Rosnani

Lahir:Dumai 20 Desember 1969 Pekerjaan:Guru SMPN 1 DUMAI Alamat:Jl Diponegoro...

Selengkapnya
Navigasi Web
 HIDUPKU SEPAHIT EMPEDU   (Tantangan hari  ke 108)

HIDUPKU SEPAHIT EMPEDU (Tantangan hari ke 108)

HIDUPKU SEPAHIT EMPEDU

Orang orang ramai mengusung jenazah suami ku ke pekuburan. Aku dipapah oleh tetangga. Badanku memang tak berdaya untuk berdiri. Lemah dan raga ini kosong. Sekali lagi aku menjerit memanggil suami ku sewaktu dimasukkan ke liang lahat. Beberapa tetangga memegang aku. Aku terduduk lemas di tepi liang lahat suami. Aku pandangi satu demi satu sekop tanah menimbun liang lahat suami ku. Air mata mengucur deras. Akhirnya semua liang lahat tertutup tanah dan membentuk gundukan merah. Seperti itulah hati ku kini. Tertutup dan dada ku sesak menggunduk seperti mau pecah. Aku bingung dan linglung.

Orang orang satu persatu sudah meninggalkan pekuburan umum itu. Aku belum mau beranjak dari tepi kubur suami ku. Aku luahkan semua apa yang ada di dalam hati. “Bang Rafi,kau tinggalkan aku bang,aku belum siap untuk tinggal sendiri”. “ Dulu,abang janji tak kan pernah meninggalkan aku,tapi sekarang...abang tinggalkan aku dalam keadaan mengandung”. “ Bang Rafi...siapa nanti bang yang akan membawa aku ke bidan,jika perutku mules mau melahirkan baaaang?”. “Siapa yang akan menyambut kelahiran anak kita,meng azankan dan mengqomatkan”. “Bang Rafi,kau telah pergi tanpa memberikan nama anak kita”. Aku kembali sesunggukan,menangis tanpa henti.

“Bang Rafi...aku takut tidur sendiri bang”. Dengan keadaan rumah kami seperti itu,aku baru bisa memecamkan mata,jika suami ku sudah pulang dari menarik becak. “Bang Rafi...apakah aku sanggup membesarkan anak ini sendiri tanpa muuuu???”. “ Baaaaang, siapa yang akan mengantarkan aku ke pasar tiap tiap pagi untuk berdagang sayur”. “ Siapa bang yang akan membantu aku mengangkat barang dagangan dan menata serapi dan sebaik kamu,aku tak sanggup baaang”. “Mengapa kau tinggalkan aku baaaaang Rafiiiii”. Aku peluk gundukan tanah tersebut dengan tangis yang memilukan hati. Hari menjelang maghrib,aku berdiri dengan kaki menggigil. “Bang Rafi...aku pulang dulu bang,perutku semakin sakit, tidurlah bang dengan tenang,lain hari aku akan rajin menjengukmu kemari”. Aku seka air mata ku dengan ujung baju,aku tertatih tatih berjalan sendiri,menyusuri pekuburan yang sunyi menuju rumah prihatin ku.

Seminggu setelah kepergian suami ku, aku tetap di rumah saja. Aku belum berdagang di pasar. Hati ini belum mau keluar rumah. Aku masih lemah dan tak mampu untuk bergerak ke sana kemari. Aku masih dalam keadaan berduka. Trauma atas kematian suami ku yang mendadak,tanpa pesan dan tanpa firasat masih menyelimuti hati ini. Air mata ini belum mampu ditahan, apabila hati ini terkenang akan suami ku. Tak aku duga,suami ku begitu cepat meninggalkan aku. Umur perkawinan kami belum setahun. Ahhhh..... hidup ini penuh misteri.

Perut yang semakin lama semakin membesar. Kandungan ku sudah mendekati usia delapan bulan. Tak berapa lama lagi,aku akan melahirkan. Semua persiapan persalinan anak kami sudah jauh jauh hari kami persiapkan. Popok, bedung, selimut, kelambu bayi,gurita sampai kepada bedak dan minyak bayi. Semua sudah tersusun rapi dalam sebuah kotak yang kami letakkankan di sudut kamar. Aku pandangi semua ruangan yang ada. Masih terbayang tubuh suami ku menyandar di dinding kamar sambil mengopi di temani roti tawar. Itu lah biasanya sarapan suami ku, sambil menanti aku bersiap siap mau pergi ke pasar untuk berjualan.

