Hesty Noviastuty

Hesty Noviastuty Guru di Jakarta ...

Selengkapnya
Navigasi Web

GURUKU SAHABAT SURGAKU

Profesi guru saat ini telah menjadi profesi yang menjanjikan. Berbeda dengan puluhan tahun lalu. Guru menjadi profesi yang jarang dilirik. Institut Keguruan menjadi perguruan tinggi nomer dua. Dulu profesi guru tidak diminati. Gaji yang kecil, tidak mencukupi. Sampai gelar Sarjana pendidikan yang disingkat dengan S.Pd diberi kepanjangan Sarjana Penuh Derita.

Tapi kini profesi guru menjadi profesi yang banyak diminati. Tidak ada PHK untuk guru ditengah krisis ekonomi seperti karyawan yang lainnya. Dengan adanya tunjangan Sertifikasi Guru, membuat kesejahteraan guru semakin meningkat. Belum lagi untuk guru-guru PNS daerah yang mendapatkan tunjangan daerah tiap bulan. Guru sekarang tidak lagi menjadi Oemar Bakri yang hanya punya sepeda ontel.

Hanya saja seiring dengan meningkatnya kesejahteraan guru, tidak terlihat peningkatan kualitas pendidikan yang signifikan. Semakin banyak tunjangan semakin banyak tugas yang harus dikerjakan oleh guru. Mulai dari tes kompetensi guru, program guru pembelajar daring hingga menghitung angka kredit semua harus dilakukan oleh guru. Alih-alih meningkatkan kualitas, yang sering terjadi adalah guru meninggalkan tugasnya mengajar di kelas. Peserta didik terkadang tidak optimal mendapatkan hak nya untuk belajar. Waktu bagi sang guru tersita untuk masalah administrasi yang harus dipenuhinya. Demi tunjangan yang bisa menaikkan taraf hidupnya.

Di sisi lain, masih banyak juga guru-guru hononer di daerah terpencil dan pedalaman yang tidak mendapatkan gaji yang layak. Padahal mereka lebih banyak pengorbanannya daripada guru di Kota. Jangankan tunjangan, bahkan gaji mereka ada yang tidak didapatkan tiap bulan. Mengharapkan bisa diangkat menjadi Abdi Negara, tapi kenyataannya sekarang tidak lagi ada pengangkatan dari guru tidak tetap.

Guru apapun kisahnya, harusnya tetaplah menjadi profesi mulia. Menjadi guru haruslah dimulai dari pangilan hati dan jiwa. Seorang guru menjadi sosok yang diGugu dan ditiRu. Ditengah tugas yang banyak sudah menjadi keharusan mengingat murid adalah ladang menyemai pahala. Ilmu yang diajarkan akan menjadi berkah dan amal jariah. Tentunya ilmu yang bermanfaat dan berguna bagi kehidupan dunia dan akherat.

Murid adalah cerminan dari sang guru. Bagaimana sosok Imam Syafi’i menjadi ulama yang juga terkenal sebagaimana gurunya, yaitu Imam Malik. Pendidikan tidak akan berjalan tanpa adanya guru. Karena gurulah yang melakukan pekerjaan berupa transfer ilmu dan internalisasi nilai-nilai kehidupan kepada peserta didik. Guru lah yang bisa menanamkan pemahaman yang baik kepada anak didiknya. Generasi penerus adalah mata rantai pewaris perjuangan dalam menegakkan kebenaran. Oleh karena itu guru haruslah menjadi suri teladan. Bukan hanya sekedar transfer ilmu. Tapi sebagai orang yang menanamkan nilai-nilai kebaikan.

Terlebih lagi dalam Islam. Kebaikan yang ditanamkan bukanlah sekedar kebaikan untuk dunia, tapi yang paling penting adalah kebaikan akherat. Penanaman tauhid di setiap pelajaran yang diajarkan. Tidak menganggap mengajar hanya sekedar gugur kewajiban. Mengajar karena mengharapkan tunjangan yang banyak. Atau mengajar dengan setengah hati karena gaji yang hanya sedikit.

