MASNIATI,S.Pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Nyanyian Fajar Gadis Desa

Oleh : Masniati, S. Pd

Tagur ke-126

Kamis, 07-04-2022

 

Nampak matahari mulai menebar kehangatan. Bumi seakan tersenyum menyambut suguhan dari benda langit yang terbit dari arah Timur itu. Gadis itu bergegas ke samping rumah tempat ditaruhnya semua peralatan sawah oleh ayahnya. Diedarkan pandangan dari tiap sudut. Dua gembor besi untuk menyiram, dia ambil dari tempat itu. Benda itu kini setiap hari menemani pagi Ratih dan adik perempuannya. Kedua anak gadis itu melangkah meninggalkan rumah, menenteng gembor besi tadi untuk menyiram di tangan. Dengan berjalan kaki, mereka menyusuri jalan yang di kiri kanannya berjajar pohon kelapa menjulang tinggi. 

Pagi itu masih terlihat kilauan embun di permukaan rumput pematang sawah. Menyapa dengan sejuknya membasahi tapak kaki. Tangan Ratih, menyingkap satu persatu plastik putih sepanjang dua puluh lima meter sebagai penutup kuburan pembibitan tembakau. Sepuluh kuburan terselesaikan dalam waktu yang tidak begitu lama. Sebab, Tini juga tidak kalah gesit membantu sang Kakak. 

Sudah menjadi pekerjaan tahunan kedua gadis Aminah. Dan itu mereka lakukan setiap hari di waktu pagi dan sore hari, sampai bibit tembakau siap ditanam. Namun, tahun ini berbeda. Keduanya harus membagi waktu antara bekerja membantu orang tua dan belajar. Sebab, Ratih dan Tini akan menghadapi ujian sekolah.  

Ratih mengambil air di kolam kecil yang dibuat Ayahnya, tempat menampung air yang mengalir dari parit sawah. Sementara Tini, mengguyurkan air yang diambil Ratih tadi, ke tiap kuburan bibit tembakau dengan gembor besi. Keduanya berbagi tugas, sehingga satu persatu pekerjaan tuntas dengan cepat.

"Bibit tembakaunya aman, Dek, tak ada rumput yang tumbuh di sekitarnya," ucap Ratih sambil menyeka peluh yang mengucur di wajah kepada gadis yang berdiri di sampingnya. “Aman apaan, Kak. Itu rumputnya banyak.” Tini menunjuk dengan ujung dagu ke kuburan paling ujung. Sebab, tidak terlihat jelas oleh pandangan sang Kakak. Kedua gadis itu pun bergerak, tangannya begitu cekatan mencabuti rumput-rumput tersebut hingga bersih. 

Tanpa terasa, sudah satu jam berkutat di tempat pembibitan tembakau. Ratih merasakan dalam perutnya mulai meronta. Begitu pula Tini. "Aku lapar, Kak." Tini meringis 

memegang perutnya. Sebab, dari bangun tidur dan salat Subuh, kedua gadis itu langsung berangkat ke sawah. 

“Ayo, kita pulang, Dek. Kakak juga lapar,” ajak Ratih. Keduanya melangkah meninggalkan tempat pembibitan tersebut.

 

                                 ******

Sesampainya di rumah, keduanya buru-buru masuk ke dapur. "Sudah pulang, Nak?" Suara perempuan setengah baya yang sedang sibuk di tempat pencucian piring. Ratih dan Tini mengangguk seraya menubrukkan tubuh di permukaan tikar lusuh yang terbentang di dapur. "Aku lapar sekali, Bu," rengek Ratih memegang perutnya. 

Aminah melepas pekerjaannya. Diambilnya dua piring. Satu setengah sendok nasi dengan sambal terong dan telur dadar dia isi ke dalam piring. "Ayo, Nak, sarapan dulu." Perempuan berkulit sawo matang itu meletakkan sarapan tersebut di hadapan kedua putrinya. Kedua gadis itu sarapan dengan sangat lahap. Tak banyak bicara, mereka menyantap habis hidangan tanpa tersisa, karena keduanya terlalu lapar.

