Heriyanto Nurcahyo

Heriyanto Nurcahyo Guru SMA Negeri 1 Glenmore. Menyukai tulis menulis sejak mahasiswa, pernah belajar di berbagai universitas diantaranya Unibraw,&n...

Selengkapnya
Navigasi Web
Dari Northen Territory ke Blokagung
Blokagung

Dari Northen Territory ke Blokagung

 

Dari Northen Territory ke Blokagung

 

Sepanjang perjalanan dari Glenmore ke Blokagung, kami bertiga reriungan asyik tentang banyak hal. Mula- mula saya bicara tentang rencana Elon  Musk membangun pabrik baterai bagi smart car " tesla" Di Indonesia. Investasi besar yang berdampak positif bagi perekoninian kita, tentunya. Tetiba kami bicara tentang kekayaannya yang sundul langit. Yvon-sahabat saya dari Aussie berujar bahwa butuh waktu 20 ribu tahun baginya untuk menyami kekayaan Elon Musk. Waktu yang lama sekali, bahkan kita tidak pernah tahu setelah 20 ribu tahun mendatang seperti apa kita dan dunia ini. Well, daripada sibuk menghitung kekayaan Elon Musk mending menghitung berapa banyak kebaikan yang kita berikan bagi sesama, kataku padanya. Sontak Yvon mengangguk sambil menunjukkan dua jempolnya ke hadapanku. 

 

Sebagai warga Aussie tentunya tinggal di Indonesia memberinya sensasi yang berbeda. Terlebih pagi ini. Saya mengajaknya mengunjungi Pondok Pesantren terbesar se Banyuwangi, Darussalam Blokagung. Bersemangat dan gembira sekali dirinya. Dia "pamer" Pada sahabat-sahabatnya di Aussie tentang kegiatan tersebut. Konon, teman-temannya di Aussie bangak yang " Jealous" Dengan kehidupannya di Indonesia. 

 

Sepanjang perjalanan, dia memuji keelokan Indobesia tang menakjubkan. Bagnta, jalanan yang sempit menjadikan dia kerasan tinggal di Indonesia. Lalu dia bercerita tentang perjalan pulsmg ke kampung halamannya di Belgia. Dari Utrecht Belanda dia melalu super highway yang lajur jalannya 16 ruas. Wouw, kataku dalam hati. 

 

Yvon juga heran mengapa pengendara sepeda di Indonesia berlomba saling mendahului. Tetapi kondisi itu tak membuatnya kecewa mengibgat dia menemukan ekstase lain dari prilaku berkendara orang Indonesia. Salah satunya dia tunjukan pafa pengendara di depan kami. Pengendara sepeda tersebit berboncengan. Lelaki yang dibelakang duduk berlawanan ( menghadap ke belakang Sambil memegangi sebuah gerobak argo). Dia tak henti- hentinya tertawa akan fenomena tersebut. Saya kemudian menyela dan berkata padanya, " Indonesia dangerously beautiful" Sintak dia melepas tawa sambil menepuk jidatnya. 

 

Sesampainya di lingkungan pondok, lagi-lagi dia terkesima. Inilah kali pertama dia mengunjungi pondok pesantren. Deretan bangunan menjulang tinggi. Ribuan santri yang hilir mudik di komplek pondok, suasana belajar di kelas yang santun dan tenang semua membius pemahamannya tentang pondok. Salah satu pengurus  membawanya keliling pondok. Tak lama kemudian dia masuk kelas dan reriungan dengan para santri. Berbicara banyak hal tentsng Aussie dan terutama prngalaman berharganya selama pukuhan tahun bekerja di Correctional Office di Northern Territory. Selama bekerja, dia menangani ratusan kasus dan melakukan ribuan konseling dengan mereka yang terlibat dengan kriminal, narkoba, kekerasan dan lainnya. 

 

Dia bercerita padaku betapa baik akhlaq para santri, sangat santun, ramah dan pembelajar yang baik. Kondisi itu yang jarang dia temukan di Australia. Suasana kelas yang kondusif, tawadu'nya santri pada ustadnya adalah bagian dari potret muslim yang dia temukan. Tidak bisa dipungkiri bahwa dunia barat memandang muslim tak Ubahnya wajah teroris yang sering ditampilkan sebagai sosok yang jahat, suka bikin kacau dan suka membunuh. Prejudice semacam ini masih mekekat di benak orang asing. 

 

Pun demikian saat pertama kali saya mengajar di sebuah sekolah di Korea Selatan Mentor teacher ku berpesan jadilah potret muslim yang baik, ramah dan bersahabat. Mendengar nasehatnya, saya sedikit kaget. Dia menambahkan bahwa sebagian besar warga negaranya menaruh banyak curiga pada muslim. Gambaran Islam yang diposiskan sebagai simbol teroris dan kekerasan menjadi semacam cara mereka mahami Islam. Inilah kesempatan bagiku untuk memutarbakikkan anggapan tentang Islam pada milibeal Korsel pintanya. 

 

Yvon pernah berujar bahwa sebagian temannya di Australia memgkhawatirkan keselamatannya saat tinggal di Indonesia. Iseng-iseng saya bertanya padanya tentang suara speaker masjid dan musola yang banyak berdri di sekitar rumahnya. Salah satu pengeras suara itu menghadap persis ke rumahnya.  Tentu saja suara yang ditimbulkan dari pengeras itu mengganggunya. Lalu dia mengunjungi takmir musolla dan pihak takmir kemudian mengubah arah speaker ke sisi lainnya. Dari peristiwa tersebut, Yvon melihat Islam yang menyejukkan. Konon, dia sangat menyukai suara adzan yang ia. Dengar5 kali. Sehari. Diantara suara adzan yang paling dia sukai adalah saat subuh. Ponpes Blokagung memberi perspektif yang lebih jernih baginta dalam memahami Islam di Indonesia. Yvon berharap bisa mengunjungi dan reriungan kembali denga Santri Ponpes Blokagung sambil belajar Bahasa Inggris tentunya. Yvon kini tahu mengapa dserah tersebut disebut BLOKAGUNG.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post