Jika seorang guru dapat melihat begitu besar pahala yang diberikan Allah dengan memberikan ilmu yang bermanfaat, tentunya dia akan mendidik dengan optimal. Walaupun memang seorang guru seharusnya layak mendapatkan penghargaan. Sebagaimana kisah yang diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, dari Sadaqah ad Dimasyiq, dari al Wadl-iah bin Atha; bahwasannya ada tiga guru di Madinah yang mengajar anak-anak, dan Khalifah Umar bin Khathtab memberikan gaji lima belas dinar (kurang lebih 63,75 gram emas) setiap bulannya.

Memang dibutuhkan peran negara untuk meningkatkan kesejahteraan guru secara merata. Tanpa dibebani permasalahan administrasi untuk syarat-syaratnya. Tentulah guru bisa optimal menjalankan kewajibannya. Karena masalah pendidikan adalah tanggung jawab negara. bukan dibebankan pada guru semata.

Negara yang menjamin kebutuhan guru dan pendidikan. Tetapi juga memperhatikan syarat-syarat yang ketat sebagai kriteria pendidik. Kriteria tersebut antara lain; istiqomah, sabar, berilmu, cerdas, terampil, dan penyantun.

Sebagaimana sabda Rasulullah; “Sesungguhnya ilmu adalah agama, maka lihatlah dari siapakah kalian mengambil agama kalian”(HR Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/7 Maktabah Sahab)

Dari perkataan di atas didapatkan petunjuk dari Rasulullah SAW serta para sahabat dan tabi’in agar hendaknya dalam mengambil ilmu dapat memilih dari siapa memperolehnya. Karena ilmu adalah “agama” . jadi ilmu harus diambil dari orang yang alim, adil dan istiqomah.

Seharusnya ini menjadi sandaran bagi seorang guru. Menjadi guru dengan segenap hati. Sebab ada tanggung jawab moral yang harus dipikulnya. Mengajak anak didiknya menjalankan kebaikan yang Allah perintahkan. Ini akan menjadi pahala yang luar biasa jika seorang guru melakukan hal tersebut.

“Siapa saja yang menyeru manusia pada petunjuk (Islam) dia pasti akan mendapatkan pahala sebagaimana pahala yang akan diperoleh orang yang mengikuti petunjuk itu tanpa mengurangi sedikitpun pahalanya. “(HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai, dan Ibnu Majah)

Memang benar profesi guru adalah profesi yang menjanjikan. Menjanjikan pahala yang tidak akan terputus. Tantangan nya di saat ini adalah sistem kehidupan kapitalis yang sekuler. Peserta didik yang cuek, kehidupan yang sulit bagi guru dan juga tuntutan pekerjaan. Bagaimana seorang guru harus bisa memahami anak didiknya. Mengatasi beban kehidupan yang berat dan menyelesaikan tuntutan profesi.

Tentunya haruslah punya tekad yang kuat, dan tidak bisa dilakukan tanpa topangan sistem yang bisa melindungi dan menjamin kebutuhan guru dan peserta didik. Sistem kehidupan yang membuat guru bisa menjalankan profesinya sesuai dengan tujuan pendidikan. Mencetak generasi masa depan yang cemerlang. Menghilangkan penghalang yang membuat generasi muda tidak memikirkan masa depan. Menuntun mereka ke jalan menuju surga Nya. Hingga mereka selalu merindukan gurunya. seperti Muhammad Al Fatih yang selalu mengikuti perkataan gurunya Syaikh Syamsudin. Menanamkan keyakinan untuk mewujudkan janji-janji Allah dan RasulNya. Pada akhirnya mereka merasakan dan bisa mengatakan; “Guruku Sahabat Surgaku”

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Betul sekali bu, sejatinya guru merupakan jalan fisabilillah. Salam kenal dan barakallah

16 Oct
Balas

Aamiin. Salam kenal juga bu.

16 Oct

Semoga buk, insyaa Allah

15 Oct
Balas

Aamiin. Trimakasih, Pak.

15 Oct



search

New Post