Susilowati Susi

Bu Suzi, begitu ibu dari empat putra-putri ini disapa. Ibu yang memiliki nama lengkap Susilowati ini lahir di Banten, 06 Oktober 1973. Tak sengaja menjadi...

Selengkapnya
Navigasi Web
SKETSA BERBINGKAI PERAK
Suzi Susi

SKETSA BERBINGKAI PERAK

Tak lama setelah Haikal memimpin doa kafaratul masjid, ponsel di sakunya bergetar. Haikal langsung keluar majlis tanpa menghiraukan santri-santrinya lagi, segera panggilan itu diresponnya. “Wa’alaikumussalam warohmah, Baik Pak De, Haikal segera ke sana.” Dengan tergesa Haikal menuruni anak tangga pondoknya dengan terlebih dahulu berpamitan kepada mudir pesantren dan satpam yang selalu memberikan anggukan hormat untuknya.

Selang beberapa ratus meter lelaki lanjut usia namun tetap gagah sedang menatapnya, dalam dada laki-laki itu berkecamuk sejuta rasa manakala melihat Haikal semakin mendekat menghampirinya. Tanpa sadar lelaki tua itu berkata sendiri sambil menahan rasa haru yang mendalam, “Maafkan aku Kang, baru kali ini aku bawa anakmu, semoga Allah mengampuni dosa-dosamu” Tuturnya lirih sambil menyeka titik air mata yang merembes di ujung kelopak mata tuanya.

“Assalammu’alaikum Pak De” Sapa Haikal sambil mencium tangan lelaki itu yang ia kenalnya sebagai Pak De Dadi. Dengan sedikit terperanjat Pak De Dadi menjawab salam Haikal. Rasa heran pun memancar di mata Haikal, kenapa Pak de Dadi tidak menjelaskan siapa sesungguhnya orang yang meninggal dan akan dimakamkan pagi ini.

Mobil xenia seri F yang dikemudikan Pak De Dadi berhenti di TPU Kebon Pedes, sebuah tempat pemakaman bergengsi di bilangan Kota Bogor, tampak pelayat berduyun-duyun menghadiri pemakaman tersebut, di kanan kiri terparkir mobil-mobil mewah berplat merah sampai mobil pribadi. Maasyaallah semoga Allah mengampuni dosa orang ini, rupanya orang ini bukan orang biasa. Terlihat di antara ratusan pelayat yang menghadiri pemakaman tersebut terdapat orang-orang penting di kalangan Muspika dan Muspida Bogor. Allohummaghfirlahum war hamhum , kematian terindah dikelilingi dan dihadiri teman dan sanak saudara. Sepertinya orang ini amat special semasa hidupnya. Guman Haikal dalam hati, tanpa ia sadari dia sudah semakin dekat dengan pemakaman itu.

Tepat di depan liang lahat seorang bunda berparas manis sedang mendekap ketiga putrinya , namun sayang Haikal harus memalingkan wajahnya karena selain ke tiga gadis itu cantik, pakaian yang dikenakan mereka tak biasa Haikal lihat di pondoknya di mana ia mengabdi. Mereka hanya menutup sebagian rambutnya saja dengan kerudung panjang. Mata Haikal berkeliling menatap sekitar liang lahat itu, jantung Haikal berdetak keras saat ia melihat foto dari orang yang akan dimakamkan tersebut. Berkali-kali Haikal menggosok matanya, berulang kali ia beristghfar dan mencubit pipinya. Serasa ada dalam mimpi, mengapa Haikal seperti bercermin memandang foto itu. Matanya nanar menatap wajah Pak De Dadi yang tengah mendung. Belum hilang ragam tanya di dadanya, salah seorang dari yang memimpin pemakaman tersebut memanggil namanya dan menyandingkan nama Haikal dengan nama almarhum, ya nama orang tersebut Muhammad Hisyam Noor, sedangkan Haikal benama Muhammad Haikal bin Muhammad Hisyam Noor.

Umi ….begitu panggilan bathin Haikal menjerit. Tapi tak berlangsung lama gundah itu berkecamuk di dadanya, sang pemimpin pemakaman selaku perwakilan keluarga segera meminta Haikal untuk masuk ke liang lahat dan mengumandangkan adzan untuk almarhum. Entah rasa apa yang merasuki Haikal, didekapnya erat jenazah itu diciumnya dengan air mata tertahan, tak berapa lama ia mengumandangkan adzan dengan syahdu … allohu akbar allohu akbar … serentak hadirin menjawab dan mengikuti adzan Haikal sampai selesai.

