Menulis sebenarnya merupakan hobiku, setiap cerita dihari-hariku sering kutuliskan dalam catatan harianku. Semua yang kualami seakan tidak boleh hilang dari ingatanku. Peristiwa sesederhana apapun menjadi cerita sangat penting yang menghias hari-hariku. Setiap detik yang berlalu terasa sangat rugi untuk didelete begitu saja dari memoryku yang sudah penuh. Setiap cerita dirasakan sangat berharga mengantarkan diriku pada tahap-tahap perjalanan hidupku.

Mungkin cerita hidupku tidaklah penting, karena diriku bukanlah orang penting dan bukanlah siapa-siapa dimata orang lain. Namun cerita didalam setiap detik perjalanan hidupku menjadi sangat penting bagi diriku untuk mencapai fase kedewasaan. Sayangnya, cerita hidupku hanya dapat kunikmati sendiri, aku membuatnya hanya untuk konsumsi diriku sendiri. Tidak ada satu orangpun yang mengenal diriku dari sisi diriku sendiri.

Pelelawan, itulah kota yang telah membuka mataku. Bahwa manusia harus berbagi. Cerita hidupku yang sederhana mungkin saja dapat menjadi inspirasi bagi orang lain untuk tegar dalam menjalani hidup. Sagusabu Pelelawan telah membuka mataku untuk berbagi dengan menuliskan semua ceritaku dalam sebuah buku. Pak Ikhsan dan Pak Eko, sangat menginspirasiku untuk dapat menuliskan pemgalamanku menjadi sebuah cerita yang dapat dibaca orang lain. Setelah mendengarkan kata-kata motivasi dari kedua orang hebat itu, aku berjanji satu bulan kemudian aku akan meluncurkan sebuah buku cerita hidupku.

Sagusabu Pelelawan telah membangkitkan kembali semangatku untuk menulis. Sagusabu Pelelawan telah menghidupkan kembali keinginanku yang tanpa sengaja kupendam. Dengan tekad yang membara aku berjanji, bulan depan aku akan datang kembali dengan satu buku karyaku sendiri. Pak Ikhsan, Pak Eko, tunggu aku satu bulan lagi. Insya Allah aku datang memenuhi janjiku. Terimakasih Sagusabu Pelelawan, pahlawan inspirasiku.

Penulis adalah peserta Sagusabu Pelelawan