Helminawati Pandia

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Idul Adha Pertama Tanpa Suami

Idul Adha Pertama Tanpa Suami

#Tagur Hari-33

#Idul_Adha_Pertama_Tanpa_Suami #part6

Mobil Yesi yang kami tumpangi sepulang dari pengadilan perlahan menderu membelah jalanan. Deruman halus mobil itu seperti irama sendu yang mengiringi hatiku saat ini. Ada rasa lega dan was-was bercampur aduk membuat jantungku berdetak tidak teratur.

Menunggu seminggu lagi, ah, sanggupkah aku menunggu lagi? Rasanya ingin sekali aku cepat terbebas dari masalh yang sangat mencekikku ini. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa, keputusan sidang tidak bisa diganggu-gugat oleh siapapun, apalagi olehku selaku penggugat. Aku harus bersabar sedikit lagi.

Masih terbayang dibenakku bagaimana reaksi Linda pengacara Mas Alek selepas sidang tadi. Saat Hardi bersikeras ingin mengantar aku dan Emak pulang kerumah. Aku menolak demi melihat tatapan tajam Linda yang berdiri tegak disamping Hardi. Untung Yesi segera mencairkan suasana dengan menawarkan naik mobilnya.

Kami tinggalkan Hardi dan calon istrinya itu dalam keadaan yang masih tegang. Mungkin mereka terlibat pertengkaran sengit sepeninggal kami. Tapi entah apa yang mereka permasalahkan aku tidak ingin terlibat sedikitpun. Mungkin masalah kasus disidang tadi, karena mereka memperjuangkan pihak yang bersebrangan, mungkin karena fitnah yang dituduhkan atas perselingkuhan antara aku dan Hardi. Atau mungkin karena linda cemburu akan kehadiranku diantara mereka. Tapi Linda adalah seorang pengacara cerdas, tidak mungkin dia mempercayai begitu saja sesuatu yang belum jelas. Tetapi entahlah kalau itu masalah asmara. Kata orang cinta itu buta. Hah, mungkinkah seorang pengacara sekalipun akan buta mata hatinya bila dalam urusan cinta? Ah, sudahlah. Yang jelas aku tidak ada hubungan apapun dengan Hardi, terpikirpun tidak sama sekali. Tidak ada tempat dihatiku untuk Hardi walau hanya disudut kalbu. Semuanya sudah diisi penuh oleh Mas Alek yang kini telah mengkhianatiku. Namun jujur sepertinya, sulit sekali bagiku untuk mencari penggantinya.

“Ai, melamun terus. Kita udah hampir sampai nih,” ucap Yesi membuyarkan lamunanku. Mobil mungilnya perlahan mulai memasuki pekarangan rumahku. Namun tiba-tiba Yesi menginjak pedal rem mobilnya secara mendadak. Aku dan Emak hampir terjungkal sekaligus kaget.

“Kenapa, Yes?” tanyaku seraya mataku menatap kearah depan rumahku mencari tahu. Astaga, Mas Alek. Mas Alek sudah berdi tegak disamping mobilnya yang sudah lebih dulu terparkir didepan rumah. Wajah merah padamnya terlihat jelas dari balik kaca mobil Yesi.

“Sampai disini saja ya, Ai. Aku langsung balik, deh. Pelan-pelan kamu bicara dengan dia. Jangan pake emosi. Ingat minggu depan keputusan gugatanmu. Aku orang luar gak usah ikut campur, karena ini dirumahmu,” Yesi memutar mobilnya. Aku dan Emak bergantian turun setelah pintu mobil itu dibuka.

Ada rasa bimbang dihatiku untuk masuk kedalam rumahku karena ada Mas Alek disitu. Tetapi Emak meyakinkanku dengan tatapannya. Emak melangkah duluan dan menyapa Mas Alek seperti biasa. Mas Alek juga menjawab sapaan emak seperti biasa. Setelah emak membuka pintu aku langsung melengos masuk kedalam kamarku, tanpa memperdulikan Mas Alek. Aneh sekali bagiku, kepengadilan dia enggan datang tetapi begitu sidang usai dia sudah menunggu didepan rumahku. Penghinaan macam apa lagi kini yang tengah disiapkannya untukku.

“Ai, Mas mau bicara sama kamu,” Mas Alek memaksa masuk kedalam kamarku. Sekuat tenaga aku berusaha menahan bobot tubuhnya yang mendorong pintu kamar. Tapi tenaganya jauh melebihi kekuatanku. Aku terdorong dan terduduk di lantai kamar.

“Maaf, Mas tidak bermaksud meyakitimu, ayo bangun,” tangan mencoba meraih tubuhku. Secepatnya aku menghindar. Aku tidak mau tangan kotornya menyentuh tubuhku. Dia hanya menghela nafas dengan sikapku.

“Ai, sebenarnya Mas sangat kecewa dengan tindakan kamu di persidangan tadi. Apa lagi keluarga besar kita. Papa marah besar, Ai. Dan mama sampai sekarang masih terbaring lemah di kamarnya. Dia terkejut sekali dengan sikapmu kali ini. Yah, kami semua gak nyangka kamu bisa senekat ini.”