Perlahan-lahan tanah merah itu menutup orang yang baru saja Haikal peluk dengan hangat. Rasa perih menyelinap dalam dada, bunda dan ketiga gadis itu meratap dengan memanggil ayah …ayah…ayah . Sampai timbunan tanah itu menggunung, karangan bunga cantik menghiasi tanah merah itu. Dan salah satu dari gadis itu tumbang di depan Haikal segera Haikal menangkapnya. Ada rasa hangat yang sama takkala ia menangkap tubuh mungilnya. Ditatapnya wajah gadis kecil itu, semakin membuncah keheranan Haikal manakala menatap matanya sama dengan mata milikinya. Haikal bingung berkecamuk sedih, perih yang semakin menukik di relung hatinya.

“Umi .. Umi yang tahu tentang semua ini” Gumamnya. Satu persatu para pelayat itu pergi, bunda berparas manis itu berdiri mematung dengan ketiga gadisnya, isaknya semakin terdengar manakala ia menghampiri Haikal. Dia meraih tanggan Haikal dan mengajak Haikal berjongkok mengahadap batu nisan yang baru ditancapkan. Haikal menarik tangannya dari pegangan bunda manis itu. Pak De Dadi mengangguk seakan memberi isyarat. Tak lama Pak De Dadi memperkenalkan pada Haikal tentang siapa ke empat perempuan itu. “Haikal, perkenalkan ini Bunda Laila, ini Rini, ini Rara, dan ini Fitria”. Urai Pak De Dadi dengan mata sembab menatap Haikal dalam tudung penyesalan .

Kemudian terdengar histerisnya Bunda Laila sambil memeluk batu nisan itu, “Ayah maafkan bunda, bunda egois sampai Ayah menutup mata Ayah tidak melihat anak lelaki Ayah, ini bunda hadirkan Haikal untuk ayah, maafkan bunda, Ayah” .

Tangan Bunda Laila kembali menarik tangan Haikal untuk berjongkok sejajar dengannya. Haikal bingung, Haikal tidak paham, dari mulai diajak Pak De Dadi ke pemakaman ini, foto almarhum yang sama wajahnya dengannya, dan pengakuan bunda Laila bahwa Haikal adalah anak lelaki orang yang baru saja dimakamkan.

Tanpa diduga oleh siapapun, Haikal berlari menuju gerbang keluar sambil berteriak ”Umiiiiii, apa ini artinya?” Bunda Laila dan ketiga putrinya mengejar. Begitu pula Pak De Dadi mengejar Haikal dengan kaki terseret, akhirnya mereka sampai di mobil yang mereka tumpangi.

“Haikal tidak paham Pak De, apa maksudnya semua ini?”, Tanya Haikal pada Pak De Dadi.

”Bukankan Abi Haikal sudah wafat sejak Haikal berada dalam kandungan Umi?”

“Jawab Pak De, jawab, pasti Pak De mengetahui semua ini, bukan?” Renteten pertanyaan Haikal tertuju ke Pak De Dadi. Sejenak Pak De Dadi menghela napas. Dengan lembut Pak De Dadi meraih bahu Haikal dan memeluknya.

“Haikal maafkan, kami tidak dapat menjelaskan secara detail, untuk saat ini. Pak De hanya ingin menegaskan bahwa almarhum yang baru saja dikebumikan adalah benar-benar abimu, doakan dan ucapkan selamat jalan untuknya, pasti dia akan tersenyum melihatmu. Dia bangga melihatmu, sosok pemuda berwajah tampan perpaduan ketampanan dan kecantikan dari abi dan umimu, sosok pemuda sholih santun dan cerdas mewarisi sifat kedua orang tuamu. Bersabarlah Haikal tak ada yang kuasa menolak garis tangan Allah” Suara Pak De Dadi gemetar terdengar .

Haikal membalikkan badannya kembali menuju pemakaman tempat di mana abinya berbaring untuk selamanya. Bersimpuh lusuh Haikal di atas pemakaman abi yang baru dikenalnya, ia memanjatkan doa semoga Allah mengampuni dosa abinya, diterangkan alam kuburnya, diberatkan timbangan amal baiknya. Dengan lantang ia luapkan kerinduan yang 25 tahun memuncak di dadanya, doa-doanya yang mengiris hati siapapun yang mendengarnya.

“ Wahai Rabbku, aku bersyukur kepada-Mu, telah Engkau pertemukan aku dengan Abi meski dalam pertemuan dua dunia yang begitu singkat, Kau beri kesempatan kepadaku untuk menggendong dan menciumnya, mengumandangkan adzan-Mu untuk Abi, wahai Rabbku yang maha lembut izikan aku untuk terus berbakti padanya walau Abi telah meninggalkan aku”.

Mentari memutar arah, semburat warna senja menyala di ufuk barat, burung-burung malam mengepak keluar meninggalkan sarangnya. Pohon kemboja menggugurkan daunnya. Sunyi sepi … aroma taburan bunga di pemakaman Muhammad Hisyam Noor merebak, menawan hati siapa pun yang menghirup aromanya.

Haikal melangkah dengan gontai, Pak De Dadi, Bunda Laila, dan Ketiga saudaranya sudah menunggunya.

