Husni Mubarrok

Alhamdulillah, sudah 12 buku solo diterbitkan. Ia mulai tertarik di dunia literasi di akhir tahun 2016. Ketika guru dan siswa saling bercermin (Quanta) adalah k...

Selengkapnya
Navigasi Web
PERCANTIK PRIBADIMU DENGAN AKHLAK  Tantangan hari ke-88

PERCANTIK PRIBADIMU DENGAN AKHLAK Tantangan hari ke-88

PERCANTIK PRIBADIMU DENGAN AKHLAK

Tantangan hari ke-88

Husni Mubarrok

Pernah suatu ketika saya menjumpai seorang siswa yang berlagak sok sombong sesaat setelah nilai ulangannya dibagikan oleh gurunya. Sembari membusungkan dada, ia berucap kepada teman-temannya,

“Kalau kamu pingin pintar, contohlah aku. Lihat nilaiku, bagus kan. Jangan seperti Budi, masak soal mudah seperti itu saja, ndak bisa, semua jawabannya salah, dasar bodoh, memalukan.” Kecamnya dengan suara keras sembari menunjuk muka budi yang saat itu sedang sedih.

Budi yang memang saat itu nilainya jelek, semestinya tidak perlu dihina dan dicaci seperti itu, bahkan oleh temannya sendiri. Melihat peristiwa itu, aku pun menegur siswa yang berlagak sok tadi sembari menegaskan bahwa apa yang dilakukannya barusan adalah tindakan tercela dan tidak patut dilakukan, dan aku pun memintanya untuk meminta maaf kepada Budi yang telah terluka hatinya akibat perbuatannya.

Di kesempatan yang lain, pernah saya menjumpai seorang siswa yang sangat ramah dan sopan, ia sangat baik kepada teman-temannya. Meskipun saat itu nilainya paling tinggi bahkan sempurna, tapi tetap ia rendah hati. Kepada teman-temannya yang saat itu nilainya jelek, ia datangi sambil bertutur halus.

“Wahai temanku, kenapa engkau bersedih, oh.. nilaimu kurang bagus ya...ndak apa-apa, mungkin suatu saat nanti pasti nilaimu akan baik, percayalah. Ayo sini, saya akan ajari kamu, mungkin saya bisa berbagi ilmu denganmu, kamu teman yang baik kok sama pandainya dengan kita-kita.”

Melihat siswa seperti itu, aku pun tersenyum. Ada rasa bahagia dalam hatiku melihat mereka baik dengan teman-temannya. Sungguh karena akhlakmu, engkau bernilai.

Masih ingatkah kalian dengan sabda Rasulullah SAW yang berbunyi “Sesungguhnya aku diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak manusia” (HR. Bukhori) Dalam hadis yang lain Rasulullah SAW juga bersabda “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya” (HR. Abu Dawud). Imam ibnul Qayyim juga pernah berkata “Agama ini seluruhnya adalah akhlak, barangsiapa yang memperbaiki akhlaknya maka baik pula agamanya.”

Dari hadis di atas, jelaslah bahwa akhlak dan kepribadian adalah lentera pribadi seseorang. Bagi orang mukmin, menjadi keharusan untuk memilikinya. Jika engkau mau disebut sebagai mukmin yang paling sempurna, maka tingkatkan kualitas akhlakmu, perbaiki akhlakmu menjadi indah dan mengagumkan bagi orang-orang di sekelilingmu.

Ingatlah sekaya apapun seseorang, takkan berarti bila dengan tetanganya masih menghina, sebesar apapun pangkat dan jabatan seseorang, itu takkan berarti bila dengan sesamanya ia rajin mencela, dan setinggi apapun ilmunya, ia takkan bernilai jika dengan orang lain selalu membuatnya terluka.

Mungkin saat ini engkau terlahir dengan bakat dan potensi yang hebat sehingga engkau menjadi pandai. Mungkin saat ini, engkau ditakdirkan sebagai siswa berprestasi. Engkau selalu meraih rangking terbaik di kelasmu atau mungkin engkau selalu juara di setiap ajang yang engkau ikuti. Apapun itu prestasimu. Tentu engkau layak dan pantas dibanggakan oleh teman, guru dan bahkan orang tuanmu. Karena guru siapa yang tidak ingin murid-muridnya selalu berprestasi, teman yang mana yang tidak suka kalau teman karibnya selalu juara, dan orang tua yang mana yang tidak berharap kalau anak-anaknya selalu dapat piala. Namun ketahuilah ada sisi yang tidak disuka oleh teman, guru dan orangtuamu, jika prestasimu tak sebanding dengan kepribadian dan moralmu.