Aku akhirnya menyandang gelar janda muda. Ada juga yang mengatakan janda kembang. Semula aku pikir itu adalah olok olokkan orang untuk bercanda. Tetapi ternyata dugaanku meleset. Baru aku tahu sakitnya menyandang gelar janda. Selama ini orang tak mau seenaknya bercanda dengan aku terutama kaum lelaki,sekarang dengan mudah mulut mereka bicara dengan aku dengan kata kata yang membuat dada ini teriris pedih. Selama ini tak ada pandangan jelek ibu ibu di lingkungan aku kepada ku, sekarang banyak yang memandang tajam, mencibir dan entah apa lagi yang tak dapat aku terjemahkan. Aku berfikir, jahatnya kalian kepada aku yang sedang mengandung ini. Bukannya rasa kasihan yang timbul,eh malah rasa cemburu yang berlebihan,takut suami kalian aku ambil. Duh...tuhan,aku benar benar ambyar.

Sore ini sepulang dari pasar,perut aku mules dan sering sakit. Aku bergegas mandi dan mengemas semua peralatan bersalin. Setelah semua aku masukkan ke dalam tas yang besar,aku pergi berjalan ke rumah bidan. Rumah bidan memang tak begitu jauh dari rumah tumpangan ku. Sampai di sana, bu bidan menyambutku dengan ramah. Aku ceritakan keadaan perutku,bu bidan mengangguk angguk dan menyuruh aku berbaring. Bu bidan akan mengecek kandungan ku. Setelah di cek, kata bu bidan memang sebentar lagi aku akan melahirkan. Aku dianjurkan untuk tetap di rumah bidan saja. Menjelang sholat subuh, aku melahirkan dengan normal. Alhamdulillah...ternyata anakku bayi laki laki. Aku cium bayi lelaki yang comel merah di tangan ku. Aku dekapkan ke dada. Air mata ini kembali menetes. Bu bidan melarang aku untuk tidak menangis.

Beberapa tetangga menjenguk aku di rumah bu bidan. Mereka mengucapkan selamat kepada aku. Bayi laki laki yang montok dan comel. Banyak yang meminta bayi ku untuk mereka asuh. Mereka jadikan anak angkat. Aku mengatakan mohon maaf. Aku tidak bisa dipisahkan dari bayi ku ini. Anak ku inilah satu satunya kenangan nyata antara aku dengan suami ku. Aku beri nama Muhammad Hafis pratama. Aku berkeinginan suatu saat anak ku menjadi seorang yang hafis Alquran. Semoga cita cita aku yang sangat suci dan tinggi ini dapat tercapai. Ku gantung harapan melalui anak ku semata wayang ini. Buah cinta yang tulus dari aku dan suami ku.

Tiga hari aku setelah melahirkan di rumah bu bidan. Aku sudah dipersilahkan pulang. Dengan dibantu oleh perawat bu bidan aku berkemas. Bu bidan menolak aku bayar segala biaya persalinan ku. Katanya dia ikhlas membantu,melihat kondisi aku yang tidak punya suami. Entah berapa kali kata kata ucapan terima kasih atas kebaikan bu bidan ini aku ucapkan. Bu bidan juga mengantarkan aku dan bayi ku ke rumah. Setelah sampai ke rumah,aku merasakan keheningan meliputi hati ini. Aku pandang bayi ku yang terlelap tidur. Aku luruskan kaki ini. Aku coba menyandar di dinding kamar dengan beralaskan kasur tipis yang aku punya. Tubuh ini terasa begitu lemah,letih,mengantuk dan lapar.

“Ya Allah,kuatkan hati dan tubuh ini dalam aku mengarungi hidup dan kehidupanku . Besarkanlah jiwa ini ya Allah,mudahkan semua urusan ku serta murahkanlah rezeki ku ya Allah. Aku bangkit dari tempat aku menyandar. Kerongkonganku terasa haus. Aku merangkak mengambil cerek plastik di sudut kamar. Ya Allah, jika suami ku masih hidup,sudah aku pastikan,dia akan melayani aku dan bayi ku seperti ratu. Ku teguk segelas air putih dingin dengan tetesan airmata yang berlinang di tepi sudut mata ku. Kureguk pelan. Air menjalari seluruh tubuhku,dan membuat tubuh ini semakin dingin. Sedingin hati ku saat ini. Dari kejauhan,aku mendengar azan maghrib,pertanda hari dan umur ini semakin berangsur hilang di balik malam.

BERSAMBUNG

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

ini cerpen atau kehidupan nyata ya? sedih banget... tetap semangat!

25 Jul
Balas

Cerpen paaaak,he he he terima kasih sudah sama sama ikut sedih ya pak ???

25 Jul



search

New Post