Husni Mubarrok

Alhamdulillah, sudah 12 buku solo diterbitkan. Ia mulai tertarik di dunia literasi di akhir tahun 2016. Ketika guru dan siswa saling bercermin (Quanta) adalah k...

Selengkapnya
Navigasi Web
IBUKU HEBAT!  Tantangan hari ke-86

IBUKU HEBAT! Tantangan hari ke-86

IBUKU HEBAT!

Tantangan hari ke-86

Husni Mubarrok

Teringat ketika aku masih kecil. Saat aku harus pulang sambil menangis dan sedikit menyimpan dendam dalam hati pada teman karena terjatuh dalam permainan akibat perbuatan temanku. Memang ada luka pada lutut kakiku. Sambil merintih kesakitan aku pun bergegas pulang untuk mengadu pada ibu. Aku berharap semoga ibu membalas perbuatan temanku tadi dan memberinya pelajaran atau paling tidak memarahinya.

Dengan kasih sayangnya, ibu mengobati lutut kakiku yang terluka itu sambil setia mendengarkan bait demi bait ceritaku. Setelah selesai aku bercerita. Ibu pun memelukku dengan hangat sambil bertutur lembut penuh hikmah, “Nak, tidak usah marah ya…mungkin temanmu tadi tidak sengaja membuatmu terluka. Ibu yakin temanmu tadi akan meminta maaf kepadamu. Ibu akan senang dan bangga padamu kalau kamu mau memaafkannya dan tidak dendam padanya”. Selang beberapa jam teman yang mendorongku tadi datang ke rumah dan meminta maaf kepadaku. Karena nasihat ibuku itulah aku tidak jadi marah dan malah bersedia memaafkannya.

Sebagai seorang anak, sudah barang tentu menjadi keharusan dan kewajiban untuk selalu menghormati dan menyayangi kedua orangtua kita, tanpa harus membedakanya. Bapak dan ibu keduanya adalah orangtua kita. Dalam diri kita mengalir darah mereka. Usaha dan perjuangan mereka dalam merawat dan mendidik kita hingga tumbuh besar kadang harus dilalui dengan kepedihan, penderitaan bahkan pengorbanan nyawa sekalipun.

Tengoklah saat bapakmu bekerja membanting tulang. Pergi pagi pulang sore mencari nafkah demi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Hari-hari dilaluinya dengan bekerja keras, meski terkadang kondisi badan kurang sehat. Usia sudah mulai rentah tapi bapak tetap rajin bekerja demi kelangsungan hidup keluarganya. Saat bapak kita bekerja keras di luar rumah, ibu kita bekerja tidak kalah keras dan semangat.

Coba lihatlah, sepanjang hari sangat jarang kita melihat seorang ibu dengan santai dapat berleha-leha tanpa aktivitas dan kegiatan. Saat engkau baru bangun pagi hari, ibu kita sudah bangun duluan untuk memasak dan menyiapkan sarapan buat keluarga tercinta. Saat engkau berangkat ke sekolah, ibu kita sibuk memasak untuk makan siang suami dan anak-anaknya, membersihkan rumah, bahkan tidak jarang mencucikan baju anaknya, meski si anak sudah bisa mencuci sendiri.

Perjuangan hebat yang dilakukan oleh ibu, sudah terlihat saat kita dalam kandungan. Tengoklah betapa susah dan payahnya saat ibu membawa kita kemana-mana dalam perutnya, meskipun kandungan sudah semakin tua. Saat kita mau dilahirkan, sesungguhnya saat itulah perjuangan dahsyat dilakukan oleh ibu kita, bahkan taruhannya adalah nyawa. Tidak sedikit. Seorang ibu harus kehilangan nyawa saat anaknya dilahirkan. Setelah lahir, bayi mungil itu disusui dengan sabar, lembut, cinta dan kasih sayang.

Saat adik kecil sudah berhasil ditidurkannya, sang ibu mulai istirahat. Namun itu tidak lama, karena adik kecil sudah bangun dan menangis kembali untuk minta ditetekinya. Pendek kata, ibu kita sering kurang tidur bahkan tidak tidur karena harus menjaga dan menidurkan kembali anaknya yang terbangun.

Jujur. Harus aku akui, aku lebih dekat dengan ibu daripada bapak, meski sebenarnya sebagai anak harus dekat dengan keduanya, tanpa harus membedakannya. Saat aku berada di samping ibu, terasa aku disayanginya melebihi yang lain, hati ini terasa nyaman, tenang dan damai.

