MASNIATI,S.Pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Ramadhan Kelima

Penulis : Masniati, S. Pd

Tagur ke-115

Sabtu, 26-03-2022

Bab 10 : Apa yang Membatalkan Puasa, Bu?

“Hei, dari tadi kamu termenung terus, apa masih kepikiran dengan perkelahian hari Minggu kemarin?” Syifa membuyarkan lamunan bocah lelaki, yang sedang duduk termenung. Syifa tersenyum melihat ekspresi wajah kaget Iqbal. Kemudian dengan santainya gadis kecil itu melangkah meninggalkan Iqbal. Belum sampai menghilang di balik pintu kelas, bocah lelaki itu memanggilnya.

“Syifa, masih puasa?” tanya Iqbal duduk di atas bangku kelas. Pemilik suara itu menghentikan langkahnya. Gadis itu menghampiri kembali Iqbal. Namun, dia terlihat lesu. Kedua bibirnya mengatup dan mata menatap ke lantai.

Setelah beberapa saat, Syifa pun bicara yang sebenarnya. “Hari ini aku tidak berpuasa." Iqbal heran melihat gelagat Syifa, nampak tak seperti biasanya.

“Kamu tidak makan sahur lagi?” buru Iqbal sembari menatap wajahnya.

“Bu-bukan,” ucap putri Aisyah itu terbata.

“Lalu kenapa, Syifa?” Iqbal semakin dibuat penasaran.

“Puasaku hari ini batal. Tadi pagi saat aku mandi, tak sengaja airnya tertelan sedikit. Tapi, aku belum bilang sama Ibu, kalau puasaku batal,” terang putri Aisyah itu lesu.

“O, jadi begitu ceritanya. Aku kira, kamu tak sahur lagi.” Iqbal manggut-manggut mendengar penuturannya.

Saat keduanya asyik mengobrol, tiba-tiba muncul Bu Guru Siti berdiri di depan pintu kelas. Semua murid yang melihatnya, berhamburan masuk lalu duduk dengan rapi.

Selesai mengabsen, Bu Siti beranjak dari tempat duduk. Tangannya meraih gagang pintu lemari kelas yang berdiri di sebelah kiri meja guru. Sebuah lemari gandeng dua yang raknya dipenuhi buku pelajaran yang disusun rapi.

Tangan perempuan itu pun bergerak mencari salah satu buku paket di tiap susunan buku yang ada di dalam lemari. Kebetulan hari itu pelajaran Fikih. Bu Siti menemukan buku paket Fikih tersebut tersusun di rak ketiga sebelah kanan. Kemudian dia mengambilnya dan membuka materi yang akan diajarkan hari itu.

“Anak-anak, hari ini materi tentang puasa,” terang perempuan itu berdiri di depan kelas kepada semua muridnya. “Karena ini bulan Ramadhan, maka khusus kita bahas tentang puasa pada bulan Ramadhan.” Bu Siti melanjutkan ucapannya.

Dia pun mulai menjelaskan satu persatu. Semua murid di dalam kelas itu khusuk mendengarnya. Sesekali kepala mereka manggut-manggut, sepertinya faham dengan penjelasan tersebut.

Setelah kurang lebih dua puluh menit menerangkan di depan kelas, Bu Siti kemudian meminta semua murid untuk bertanya. “Anak-anak, sebelum lanjut mengerjakan latihan, silahkan bertanya. Mungkin ada yang belum jelas atau belum faham,”

Semua terdiam. Perempuan itu memandang mereka satu persatu bergantian. Akhirnya salah satu dari muridnya mengacungkan jari tangan. “Saya, Bu. Mau bertanya,” ucap Iqbal percaya diri.

“Silahkan, Nak. Kamu mau menanyakan apa?” Perempuan itu menghampiri.

“Apa saja yang membatalkan puasa, Bu?”

“Wah, pertanyaan yang sangat bagus dari teman kalian," puji Bu Siti. "Baiklah, Ibu akan jawab. Jadi, ada beberapa hal yang dapat membatalkan puasa. Diantaranya, makan minum dengan sengaja dan muntah dengan sengaja.”

“O, begitu, ya, Bu. Berarti puasa Syifa tidak batal? Kebetulan tadi pagi dia tidak sengaja menelan air saat mandi.”

“Kalau tidak sengaja, puasanya tidak batal dan bisa dilanjutkan,” Jawab Bu Siti tersenyum kepada Iqbal.

“Sekarang kita lanjutkan mengerjakan soal latihan halaman lima. Tadi sudah dijelaskan sebagian, anak-anakku tinggal melengkapi,” jelas Bu Siti berbicara kepada semua murid sembari membuka buku paket pegangan guru yang tergeletak di atas meja. Namun, baru saja dia selesai berbicara, terdengar dari Ruang Guru bel berbunyi.

“Teeet, teeet!"

“Anak-anak, waktunya sudah habis. Jadi, soal latihannya dikerjakan di rumah.” Perempuan itu memandangi jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

“Oh, ya. Anak-anakku bisa minta bantuan orang tua untuk membimbing di rumah dan besok tugasnya dikumpulkan,” lanjutnya lagi.

“Baik, Bu,” jawab semua murid serentak. Perempuan itu meminta ketua kelas untuk memimpin doa.

Selesai berdoa, Bu Siti berdiri di depan pintu kelas. Satu persatu murid kelas satu bersalaman dan mencium punggung tangan dari perempuan yang setiap hari mengajar mereka di kelas.

Setelah bersalaman, Iqbal dan Syifa melangkah pulang. Sampai di pertigaan gang, seperti biasa mereka berpisah. Syifa berjalan ke arah Utara. Dengan tas sekolah berwarna pink tersemat di punggungnya. Begitu juga dengan Iqbal. Dia terus berjalan ke arah Barat mengayunkan langkahnya. "Nanti aku tanya Ibu dan Bapak tugas dari Bu Guru," gumamnya. Tangan mungilnya menyeka buliran air yang menetes di kening. Sesampai di rumah, Iqbal langsung menubrukkan tubuhnya di permukaan karpet, dengan kaki menjulur.

"Sudah pulang, Nak?" Fatimah menghampiri dan duduk di samping sang putra.

"Baru saja. O, Ya, Bu. Ada tugas dari Bu Guru."

"Tugas apa itu, Nak?" tanya Fatimah penasaran.

"Tugas tentang hal-hal yang membatalkan puasa. Tadi sudah dijawab oleh Bu Guru sebagian, kita diminta untuk melengkapinya," Terang bocah itu panjang lebar, kemudian mengeluarkan buku paket dan menunjukkannya kepada Fatimah.

"Nanti kita kerjakan setelah selesai salat tarawih," ucap Fatimah menutup buku paketnya. Iqbal mengangguk setuju.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

ulasannya menarik

26 Mar
Balas

Cerita yang sangat bagus. Sukses selalu Bunda

26 Mar
Balas



search

New Post