Hernawati Kusumaningrum

Hernawati adalah guru bahasa Inggris SMP Al Hikmah Surabaya. Ibu berputra 4 ini berhobi membaca, menulis, dan berkebun. Suka mengikuti lomba bagi guru. Sekarang...

Selengkapnya
Navigasi Web

Menjadi Guru 4.0: Terbuka dan Terhubung

Oleh Hernawati Kusumaningrum --Guru SMP Al Hikmah Surabaya

Revolusi industri 4.0 ditengarai mengubah banyak hal dalam kehidupan. Tidak terkecuali dalam dunia pendidikan. Guru, sebagai ujung tombak pendidikan tentu saja terdampak. Ruang-ruang kelas yang biasanya berisi satu guru dan banyak siswa mengalami pergeseran. Belajar tidak lagi dibatasi ruang dan waktu. Guru bisa hadir di mana pun saat siswa membutuhkan. Kapan pun.

Dulu, guru tidak masuk karena sebuah urusan misalnya, siswa akan bersorak. Riang gembira. Jamkos alias jam kosong. Mereka bisa melakukan apa saja. Membaca buku, berlatih mengerjakan soal-soal bagi yang rajin, mengobrol, kothekan (memukul bangku dengan berirama) sambil bernyanyi, kabur membeli bakso di kantin, atau bahkan kabur keluar nonton bioskop. Kalau pengelola sekolahnya bagus, akan ada guru piket. Ia akan menggantikan mengajar atau menyampaikan tugas yang dititipkan guru yang sedang absen tersebut. Namun kebanyakan, jamkos ya kosong.

Kini, hal tersebut sedikit bisa dihindari. Guru yang absen dapat mengunggah tugas melalui grup kelas. Twitter, Whatsapp, Telegram bisa menjadi alternatif. Kemudian, siswa mengunduh tugas tersebut, berkolaborasi menyelesaikan dan menggunggah hasilnya. Guru bisa mengunduh hasil kerja siswa dan memberikan umpan balik.

Perlu dicatat, guru tidak hanya bisa menyampaikan tugas tetapi juga mampu “mengajar” dalam kondisi sakit sekalipun. Pasalnya, ia sudah membuat media pembelajaran berbasis digital. Dengan aplikasi Powerpoint, ia menjelaskan materi pembelajarannya dan disimpan website Slideshare yang bisa diunduh gratis. Ia gunakan aplikasi Videoscribe dan merekam suaranya sedang menjelaskan materi pembelajaran hari itu. Atau bahkan ia sudah men-shooting dirinya sedang menyampaikan materi pembelajaran jauh hari sebelum ia sakit. Di-uploadnya di Youtube-- misalnya dan dikirimkan link-nya ke siswa. Mereka tinggal meng-klik link tersebut. Mengikuti penjelasan guru. Ia akan membuat siswanya sibuk. Berdiskusi. Berkolaborasi.

Dulu, kakek buyut kita belajar dengan menggunakan sabak, lempengan segi empat dari batu karbon. Sabak digunakan bersama grip, serupa pensil. Karena ukurannya kecil, mereka harus menghapus segera setelah selesai digunakan. Tidak ada acara catat mencatat. Ini bisa menjelaskan mengapa orang-orang zaman dulu mempunyai daya ingat tinggi. Mereka mencatatnya dalam pikiran. Ya, mereka harus berkonsentrasi penuh mendengarkan guru yang sedang menjelaskan. Pembelajaran hanya satu arah.

Kehadiran kertas membantu mengingat pelajaran yang telah diberikan. Kertas menjadikan pengetahuan terdokumentasikan secara fisik. Ketika siswa lupa, mereka bisa membuka catatan. Selain guru, buku menjadi sumber belajar meski keberadaannya pada saat itu masih tergolong elit.

Komputer dengan internet di dalamnya menjadi sumber belajar yang berlimpah. Guru bukan satu-satunya sumber belajar. Buku cetak pun bertransformasi menjadi digital, e-book. Tersimpan dalam perpustakaan maya yang bisa dibawa ke mana-mana. Tidak perlu sebesar sabak. Cukup dalam genggaman. Belajar tidak hanya dari buku. Blogging, vlogging bisa jadi sarana belajar.

Apalagi sekarang internet semakin mudah didapat. Dalam laporan riset bertajuk Digital in 2019, hasil kerjasama layanan manajemen konten HootSuite dan agensi pemasaran media sosial We Are Social menyebutkan bahwa penetrasi internet di Indonesia sampai Januari 2019 mencapai 56%. Artinya, 56% total penduduk Indonesia telah terjangkau internet. Dari 268,6 juta penduduk Indonesia ada sekitar 355,5 juta penduduk yang menggunakan HP. Setara dengan 133% dari populasi Indonesia pengguna HP aktif. Berarti 1 orang bisa jadi memiliki lebih dari 1 HP. Seratus tiga puluh juta di antaranya mengakses internet melalui HP. Seratus lima puluh juta di antaranya pengguna media sosial aktif.