Saat aku ngobrol dengannya, terasa sekali kebebasanku untuk mencurahkan segala isi hatiku. Ibuku adalah tempat curhatku, tempat keluh kesanku. Saat aku punya segudang persoalan, kuceritakan padanya, setelah itu selalu saja aku dibuatnya terharu. Kata-kata yang keluar darinya penuh hikmah, ucapannya santun, penuh kelembutan.

Aku yang tadinya sering putus asa karena persoalanku kembali bersemangat berkat motivasi-motivasinya yang menyentuh hati. Salah satu ungkapan motivasi yang selalu meluncur dari lisanya adalah, “Yo nak, awakmu tak dungakno supoyo hasil, awakmu pasti iso”. Sesulit apa pun persoalan yang aku hadapi, ibuku selalu memberikan nasihat supaya aku tetap optimis dan berfikir positif ke depan.

Teringat saat aku sudah hampir putus asa karena jodoh yang kuinginkan selalu kandas. Namun ibuku selalu memotivasiku dan meyakinkanku bahwa jodohku akan segera datang, “Tidak perlu berkecil hati kamu akan segera mendapatkan jodoh yang lebih baik” ungkapnya. Selang satu bulan berikutnya Alhamdulillah ucapan dan do'a ibuku tadi dikabulkan oleh sang khaliq. Jodohku datang dengan sendirinya dan malah lebih baik dari yang selama ini kucari. Alhamdulillah, inikah bukti kuasa-Nya atas do’a ibuku yang selalu dipanjatkan kepada-Nya untukku.

Memang benar, harus aku katakanan bahwa perhatian dan kasih sayang ibuku melebihi segalanya. Bahkan terkadang dia rela berkorban dan menderita demi kebahagiaan anak-anaknya. Tatkala makanan tinggal sedikit dan memang jatahnya, dia rela memberikan makanannya pada anak-anaknya yang minta tambah meski harus menahan rasa lapar.

Saat anaknya menangis minta dibelikan sesuatu, dia dengan tulus ikhlas membelikannya meski saat itu dia serba kekurangan. Saat si anak sedang sakit, ibu dengan cemasnya memikirkan kesehatan anaknya, segala cara dilakukan untuk kesembuhan buah hatinya meski terkadang dia sendiri sedang sakit.

Memang benar, cinta sejati yang tidak akan pernah mati adalah cinta seorang ibu terhadap anaknya. Seperti bunyi pada syair lagu yang berjudul “Kasih Ibu”. Kasih ibu kepada beta # tak terhingga sepanjang masa # Hanya memberi. Tak harap kembali # Bagai sang surya menyinari dunia.

Karena perjuangan dan kasih sayang yang hebat dari ibu itulah, banyak sabda nabi bertutur tentang keutamaan dan kewajiban anak terhadap orang tua, khususnya pada ibunya. Di antaranya “Surga itu di bawah telapak kaki ibu”, “Hormatilah ibumu, ibumu, ibumu, baru ayahmu”, atau “Keridhaan Allah bergantung pada keridhaan orangtua dan murka Allah bergantung pada kemurkaan orangtua”.

Sebagai pelajar yang baik tentu harus baik pula hubungan dan komunikasinya dengan guru dan orang tua, terlebih ibumu. Sebab dialah yang sudah menyiapkan sarapanmu sebelum engkau berangkat sekolah dengan harapan kalian sehat, kenyang dan siap menimbah ilmu disekolah. Saat engkau kembali pulang sekolah, disiapkanlah untukmu menu makanan yang terbaik yang telah siap disajikan dan tinggal engkau santap saat tiba di rumah.

Karenanya, jangan pernah sia-siakan ibu kita, orang tua kita. Sebaik apa pun ibadah kita pada-Nya, sebanyak apa pun infak dan sedekah yang pernah kita keluarkan, dan selembut apa pun ucapan kita pada teman-teman kita. Itu tidaklah berarti dan tiada guna, manakala kita kurang peduli pada ibu kita, mensiakan dan sering menyakiti perasaanya.

Masih ingatkah kita dengan kisah Al-Qomah. Ibadahnya rajin, sedekahnya rutin, dengan anak dan istrinya hidup rukun, namun hanya karena kurang peduli pada ibunya. Maka Allah persulit, saat ia sakaratulmaut. Semoga kita dibimbing oleh Allah agar senantiasa memuliakan ibu kita, orangtua kita. Dan semoga Allah mengumpulkan kita bersama orangtua dan orang-orang yang kita sayangi di surga nanti.

Tantangan hari ke-86

#Tantangan MediaGuru

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Sedh aku membacanya pak, pilu hatiku hingga meneteskan air mata

09 Apr
Balas



search

New Post