“Haikal, pergilah dengan penerbangan terakhir malam ini ke Turki, kabarkan pada umimu bahwa abimu telah tiada’. Pak De Dadi menyerahkan sebuah kantong palstik berisi dokumen penerbangan untuk Haikal bertemu dengan uminya yang bernama Ustadzah Dania.

Lambaian selamat jalan dan senyum ketiga saudara perempuannya begitu mematri di hati Haikal. Tetapi wajah kesedihan semakin menggurat di wajahnya. Salim pertama untuk Bunda Laila, dan ketiga saudaranya begitu hangat. Sebuah pemandangan baru yang membuat Pak De Dadi tersenyum.

Melewati X-ray tas punggung itu kembali ditambatkan di punggungnya, tampak semakin kecil tubuh pemuda gagah itu menaiki tangga pesawat dan menghilang ditelan lambungnya.

Di dalam pesawat pramugari menyambut para penumpang. Penerbangan Malaysia Airline MH724 akan berangkat dan ransit di Kuala Lumpur, hanya membutuhkan waktu 1 jam untuk sampai di sana. Haikal melirik arlojinya. Bersandar malas pada kursi pesawat Haikal sambil melanjutkan murajaahnya.

Tepat pukul 11.00 waktu Kuala lumpur Haikal berganti pesawat dan melanjutkan perjalanannya ke Bandara IST kota Istambul. Sekitar pukul 11.15 pesawat akan take-off dan menempuh perjalanan sekitar 12 jam. Perjalanan yang membosankan apabila tidak diiringi dengan murajaah sambil membayangkan wajah Sang Umi yang akan segera bertemu. Akan Haikal kabarkan pertemuan dengan abinya walau dalam hati yang hancur namun bahagia. Penjelasan Sang Umi sangat Haikal nantikan, Haikal terpejam sesaat, kemudian murajaah kembali dan terus bergantian aktivitas itu ia lakukan untuk menghalau kebosanan selama perjalanan.

Pukul 06.10 esok harinya waktu Istambul, Haikal mendaratkan sepasang kakinya. Suhu mencapai 12 derajat celcius, Haikal meregistrasi passportnya pada petugas bandara. Setelah itu ia bergegas mencari masjid terdekat untuk menunaikan sholat subuh. Jarak bandara IST ke Haiga Shofia (Aya Shofia) tempat Umi Haikal bermukim sekitar 40.7 Km, jadi butuh waktu 1 jam lima belas menit untuk tiba disana. Rindu membiru terbungkus haru , mengingat kembali wajah Sang Umi yang meninggalkannya saat Haikal kelas 3 SMP. Dengan mata terpejam Haikal berusaha untuk mengingat kembali wajah itu, diingatnya kembali harum jilbab dan kerudung Sang Umi, suara lembutnya, sentuhannya, dan suara wibawanya yang mengantarkan Haikal ke puncak cita-cita.

Pukul 08.30 pagi hiruk pikuk kantor di museum Aya Shofia begitu terasa. Sedikit sekali orang Turki di sini yang berbahasa Inggris, kebanyakan dari mereka menggunakan bahasa isyarat dan bahasa Turki itu sendiri. Seorang lelaki betubuh tegap menghampiri dan mengajaknya masuk ke dalam kantornya. Dua buah goodybag ia serahkan pada Haikal. Haikal bertanya keheranan. Dalam prolog yang panjang dengan nash-nash alquran yang menenangkan Haikal, kembali Haikal harus mengurai air mata sedihnya setelah mendengarkan penuturan lelaki bertubuh tegap itu. Umi Ustadzah Dania telah tiada, tepat saat ia mengumandangkan adzan untuk Sang Abi di liang lahat. Langit serasa runtuh, nafas tersengal bagai terganjal bongkahan batu. Haikal datang membawa sejuta tanya akan pertemuan singkat dengan Sang Abi. Tapi kini Umi pun telah kembali menghadap ilahi Rabbi. Hanya berbekal sebuah foto dan buku diary milik Sang umi yang titipkan ke rekan kerjanya. Foto dan diary inilah yang akan menjawab tanya Haikal . Dalam tangis yang tak tertahan Haikal membuka perlahan bungkus foto itu. Perlahan sekali, tetes air matanya tak kenal henti. Jelas sekali Umi Dania dan Abi Hisyam ada dalam foto itu dengan gambar wajah bayi yang masih dalam bentuk sketsa .

“ inikah aku yang mereka bayangkan?”.

*) Cerpen ini telah dimuat di rubrik sastra Islam Diggest Republika Tanggal 9 Februari 2019

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

sama dengan yang saya simpan disini.

09 Feb
Balas

Keren cerpennya. Mantap.

09 Feb
Balas

Terima kasih sudah berkenan membaca

09 Feb

Apa beda judul di gurisiana dan di koran

09 Feb
Balas



search

New Post