Sebagai contah. Ada anak pandai, namun dengan orangtuanya selalu berkata kasar. Ada siswa cerdas, namun dengan gurunya kurang sopan, atau ada teman hebat, namun dengan kawannya ia selalu sombong dan angkuh. Maka jikalau ada yang demikian, maka apalah arti juara dan prestasi yang menjulang. Tentu tiada guna dan manfaat.

Ingatlah, guru lebih menyukai siswa yang tidak terlalu pandai, namun saat berbicara dengannya hati menjadi sejuk dan teduh. Orang tua lebih menyukai anaknya yang tidak terlalu pintar, namun tutur katanya baik dan sopan. Pun demikian dengan teman, ia lebih menyukai kawan yang prestasinya biasa-biasa saja, namun pribadi dan ucapannya selalu menenangkan dan menentramkan.

Teringat dulu, ketika aku sedang duduk di bangku SMA. Saat itu si Ali, sebut saja namanya demikian. Ia adalah kakak kelasku. Anaknya pandai, di setiap semester, ia selalu dapat juara, pelajaran Matematika adalah favoritnya hingga pihak sekolah selalu saja mengirimkan dia dalam setiap event-event olimpiade, meski hasilnya tak selalu menang, namun ia tetaplah membanggakan.

Pada akhir menjelang kelulusan, ia pun mendaftarkan kuliah lewat jalur PMDK (Penelurusan Minat dan Kemampuan), melihat prestasi akademik yang super hebat itu, banyak yang beranggapan kalau si Ali akan mulus diterima termasuk pula beberapa guru yang ada di sekolahan itu. Sampai pada akhirnya hari pengumuman telah tiba. Sungguh takdir berkata lain, si Ali ternyata tidak diterima pada jalur PMDK yang diikutinya.

Pengumuman ini akhirnya sampai juga terdengar pada salah satu guru senior di sekolahanku itu. Sebut saja namanya, pak Rudi. Saat pak Rudi mengetahui kalau muridnya si Ali tidak lolos PMDK, ia pun berucap pada kita-kita yang saat itu sedang duduk berdampingan di ruang perpustakaan

“Nak, kalau kamu jadi siswa. Yang baik ya..!, contolah Kak Yudi, jangan mencontoh kakakmu si Ali, memang ia pandai, namun bapak kurang suka dengan sikapnya.”

Lantas kami pun bertanya balik “Kenapa Pak dengan kakak kita kak Ali, ia kan pandai, sering juara di kelas, seharusnya bapak bangga lho... punya siswa seperti dia,” ucapku dengan penasaran.

Lantas Pak Rudi menceritakan sembari menegaskan bahwa kakak kelas kami Kak Ali itu memang pandai, namun secara kepribadian termasuk anak yang agak sombong, angkuh dan egois. Sementara si Yudi meski tidak sepandai si Ali, namun perilaku dan kepribadiannya amatlah sederhana dan santun, tidak kaku apalagi egois. Maka wajarlah banyak guru-guru di sekolahanku itu lebih menyukai si Yudi daripada si Ali termasuk pula Bapak Rudi.

Dari cerita di atas, tegaslah bagi kita. Bahwa sesungguhnya seorang guru itu lebih menyukai siswa yang tidak terlalu pandai, namun bagus pribadinya. Daripada anak yang pandai, namun miskin kepribadian dan kurang berakhlak.

Allah SWT telah berfirman dalam salah satu ayatnya “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah keledai.” (QS. Lukman: 18-19).

Oleh karenanya. Jadilah anak yang baik, yang sopan ucapanya, santun perilakunya, lembut hatinya, suka menyapa, indah akhlaknya dan kalau ditambah dengan pandai ilmunya, cerdas pemikirannya. Maka itu, sungguh luar biasa dan sungguh sempurna.

Tantangan hari ke-88

#Tantangan MediaGuru

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bagus ..terimalasih..pembelajaran berharga.

11 Apr
Balas

Mantap pak, saya suka tulisannya...

11 Apr
Balas



search

New Post