; b) kalimat interogatif yang meminta keterangan mengenai salah satu unsur (fungsi) kalimat; c) kalimat interogatif yang meminta alasan; d) kalimat interogatif yang meminta pendapat atau buah pikiran orang lain; dan e) kalimat interogatif yang menyuguhkan. 3) Kalimat imperatif dapat dibedakan menjadi: a) kalimat perintah; b) kalimat himbauan; c) kalimat larangan. 4) Kalimat interjektif merupakan kalimat untuk menyatakan emosi, seperti karena kagum, kaget, terkejut, takjub, heran, marah, marah, sedih, gemas, kecewa, tidak suka, dan sebagainya.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Menurut Sugiyono (2008: 18) metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Metode tersebut digunakan karena ada kesesuaian terhadap apa yang akan diteliti. Sementara itu, Mahsun (2006:120) menyatakan bahwa penggunaan metode tertentu dalam penelitian, baik pada tahap penyediaan data, analisis data, maupun pada tahap penyediaan hasil analisis dapat diketahui melalui teknik yang digunakan. Berkaitan dengan itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penggunaan metode deskriptif dengan tujuan untuk memberikan gambaran secara lengkap tentang pemerolehan kalimat bentuk deklaratif dan interogatif pada anak usia 4 tahun.

BAB IV

PEMBAHASAN

Pemerolehan bahasa Nino pada tataran sintaksis sudah cukup baik. Hal ini terlihat dari data yang didapatkan. Pemerolehan sintaksis Nino telah sampai pada tahap masa konstruksi sederhana, karena umur Nino telah mencapai 4 tahun. Masa konstruksi sederhana berlangsung pada anak usia tiga tahun sampai lima tahun. Pada usia ini anak-anak sudah mulai berbicara dengan kalimat-kalimat yang sederhana dan berangsur-angsur menjadi kalimat kompleks. Selain itu, dalam melakukan percakapan Nino sudah mengerti makna dari setiap ujarannya. Hanya saja, ada sebagian tuturannya tidak terstruktur dengan baik, misalnya: “Nino beli kelmen asa apeng dua, Atih dikasih Nino kelmen Seharusnya kalimat tersebut adalah Nino beli permen rasa apel dua, Fatih dikasih permen sama Nino”.

Menurut pandangan yang dikemukakan oleh Chaer (2009: 188), bahwa dilihat dari maksud penggunaannya, 1) Kalimat deklaratif dibedakan atas kalimat yang: a) hanya untuk menyampaikan informasi faktual berkenaan dengan alam sekitar atau pengalaman penutur; b) untuk menyatakan keputusan atau penilaian; c) untuk menyatakan perjanjian, peringatan, nasihat, dan sebagainya; d) untuk menyatakan ucapan selamat atau suatu keberhasilan atau ucapan prihatin atas suatu kemalangan; e) untuk memberi penjelasan, keterangan, atau perincian kepada seseorang. 2) Kalimat interogatif dilihat dari reaksi jawaban dibedakan adanya: a) kalimat interogatif yang meminta pengakuan jawaban “ya” atau “tidak”, atau “ya” atau ‘bukan”; b) kalimat interogatif yang meminta keterangan mengenai salah satu unsur (fungsi) kalimat; c) kalimat interogatif yang meminta alasan; d) kalimat interogatif yang meminta pendapat atau buah pikiran orang lain; dan e) kalimat interogatif yang menyuguhkan. Berikut ini merupakan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan.

1. Pemerolehan Kalimat Bentuk Deklaratif

Secara umum, Nino sudah dapat menangkap pertanyaan yang diajukan kepadanya. Nino menjawab pertanyaan dengan cukup baik, yaitu sesuai dengan konteks percakapan. Kalimat yang diutarakannya termasuk kalimat deklaratif dengan berbagai maksud penggunaannya. Seperti pada percakapan berikut :

Kutipan hasil percakapan

A (Penanya) dan B (Objek Penelitian)

A : Nino sudah mandi belum ?

B : Udah.

A : Nino lagi makan apa ?

B : Kelmen asa apeng. (D1)

B : Nino beli kelmen asa apeng dua. (D1)

B : Atih dikasih Nino. (D1)

A : Permennya beli dimana?

B : Beli di walung batak. (D2)

A : Beli permennya sama siapa ?

B : Sendili.

A : Nino mau ikut ke pasar malam ga ?

B : Engga, ental aja ama mamah. (D3)

Berdasarkan maksud penggunaannya, Kalimat D1 merupakan kalimat deklaratif penjelas. Kalimat tersebut merupakan kalimat pernyataan yang bertujuan untuk memperjelas suatu informasi atau memberikan keterangan kepada lawan bicara. Dalam kalimat deklaratif informatif yang diutarakannya terdiri dari 3-6 kata, namun masih terdapat kata yang salah, seperti kelmen (permen), asa (rasa), apeng (apel), dan Atih (Fatih).

Kalimat D2 merupakan kalimat deklaratif informatif. Kalimat tersebut merupakan kalimat pernyataan yang bertujuan untuk memberikan informasi. Dalam kalimat deklaratif informatif yang diutarakannya terdiri dari 4 kata, namun masih terdapat kata yang salah, seperti walung (warung).