“Kalau kamu sudah selesai bicara silahkan keluar dari kamarku, keluar dari rumahku!” perintahku tidak memperdulikan semua ucapannya.

“Sudah demikian bencikah kamu padaku, Ai? Atau kamu mulai menaruh hati pada pengacaramu itu?”

“Bukan urusan kamu lagi. Sudah kubilang dari awal, ketika kamu tunjukkan perempuanmu itu kehadapanku, saat itu kuharap kamu masih ingat, apa yang aku pesankan padamu. Jangan pernah lagi muncul dihadapanku, bahkan berspapasan dijalan sekalipun aku sudah tidak sudi denganmu. Apalagi kalau sampai kamu masuk kedalam kamarku seperti ini. Tolong kamu camkan itu. Tolong keluar dari kamarku, pergi dari rumahku, sebelum aku benar-benar nekat.”

“Kamu tidak bisa mengusirku, Ai. Ini rumahku. Ini kamarku. Yang berhak mengusir itu adalah aku.”

“Kamu bilang apa, Mas? Ini rumahmu? Kamu lupa kamu tinggal dimana ya? Ini rumah Emakku, peninggalan ayahny emak. Kakekku. Jadi cepat pergi dari sini.”

“Kamu tidak paham, Ai. Tapi sudahlah. Biar bagaimanapun aku tidak akan pernah menyurhmu pergi. Kamu istriku, Ai. Aku sayang sama kamu. Tolonglah kita jangan berpisah, kumohon. Apapun akan Mas lakukan asal jangan minta pisah, Ai.”

“ Kamu tidak sayang padaku, Mas. Kamu hanya takut kehilangan mainananmu. Aku hanya mainan bagimu. Begitu pula Gendis. Mungkin masih banyak perempuan-perempuan lain diluar sana yang sangat kamu takut akan kehilangannya. Aku hanyalah salah satu diantaranya. Kamu tahu, kamu itu laki-laki pecundang yang egois.”

“Ok, Ai. Baik. Sekarang Mas kabulkan keinginanmu. Kamu menolak Gendis jadi madumu kan, baik aku akan talak dia. Aku bawa kamu untuk menalak dia biar kamu saksikan sendiri, atau aku bawa Gendis kehadapunmu dan didepan kamu akan aku talak dia. Sangat mudah aku untuk menalaknya Ai, kami hanya nikah siri. Tidak perlu kepengadilan seperti yang kamu lakukan.”

“Kamu sakit jiwa, Mas. Sebegitu nekatnya kamu demi mendapatkan apa yang kamu mau. Demi ambisimu, demi harga dirimu kamu rela kehilangan istri yang baru sebulan kamu nikahi, luar biasa. Waktu itu, ketika aku melarangmu menikah lagi, kamu begitu nekat melakukan apa saja untuk mendapatkan perempuan itu. Bahkan akupun tidak kamu anggap. Sekarang kamu melakukan hal yang sama untuk mendapatkan aku kembali. Kamu tidak pernah memikirkan perasaan orang lain. Dan kamu tidak pernah memikirkan harga diri orang lain. Kamu hanya memikirkan dirimu sendiri, memikirkan egomu, hasratmu. Maaf, Mas. Kini aku baru sadar dengan siapa aku hidup selama lima tahun ini. Baru ku pahami siapa sebenarnya yang telah kujadikan imam dalam hidupku selama ini. Dan sekarang aku semakin yakin untuk berpisah denganmu. Tidak ada lagi keraguan dihatiku walau setitikpun.”

“Ai, beri aku kesempatan sekali lagi, kumohon…” kini dia bersimpuh dikakiku. Dan sikapnya ini semakin membuatku mual.

“Pergi sebelum aku meneriaki kamu maling,” ancamku.

Perlahan dia bangkit, dengan tertunduk dia melangkah ke luar.

“Jangan lupa pada persidangan minggu depan,” sergahku sebelum tubuhnya benar-benar lenyap dari pandanganku.

Aku sangat lega akhirnya dia mau juga pergi. Kudengar Emak menyapanya dengan lembut dan mengantarkannya sampai gerbang depan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semangat Ai, selalu ada hikmah di balik peristiwa. Keren Bund caritanya... Salam sukses.

06 Aug
Balas

Salam, bunda

06 Aug

Semangat Ai

06 Aug
Balas

Makasih, Bu.

06 Aug

Keren Bunda Helmi. Salam literasi, sukses selalu.

06 Aug
Balas

Aamiin.

06 Aug

Ai perempuan kuat...perlu satu titik untuk mgmambil jalan terbaik....keren Bun kisahnya...

06 Aug
Balas

Makasih, bun

06 Aug

semoga ada jalan keluar terbaik, ...keren bu cerpenya

06 Aug
Balas

Makasih, Pak

06 Aug

Hidupnya Ai penuh liku ya, tapi..... harus tetap semangat. Salam bunda tatap hari esok dengan senyuman

06 Aug
Balas

Makasih, bunda

06 Aug

Hidupnya Ai penuh liku ya, tapi..... harus tetap semangat. Salam bunda tatap hari esok dengan senyuman

06 Aug
Balas

Maksih, bunda

06 Aug



search

New Post