Ratno

Bermarkas di Kabupaten Nganjuk, Tepatnya di Jalan Citarum III RT.03 RW.05 Kelurahan Kauman Kec/Kab. Nganjuk Jawa Timur info lebih lengkap kli...

Selengkapnya
Navigasi Web

Memory Kampung Halaman

Dalam menyambut datangnya bulan suci ramadhan masyarakat kampung Ringinanom Bojonegoro tempat tinggalku kala kecil , dilaksanakan dengan berbagai macam cara salah satunya adalah megengan. Megengan adalah selamatan (kondangan) di rumah masing-masing dengan menyediakan makanan (ambengan) dengan wadah nampan (tampah) dengan mengundang tetangga kanan kiri dengan sistim zona . Setiap zona berkisar 8-10 Kepala Keluarga (KK). Setiap KK diwakili satu orang saja. Dalam satu kampung ada 6 zona yang memimpin do,a (modin atau tokoh agama) hanya 2 orang.

Sekilas memang sederhana , sekampung selamatannya dilaksanakan satu atau dua hari sebelum puasa Ramadhan dengan waktu yang hampir bersamaan, bertempat di masing-masing rumah penduduk secara bergiliran. Biasanya setelah selesai selamatan menu makanan tidak habis dimakan sekaligus , hanya sekedar dicicipi saja selebihnya dibungkus daun dan dibagi rata untuk dibawa pulang.

saya hanya membayangkan kalau dalam satu zona yang ikut selamatan10 orang berarti setiap orang mendapat Sembilan bungkus makanan. Berbeda dengan yang memimpin do,a yang membawahi 3 zona akan mendapat 29 bungkus makanan. Yang saya pikirkan ternyata makanan tersebut sampai di rumah tidak dimakan semua, sisanya dijemur sampai kering menjadi sesuatu yang namanya karak . Karak tersebut dikemudian hari bisa dijual dengan harga yang relative sangat murah, atau bila musim paceklik bisa dibuat nasi aking (nasi yang dijemur kering dimasak lagi dicampuri bumbu dan parutan kelapa)

Saya penasaran, tentunya kebiasaan megengan tersebut sudah dilakukan sejak dahulu kala secara turun-temurun, lalu siapakan yang membawa (cikal bakal) tersebut. Ternyata setelah saya telusuri menemukan salah satu sumber yang dapat dipercaya yaitu [email protected]. Megengan dibawa oleh Sunan Kalijaga salah satu wali Songo yang mensyiarkan agama Islam di Pulau Jawa.

Sebelum kedatangan Wali Songo di Jawa, tradisi Megengan sudah ada pada pemerintahan Majapahit yakni Ruwahan, yang berasal dari kata “Ruwah” yakni bulan urutan ketujuh yang bersamaan dengan bulan Sya’ban tahun Hijriyah. Kata ruwah memiliki makna kata “arwah” yang berarti roh para luluhur dan nenek moyang. Setelah kedatangan Wali Songo ke pulau Jawa, tradisi tersebut pelan-pelan diubah dengan pelaksanaan dan nama yang berbeda.

Diyakini bahwa Sunan Kalijogo-lah salah satu Wali Songo yang memperkenalkan tradisi Megengan ini kepada masyarakat Jawa. Tradisi ini diperkenalkan pada saat penyebaran Islam di Jawa (Jawa Timur dan Jawa Tengan bagian selatan). Kanjeng Sunan berdakwah pada masyarakat Jawa pedalaman dengan menggunakan metode akulturasi budaya (proses sosial budaya). Di mana saat itu, Megengan sebenarnya adalah pembelokan dari adat lokal. Yang mana dahulu masih adanya tradisi sesajen dalam ruwahan yang dipersiapkan khusus untuk arwah dan tidak boleh dimakan. Namun, adat demikian tersebut perlahan dirubah oleh Kanjeng Sunan dengan adat Megengan yaitu sesajen dirubah dengan shodaqah makanan, dan makanan tersebut diperuntukkan untuk dibagikan dan dimakan bersama.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post