Hernawati Kusumaningrum

Hernawati adalah guru bahasa Inggris SMP Al Hikmah Surabaya. Ibu berputra 4 ini berhobi membaca, menulis, dan berkebun. Suka mengikuti lomba bagi guru. Sekarang...

Selengkapnya
Navigasi Web
Mbolang di Gebyar Literasi
Dini hari di Istiqlal.Pak Saifi yang mana?

Mbolang di Gebyar Literasi

#1 Ingin Mandi, Dapat Masjid

H-1 sebelum acara Gebyar Literasi Media Guru saya japri sahabat saya. Ia juga mengikuti kegiatan ini. Kebetulan dia kelahiran Jakarta. Hanya saja ia menetap di kota kecil di Jawa Timur. Menggerakkan roda literasi di sana.

Saya ingin menanyakan beberapa hal penting. Maklum, saya tidak paham Jakarta. Saya ke Jakarta hanya jika diundang untuk sebuah even. Mengikuti sebuah kompetisi misalnya. Kegiatan tersebut biasanya sudah dikelola oleh pemerintah. Artinya, peserta hanya datang membawa diri. Tidak perlu meributkan akomodasi, transportasi, dan sebagainya.

Nah, Gebyar Literasi ini acaranya sangat mandiri. Dari guru, oleh guru, dan untuk guru. Untunglah para guru ini sangat cakap. Sudah memiliki kecakapan abad 21 tampaknya. Hehehe...

Salah satunya kolaborasi. Beberapa di antaranya dengan sukarela menjadi panitia. Mengatur alur informasi sedemikian rupa sehingga para peserta cukup terbantu. Mencarikan penginapan, mengelola keberangkatan, menyediakan kaos kegiatan untuk menyebut beberapa. Selebihnya, peserta tinggal mengembangkan kemampuan berkomunikasi. Salah satunya bersosialisasi.

Acara formal dilaksanakan Sabtu pagi mulai pukul 9. Cek in hotel pukul 12. Kereta saya sampai di Pasar Senen pukul 3 dini hari. Nah, ada jeda berapa jam sebelum acara dibuka. Saya hanya mengkhawatirkan satu hal: mandi di mana? Untuk kepentingan inilah saya mengontak sahabat saya tadi.

Alhamdulilah. Ia menjawab, "Nanti kita ke Istiqlal saja. Mandi dan salat Subuh di sana. Setelah itu jalan-jalan ke Monas. Baru kemudian ke forum. Gimana?"

Saya hanya bisa bilang: We- O- we. Wow

Betapa tidak? Saya hanya ingin mandi. Ternyata Allah memberinya lebih. Bisa salat di Istiqlal. Dilanjut jalan-jalan ke Monas. Sesuatu banget. Saya belum pernah ke masjid ini. Dulu, saat aksi 212 saya menyaksikan betapa masjid Istiqlal menjadi saksi atas sebuah perjuangan. Lalu Monas. Terakhir saya ke sana ketika SD kelas 6. Sekarang saya seorang ibu dengan 4 orang anak. Duhai Allah, rencanamu begitu indah.

***

Kereta sampai di Senen sekitar pukul 3 dini hari. Seperti rencana sebelumnya kami menuju Istiqlal. Kami berdelapan. Bu Dewi, bu Wafi, bu Ita, dari Lamongan, bu April dari Bojonegoro, bu Ning dari Cepu, bu Endang dan saya dari Surabaya. Pak Saifi, satu-satunya pak guru yang ikut bersama kami.

Ternyata masih tertutup pintu gerbangnya. Di depan gerbang sudah menunggu banyak orang. Di sisi kanan gerbang ada penanda. Masjid dibuka pukul 4 mendekati subuh dan ditutup pukul 10 malam. Para penunggu tersebut berasal dari beberapa daerah di Indonesia. Ada rombongan dari Madura, Banten, dan Lampung. Rombongan Lampung akan melakukan khotmil Quran.

Sekitar pukul 4-an gerbang dibuka. Bus, mobil segera masuk ke halaman Istiqlal. Kami segera masuk ke pelataran masjid. Subhanallah. Pijar kekuningan di antara langit yang gelap. Segera kami ambil posisi untuk mengabadikan momen dini hari ini.

Kami memasuki lobi masjid. Beberapa orang segera menawarkan tas plastik untuk menempatkan sandal.

"Seikhlasnya, seikhlasnya," ujar para pembawa kresek.

Kami segera menerima tawaran tersebut dan memasukkan sandal-sandal ke dalamnya. Ternyata luas juga lobi masjid ini. Kami harus berpisah dengan pak Saifi. Tempat mandi terpisah.

Sesuai petunjuk sahabat saya tadi, kami menuju ke kamar mandi. Ada berderet-deret kamar mandi di sana. Pintu dan peralatan mandinya kalau tidak salah terbuat dari stainless steel. Ruangan masih sepi. Kami segera membongkar muatan. Saya sudah tidak sabar lagi untuk menghilangkan keringat yang menempel di tubuh.

Tidak lama kemudian, satu demi satu pengunjung berdatangan. Mereka antri di depan kamar mandi. Tepat di depan saya. Segera saya bilang, " Bu ini sudah ada yang ngantri." Si ibu tidak bergeming. Dia hanya bergeser beberapa langkah ke samping. Ditambah maju ke depan!

Saya mengalah. Mengorbankan antrian kamar mandi saya dan beralih ke kamar mandi di sebelahnya. Pengunjung semakin ramai. Tua muda, anak-anak. Beragam bahasa daerah beradu.

Tiba-tiba terdengar suara laki-laki, " Mandinya dua-dua. Atau tiga-tiga."

Saya melongo.

Tidak lama kemudian dia meralat, " Yang anak-anak, mandinya dua-dua atau tiga-tiga."

Hemmm.

***

Alhamdulilah. Akhirnya kami semua sudah selesai mandi. Segar dan harum. Kami sudah siap salat Subuh.

Gumarang 1/4A

Pemalang, 21 Mri 2017

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Untung kita termasuk kloter pertama antrian mandi...he he he

23 May
Balas

Wah asyeeek yah dapat pengalaman baru yg luar biasa. Salken bu

21 May
Balas

Wah asyeeek yah dapat pengalaman baru yg luar biasa. Salken bu

21 May
Balas

ya nih. salken balik

21 May



search

New Post