Perkembangan dunia digital yang begitu cepat mengharuskan guru berbenah. Apalagi guru dari generasi baby boomer yang menurut Marck Prensky disebut sebagai digital immigrants. Mereka harus menyesuaikan diri dengan siswa yang merupakan penduduk asli di dunia digital alias digital natives. Guru harus melakukan transformasi dalam mengajar. Dari konvensional menuju digital. Mau tidak mau.

Terbuka-Terhubung

Yang paling dibutuhkan guru saat ini adalah terbuka terhadap perubahan. Dengan keterbukaan, guru akan lebih banyak belajar. Belajar bagaimana memahami pembelajaran abad 21 yang mengharuskan penghuninya menjelajah jejak teknologi dan senantiasa berbagi inspirasi. Bagaimana mengubah pola pikir dan perilaku terhadap lingkungan yang telah berubah. Communication, Critical thinking, Collaborative, dan Creativity hendaknya tidak berhenti pada tataran teori. Bukan kosmestik.

Guru harus sadar karena yang mereka hadapi adalah generasi yang berbeda. Bagaimana menyiapkan mereka survive di zamannya kelak. Hasil studi McKinsey (2016) menyebutkan bahwa dalam lima tahun ke depan sebanyak 52,6 juta lapangan pekerjaan akan tergantikan oleh otomatisasi yang mengikuti tren global. Sebanyak 60 persen pekerjaan akan mengadopsi sistem otomatisasi dan 30 persen akan menggunakan mesin berteknologi digital. Namun demikian, teknologi digital akan menciptakan jutaan pekerjaan baru yang belum pernah ada sebelumnya. `

Terhubung adalah kunci kedua. Guru 4.0 adalah guru yang aktif di dunia digital. Ia bereksplorasi menggunakan kelas-kelas virtual seperti Quipper school, Google classroom, Edmodo, Moodle, untuk menyebut beberapa. Kelas-kelas yang menghubungkan guru tidak hanya dengan siswa tetapi juga orang tua siswa sebagai stake holder. Mereka berhak tahu proses pendidikan yang sedang dijalani siswa. Pun mereka bertanggung jawab atas masa depan anak bangsa. Bukankah pendidikan pada dasarnya kolaborasi antara guru dan orang tua?

Selain itu, guru harus terhubung dengan dunia luar. Bukan masanya guru hanya bekutat dengan buku pelajaran dan tugas administrasi lainnya. Guru harus membangun networking. Ia harus selalu meng-upgrade diri. Tak lelah belajar. Kelas-kelas online seperti Futurelearn, Seamolec, Indonesiax patut dicoba. Mengikuti forum-forum ilmiah baik itu secara off line maupun online menjadi penyegar tersendiri. Tidak hanya sebagai peserta tetapi juga pembicara. Teleconference juga webinar menjadi hal yang seharusnya tidak asing bagi guru 4.0.

Literasi menjadi penting bagi guru. Terhubung dengan komunitas untuk berbagi. Semangat berbagi bisa diarahkan ke portal pendidikan semacam Rumah belajar dari Kemendikbud, inibudi.org, dan Ruangguru misalnya. Guru bisa menuliskan karyanya agar menjadi inspirasi bagi guru lainnya.

Literasi media adalah hal yang tak kalah pentingnya. Di era otomasi ini, saking banyaknya informasi, menjadikan kita ibarat masuk di rimba raya. Kalau tidak cerdas mengelolanya bisa tersesat ke mana-mana. Kalau guru melek IT maka ia bisa mengarahkan para siswanya agar meraup informasi yang positif dan meminimalisir yang negatif. Keberadaan gawai di tangan seharusnya memudahkan transfer ilmu. Semudah mengetukkan ujung jari kita di keyboard. Semudah menyapukan ujung jari di screen tablet, hp, atau laptop. Revolusi industri 4.0 memaksa guru tidak hanya berubah tetapi juga terbuka dan terhubung.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Lama vakum, sekali menulis langsung cetar. Welcome home, Mbakyu... Jangan letih menginspirasi.

19 Mar
Balas

hehehe... ya suwe banget. makasih mas Eko Prasetyo

19 Mar

Mantap mbak Herna, betul sekali dan kenyataan ini tidak bisa dipungkiri, mau tidak mau guru harus bisa menetima perubahan, mau belajar sekaligus menjalaninya. Karena otomatis siswa kita sudah berada pada zamannya yang tidak mungkin dihindari lagi... Selamat untuk selalu menginspirasi mbak..

27 Mar
Balas



search

New Post