Hanya empat angka penunjuk tapi pusingnya tujuh keliling.

Pada hotel biasa angka awal penunjuk lantai, lha ini empat angka. Jadi mikir "Wow, kamarnya udah ratusan nih satu lantai"

Setelah selesai urus administrasi, dapat instruksi penukaran kertas dengan kunci kamar.

Kunci dapat perut lapar, apa sih hubungannya?

Sebelum ke kamar makan dulu. "Iya deh." Waktunya makan dulu, lsngsung ke kamar. Bereskan badan dan masuak kelas" ucap salah satu teman.

Perut kenyang langsung berdiri. Dengan pede seratus persen, masuk lift. He ternyata liftnya hanya dua lantai, sementara di amplop kunci ada angka tiga. Turun lagi dan ditanya. Dengan instruksinya kami memutar dan baca baca petunjuk.

Terlihat satu lobi dan langsung naik, eh ternyata oh ternyata lantai tidak ada kehidupan. Turun lagi dan bertanya lagi.

Kami cari sesuai petunjuk , berjalan setengah keliling maka sampailah kami ke lobi hotel yang baru diketahui besoknya. Lobi yang baru kami datangi namanya lobi konventional.

Naik lift ke lantai yang sesuai dengan nomor digit ke dua, maka kamar berada di sana. Bagaimana dengan digit kedua dengan angka di atas dua? Naik lagi dari lantai satu. Nah, dua angka dibelakang itulah nomor kamar.

Lalu, digit pertama apa? Digit pertama itulah kunci rahasianya. "Jangan turun dari lantai lima, langsung ke LG, itu ruangan orang lain" peringatan petugas hotel. Kiranya masih ada yang tersesat, dan sampai di ruangan orang. Waduh!

Benar benar hots jika dituangkan ke sebuah soal. Memang rumit untuk dipecahkan.

Karena itulah panitia tidak menyampaikan perihal nomor kamar yang empat digit.

Satu minggu di hotel ini baru tidak ragu lagi dengan denah. Kalau satu dua hari masih bertanya tanya satu sama lain.

Sesat? Pernah, paling kurang saat jalan bersama, melangkah ke tempat berbeda, lalu diingatkan dan tertawa bersama. Indahnya disaat kesesatan karena kurang literat.