Herlina Indrawaty

Herlina Indrawaty,S.Pd.M.Pd. adalah guru Bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Tanjung Morawa, Deli Serdang Sumatera Utara. Lahir dan besar di Medan. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Ilalang Menghalangi Pandangan

Ilalang Menghalangi Pandangan

29. Persetujuan Adopsi

Langit senja kemerahan bergerak perlahan di angkasa, yang kemudian berubah menjadi gelap. Hadirnya malam menambah semarak dengan lampu-lampu jalanan berwarna-warni. Aku baru saja menyelesaikan salat maghrib, ketika suara ketukan di pintu kamar. Pintu terbuka, Bik Nung tersenyum.

“Ibu dan Mas Rasya sudah di meja makan. Mbak Dian ditunggu,” ujarnya lembut. Aku tertegun, sepertinya malam ini Mbak Tika akan mengungkapkan status Kayla. Tadi, ketika Mas Rasya menanyakan putrinya, kujawab kalau Budenya rindu. Mas Rasya tersenyum dan tidak mengatakan apa-apa.

“Saya akan turun Bik,” jawabku lembut. Setelah kepergian Bik Nung, hatiku dilanda kekhawatiran. Takut melihat reaksi suamiku. Bisa saja, dia akan marah karena aku telah lancang dan tidak meminta persetujuannya. “Ah, sudah lah, hadapi saja,” batinku bermonolog. Segera kurapikan pakaian dan rambut, lalu keluar kamar.

Mbak Tika melirik ketika aku sudah dekat ke meja makan. Mas Rasya bangkit menarik kursi untukku.

“Aku bersyukur karena kita bisa bersama lagi menjadi satu keluarga yang utuh. Kuharap, kehadiran kalian di rumah ini memberikan kedamaian, ketenangan dan kebahagiaan. Terima kasih atas pengertian Dian, yang sudah merelakan Kayla untuk kuadopsi.” Mbak Tika berhenti sejenak. Aku meremas tangan Mas Rasya, ketika kulihat dia akan berkomentar.

“Pak Irsyad akan mengurus ke Pengadilan Negeri syarat-syaratnya. Kuharap, kita bisa menyelesaikan secepatnya.” Setelah itu, Mbak Tika dengan tenang mulai mengambil nasinya. Kulihat Mas Rasya gelisah, aku menenangkan dengan pandanganku.

Jelas saja, kami tidak berselera makan. Hanya mengambil sekedarnya. Terutama Mas Rasya yang wajahnya berubah mendung. Mungkin, dia merasakan ketidakhadiran Kayla bersamaku. Sejak kedatangan ke rumah ini, aku belum melihat anakku sama sekali, begitu juga suamiku.

“Di, bagaimana ini bisa terjadi? Pantas saja, Mbak Tika berubah baik. Ternyata kamu sudah mendatanginya dan menyerahkan Kayla,” ujar suamiku ketika kami sudah berada di kamar. Wajahnya terlihat tidak suka. Sebelum menjawab, kuhirup oksigen semampuku, lalu perlahan menghembuskannya.

“Mas, maafkan aku telah lancang mendahului. Tiada maksud lain, aku hanya ingin keluarga kita bersama, tidak lagi terpecah-pecah dan saling diam-diaman.”

“Tapi Di, Kayla anak kita?” jawabnya dengan nada tinggi. Kujelaskan semua yang menjadi pemikiranku padanya.

“Mbak Tika mungkin kesepian, biarlah Kayla menjadi penghiburnya. Kita kan masih serumah, bisa melihatnya tumbuh dan berkembang,” hiburku. Sebenarnya, aku meragukan jawaban ini karena seharian ini aku tidak bisa melihatnya.

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kayla jgn pergi

13 Mar
Balas

Cerpen yang menarik

12 Mar
Balas

Terima kasih Bu...

12 Mar

Kemana Kayla?

12 Mar
Balas

Ada Bu, tapi tidak bisa ditemui

12 Mar

Apakah Kayla hanya main di kamar atau dimana dia?... Next

12 Mar
Balas

Ada di ruangan yang tidak bisa ditemui ibu dan bapaknya.

12 Mar

Semoga menjadi keputusan tepat

13 Mar
Balas

Waduh, diajak ke mana ya, dia.

13 Mar
Balas

Waduh ..kemana Kayla ya bund? Lanjuutt bund ..penasaran ni ..keren bgt crtnya.

12 Mar
Balas

Ada Oma, tapi tidak boleh ditemui orang tuanya.

12 Mar



search

New Post