Hermin Agustini

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Cincin Emas

Cincin Emas

(part 4)

Oleh: Hermin Agustini

“Mana nomernya, Mama mau bicara dengan perempuan yang bisa menentramkan hati ayah sehingga lupa pada mama dan anak semata wayang kita,” kata arin melalui pesan whatsapp kepada Tio.

“Untuk apa, Ma?” balas tio bertanya.

“Kasih aja, sulit amat sih?” ketik Arin yang menahan emosi sekuat hatinya agar ia bisa tetap berpikir normal. Arin bertekad untuk tenang agar ia bisa mengambil sebanyak – banyaknya bukti tentang hubungan suaminya dengan perempuan bernama Naila. Niat Arin untuk bercerai dari Tio sangat bulat.

“Mama, sudahlah, jangan diperpanjang, Ma, malu kalau sampai ada yang mendengar. Mama jangan menambah masalah. Cukup kita berdua, Ma” pinta Tio.

“Mama justru mau menyelesaikan masalah. Mama ingin bicara dengan perempuan itu sekarang, Ayah!” kata Arin yang mulai emosi melalui pesan suara.

“Mumpung mama masih ingin bicara lewat telpon loh, ya. Jangan biarkan mama mendatangi perempuan itu. Kalau dia tidak mau menemui mama berarti mama harus bicara dengan suaminya, anaknya, atau ibunya. Ya siapa saja yang bisa mama termui bila tawaran mama untuk bicara ditelpon tidak dikabulkan.” Lanjut Arin dengan pesan suara.

“Cinta banget ya, Ayah ke perempuan itu sampai dibela- belain begini.” Arin masih melanjutkan pesan suaranya.

“Bukan begitu, Ma. Ayah hanya tidak ingin masalah ini melebar kemana- mana,” jawab Tio juga melalui pesan suara.

“Oke, mama gak ada waktu untuk berdebat. Jangan paksa mama mendatangi perempuan itu. Kecuali kalau dia mau menelpon mama. Mama hanya ingin bicara dari hati ke hati,” Arin mulai terisak. Dadanya penuh sesak tak mampu lagi menahan lara kecewa di hatinya.

Tio tak bisa berkata apa-apa lagi kecuali menyerah dengan permintaan Arien yang sedang membara.

Tio pun mengirim sebuah nomor yang sebenarnya telah Arin simpan. Arin hanya ingin menaklukkan hati suaminya agar tak merasa sdelalau benar dan berkelit lagi.

Beberapa kali Arien mencoba menghubungi nomor Naila. Namun tetap tak ada jawaban.

Arin semakin tak mampu menahan emosinya. Bibirnya bergetar begitu pula dengan jemarinya. Namun ia berusaha sekuat tenaga menenangkan diri. Segelas air minum menjadi penenangnya kali itu. Kemudian ia bergegas ke kamar kecil unuk merapikan make up dan bersiap melayani para customer dengan tetap tersenyum meski dari sorot matanya tak terpancar keceriaan.

Akankah Naila berani menelpon Arien? Atau Arien yang akan terpaksa mendatangi rumah Naila?

Bersambung

24 Januari 2023

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren bun ... lanjuut... ditunggu

25 Jan
Balas

Kasihan itu mom Arin, diselingkuhi ya

24 Jan
Balas



search

New Post