Kalimat D3 merupakan kalimat deklaratif keputusan. Kalimat tersebut merupakan kalimat pernyataan yang bertujuan untuk menyatakan keputusan atau penilaian kepada lawan bicara. Dalam kalimat deklaratif keputusan yang diutarakannya terdiri dari 5 kata dan masih terdapat kata yang salah dan tidak baku seperti ental (entar) (nanti), aja (saja), ama (sama).

2. Pemerolehan Kalimat Bentuk Interogatif

Kutipan hasil percakapan

B (Objek Penelitian) dan C (Penjawab)

B : yang mana gamenya? (I1)

C : yang ini no.

B : Nino main yang ini boleh ngga? (I2)

C : Jangan!

B : Emang kenapa? (I3)

C : Itu bukan game.

B : ini game apa ? (I1)

C : Ikan-ikan.

Berdasarkan maksud penggunaannya, Kalimat I1 merupakan kalimat interogatif yang meminta keterangan. Kalimat tersebut merupakan kalimat pertanyaan yang bertujuan untuk menanyakan suatu informasi atau keterangan kepada lawan bicara. Dalam kalimat interogatif yang diutarakannya terdiri dari 4 kata. Namun kalimat pertanyaannya mengandung kata asing karena Nino sering mendengar sebutan permainan di laptop dengan kata game. Maka dari itu Nino menyebut permainan di laptop dengan kata game.

Kalimat I2 merupakan kalimat interogatif yang meminta pengakuan jawaban “ya” atau “tidak”, atau “ya” atau ‘bukan”. Kalimat tersebut merupakan kalimat pertanyaan yang bertujuan untuk menanyakan informasi. Dalam kalimat interogatif yang diutarakannya terdiri dari 6 kata.

Kalimat I3 merupakan kalimat interogatif yang meminta alasan. Kalimat tersebut merupakan kalimat pertanyaan yang bertujuan untuk menanyakan suatu alasan. Dalam kalimat interogatif yang diutarakannya terdiri dari 2 kata, namun masih terdapat kata yang tidak baku, seperti emang (memang).

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat tarik kesimpulan bahwa pemerolehan bahasa pada tataran sintaksis Nino Warisman selaku objek penelitian dapat dikatakan sudah cukup baik. Sangat minim adanya penyimpangan yang berarti dalam tuturan yang dihasilkan. Pada tahap ini (usia 4 tahun) pemerolehan bahasa anak berada pada tahap perkembangan kalimat. Anak sudah mengenal pola dialog, sudah memahami kapan gilirannya berbicara dan kapan giliran lawan tuturnya berbicara. Anak telah memahami sebagian dari kaidah kebahasaan yang pokok dari orang dewasa, perbendaharaan kata berkembang, dan perkembangan fonologi dapat dikatakan telah berakhir, kecuali penyebutan fonem ‘R’, meskipun sudah dapat diujarkan dengan sempurna namun bagi fonem ‘R’ yang terdapat pada tengah dan di akhir kata masih belum sempurna yakni masih diujarkan seperti fonem ‘L’. Hal ini terbukti dari data yang diperoleh oleh peneliti, mungkin masih ada kesukaran pengucapan beberapa konsonan namun segera akan berhasil dilalui anak. Terkait dengan analisis pemerolehan sintaksis pada beberapa bentuk kalimat yang telah disebutkan dalam pembahasan makalah ini, didapati bahwa pemerolehan sintaksis Nino didominasi oleh bentuk kalimat deklaratif. Dalam keadaan apapun seorang anak ketika berbahasa, khususnya anak yang telah memasuki suatu tahap yang disebut sebagai tahap menghasilkan suatu konstruksi yang sederhana dan kompleks, maka yang akan mendominasi pemerolehan sintaksisnya adalah sintaksis bentuk kalimat deklaratif.

A. Saran

Adapun saran-saran perbaikan yang dapat saya berikan untuk melengkapi keilmuan kebahasaan anak khususnya pada penelitian pemerolehan bahasa pada anak usia 4 tahun, yakni:

1. Orang tua harus mampu memberikan input bahasa yang baik kepada anaknya, karena anak umur 4 tahun sangat peka dalam menirukan kata-kata yang didengarnya. Pemerolehan bahasa pada anak dapat terjadi secara alamiah. Anak memperoleh bahasa setelah dia mendengar apa yang diucapkan oleh orang tuanya.

2. Untuk peneliti lain yang mengangkat tema yang sama agar kiranya tidak hanya meneliti pemerolehan kalimat deklaratif dan interogatif saja akan tetapi meneliti juga mengenai kalimat imperatif dan interjektif.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Mahsun. 2006. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Rajawali Pers.

Masyarakat Linguistik Indonesia. 2009. Linguistik Indonesia. Jurnal Ilmiah.

Rosidin, Odien. 2015. Percikan Linguistik. Serang: Untirta Press.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Tarigan, Henry Guntur. 2011. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung: Angkasa.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap jelas

08 Mar
Balas

terima kasih ibu sudah berkenan membaca postingan saya ...

11 Mar



search

New Post