Sehabis sarapan, Ratih dan Tini beberes rumah membantu sang Ibu. Barulah  kemudian membersihkan tubuhnya. "Semua sudah beres, belajar, Yuk! Besok, kan, ujian,” ajak Ratih kepada sang Adik.  Gadis yang duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah itu pun mengangguk dan mengambil buku pelajarannya. Mereka fokus belajar membahas tes dan LKS(Lembar Kerja Siswa) masing-masing, sesekali saling menyoal. Kedua gadis Aminah itu akan menamatkan sekolah bersama di tahun ini. 

 

                               ********

 

Malam hari tiba, Ratih dan Tini kembali membuka buku pelajaran Qur’an Hadist dan Pendidikan kewarganegaraan(PKn). Kedua pelajaran itu yang akan mereka ujiankan besok di hari pertama Ujian Nasional. 

Setelah satu jam, Tini meminta izin tidur terlebih dulu. “Kak, duluan, aku ngantuk.” Tini menutup mulut karena menguap. 

“Ingat, Dek, besok bangun tidur jangan sampai terlambat.” Ratih mengingatkan sang adik. Karena sebelum berangkat Ujian, mereka menyiram bibit tembakau di sawah 

 

********

 

Terdengar sayup-sayup dari kejauhan, suara azan berkumandang. Ratih bangkit dari peraduannya. Tak lupa dia juga membangunkan adiknya. 

"Tin, bangun." Ratih menggoyang-goyangkan lengannya. Tini pun terbangun. Kedua gadis itu bergegas mengambil air wudu, lalu salat Subuh. 

Sehabis salat, Ratih dan Tini melepas mukena dan menggatinya dengan pakaian yang biasa mereka gunakan ke sawah. "Ayo, Dek. Kita ke pembibitan. Hari ini kita menyiram lebih pagi, kalau tidak, bisa-bisa, Kakak terlambat sampai di lokasi ujian," seru Ratih kepada Tini. 

Kedua gadis itu berangkat. Dengan membawa gembor  besi di tangan, meskipun cuaca di luar masih gelap. Mereka terus melaju dan langkah  dipercepat, agar segera sampai di pembibitan dan menyelesaikan pekerjaan terlebih dahulu. Sebab, kalau tidak, sudah pasti bapaknya akan marah. 

 

                  **********

 

Selesai menyiram di pembibitan, Ratih dan Tini segera bersiap. Semua kelengkapan ujian tak lupa dibawa serta. "Kartu ujianku, mana?" Tini membolak-balik buku di meja belajar.

"Ini, Dek. Kemarin, Kakak yang pindahin ke dalam tas." Ratih mengulurkan kartu ke tangan sang adik. “Terima kasih, Kak.” Tini mengambil kartu ujiannya kemudian  dimasukkan ke dalam saku baju. 

Setelah sarapan dan berpamitan kepada kedua orang tuanya, kedua gadis itu berangkat dan berpisah di pertigaan jalan raya. Tini berjalan ke Madrasah tempatnya sekolah. Kebetulan ujiannya di sekolah sendiri. Berbeda dengan Ratih, lokasi ujiannya di Madrasah Aliyah Kelayu yang jaraknya delapan kilo meter dari rumahnya. Untuk menempuh lokasi tersebut, Ratih naik ojek dari rumah sampai pertigaan Desa Rumbuk. Dari pertigaan dia naik angkutan umum sampai lokasi. 

"Alhamdulillah, untung aku tidak terlambat," gumam Ratih sesampainya di lokasi 

ujian. Dia mendapati teman-temannya sudah masuk dalam ruang ujian. Gadis itu buru-buru masuk dan duduk di bangku yang sesuai dengan nomor ujiannya. Tak lupa doa belajar yang sudah dihafal sebelumnya dibaca. Dengan mulut komat kamit sambil memejamkan mata dan kedua tangan dibentang. 

Hari pertama, mereka melewati ujian dengan aman dan lancar. Begitu juga hari kedua, ketiga dan keempat. Keduanya selalu bangun tepat waktu, setiap hari sampai ujian selesai. Ratih dan Tini sedikit lega, sebab ujiannya sudah berakhir. Mereka pun kembali menjalankan aktifitas seperti biasa. Sebelum berangkat sekolah, keduanya pergi ke pembibitan menyiram tanaman tersebut, untuk membantu pekerjaan orang tua. Dan itu menjadi nyanyian Ratih dan Tini di waktu pagi, seperti pajar yang selalu setia menemani.

 

 

Lombok, 25 Maret 2022

 

 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post