Agus Bandriyati

Guru SD yang tidak punya hobby. Mengawali pekerjaannya sebagai guru SMU, lanjut turun jenjang mengajar di SMP dan " naksir berat" di SD hingga belasan tah...

Selengkapnya
Navigasi Web
Pintu Keberkahan
Narsis sejenak

Pintu Keberkahan

Tantangan hari ke-20

#TantanganGurusiana

Bertepatan dengan habisnya waktu kunjungan pasien, kami pun baru sampai di rumah sakit ini. Rumah Sakit yang dikhususkan untuk pasien jantung. Aku pun langsung menuju ruang perawatan tempat ayah dirawat yang ternyata sudah lengang.

"Pada di mana, kok lantai 2 sepi, nih!" ucapku melalui sambungan telepon dengan kakak ipar.

"Kita di ruang tunggu, di lantai 3, ke sini saja." jawab kakak ipar dari ujung telepon.

Aku pun menuju ruang tunggu lantai 3, yang sudah penuh dengan keluarga pasien dari seluruh nusantara. Ya, rujukan untuk penyakit jantung hanya di rumah sakit ini. Dulu bernama Rumah Sakit Dharmais, entah bagaimana ceritanya sekarang menjadi Rumah Sakit Harapan Kita. Ya, harapan keluarga pasien agar yang sakit segera pulih kembali.

"Ga bisa masuk ruang pasien ya? meskipun pakai ID Card penunggu pasien?" tanyaku pada kakak ipar.

"Ga boleh, nanti kalau ada tindakan, keluarga di panggil oleh security." jelas kakak ipar.

Aku pun tidak berlama-lama berada di ruangan tunggu pasien tersebut, karena sangat penuh oleh keluarga pasien.

Bersyukur semua keluarga bergantian menjaga ayah tanpa mengeluh, bahkan sejak lebih dari sebulan lalu, sudah terjadwal tugas masing-masing. Anak, menantu, bahkan para cucu yang sudah dewasa turut kebagian jadwal rutin menjaga ayah kami. Hanya saya yang 'hinggap' sesekali dikarenakan masih ada Si Kecil.

Menjaga pasien bukan hal baru bagiku, hal yang sama pernah ku lakukan saat bapak mertua berada di ruang ICU salah satu rumah sakit, dengan kondisi hamil muda, menjaga beliau dengan suami, karena pihak keluarga bapak mertua langsung boyongan pulang begitu ada pengganti. Ditambah lagi lontaran ucapan salah satu dari mereka, "gantian dong jaganya, jangan kita-kita terus!" Saya hanya senyum mendengar lontaran kata tersebut. Kasian pada yang sakit jika tidak ada keikhlasan untuk menjaganya.

*****

"Ni, turun dulu ya, karena Si Kecil ditinggal dari tadi." ucapku pada kakak ipar.

"Iya, sekalian pulang aja, di sini sudah banyak yang nungguin!" jawabnya.

"Ok!" jawabku sambil mengacungkan jempol.

Di ruang tunggu lantai 1 juga penuh dengan keluarga pasien yang mungkin jenuh dengan suasana ruang tunggu lantai 3. Banyak juga keluarga pasien yang baru datang dan tidak bisa mengunjungi pasien karena waktu kunjungan sudah habis.

Aku pun duduk pada kursi panjang bagian depan yang kosong, sementara deretan kursi di belakangku sudah penuh oleh keluarga pasien.

Tak lama, kudengar ucapan melalui telepon dari salah satu keluarga pasien yang berada di tepat dibelakang kursiku.

"Belum, bapak belum sembuh juga, susah sih diaturnya, sudah tua juga, ga bisa dijaga makannya!" ucapnya melalui telepon dengan seseorang.

"Kemarin makan duren, itu duren dihabisin semua, udah tahu jantung, masih aja semaunya!" ucapnya lagi tanpa henti.

"Iya, amin...semoga lekas sehat, jangan nyusahin kayak gini, ini namanya nyusahin keluarga, bolak-balik berobat, kalau mau mati, ya, mati sekalian biar jelas kita ga bolak-balik kayak gini!" sambungnya dengan nada mulai emosi.

Duggggggg......! seolah gada besar baru saja menimpa jantung saya, saya hanya bisa beristighfar sambil penasaran menoleh ke belakang.

Ternyata ucapan-ucapan ketidakikhlasan itu berlanjut dan jadi pembahasan mereka, ibu dan anak. Saya pun memilih sibuk dengan telepon genggam saya ketibang mendengarkan obrolan mereka.

***

Semakin saya bersyukur, bersyukur memiliki orang tua yang tidak hanya mengajarkan dengan kata-kata tapi justru dengan perbuatan yang langsung dapat dlihat dan diteladani, belum pernah saya dengar keluhan dari keluarga yang menjaga ayah, yang terjadi justru keluarga kami paling sering dan paling banyak yang menunggui pasien. Satu bulan lebih bukan waktu yang sebentar, jika tiada keikhlasan tiada mungkin keluarga mampu bertahan.

Orang tua bukanlah beban, tapi mereka adalah pintu keberkahan bagi anak, dan saat ini kami hanya memiliki satu pintu keberkahan setelah pintu keberkahan yang satu diambil kembali oleh pemiliknya.

Bukan kemewahan, bukan prestasi dan prestise yang mampu menjadikan anak taat, tapi keikhlasan, ridho, dan do'a orang tua. Tidak perlu memaksa anak untuk taat pada orang tua, tapi cukup tunjukkan perbuatan orang tua yang juga taat pada orang tuanya, anak adalah peniru ulung.

Tepat hari ini juga, ulama terbaik bangsa telah mendahului kita semua, selamat jalan Dr. Ir. KH. Salahuddin Wahid. Masih belum kering airmata bangsa setelah sebelumnya Dr. Joserizal Jurnalis, founder The Mer-C juga menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit yang sama. Beliau adalah orang-orang baik yang menjadi teladan anak-anak bangsa.

Jakarta, 3 Februari 2020

#TantanganGurusiana

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Merawat cinta orang tercinta bagian dari seni berbahagia. Semoga yang sakit diberi kesembuhan

03 Feb
Balas

Amin.....YRA..

03 Feb



search

New Post