Handuk. Benda yang terbentuk dari enam rangkaian huruf ini selalu saja membuat kesal, gusar hati bu Keyshe. Bagaimana tak gusar benda itu selalu saja nangkring di tempat yang sama. Tempat yang menurutnya tidak sekedar merusak estetika. tapi juga menghambat gerak langkahnya di lorong sempit. Bukan hanya sekali dua kali, tapi sudah kerap kali Bu Keyshe mengingatkan pemiliknya, agar menempatkan di tempat semestinya. Takterhitung sudah berapa panjang untai kata dirangakai,dari sederhana, pendek, panjang bertanda baca titik, koma, seru ,tanya, sampai tanda baca yang tak bisa dilambangkannya. Namun selalu saja benda itu bertengger di tempat yang mudah memancing emosinya.

Seperti pagi ini saat jam sudah diangka 7 bu Keyshe, usai mandi buru buru hendak ambil baju dan perlengakan lain di almari. Sayang kertegesaannya membuat sikunya ketatap daun pintu lemari yang menganga, tergangal handuk lembab baru dipakai pemiliknya. Sakit di sikunya, membakar emosi, wajahnya bersungut -sungut. Umpatan dan serapah meluncur deras. Matanya berkunang- kunang. Ia terduduk di tempat tidur persis di depan almarinya.

Tensinya seakan naik. Iya menarik napas panjang. Mengingat ingat mulai kapan pemilik handuk berkebiasaan seperti itu. Masa anak pertama? Tidak. Anak kedua?Juga tidak. Masa anak ketiga ya. anak ketiga. Anak pertamanya sudah 25 tahun, yang kedua 21 tahun dan ketiga 13 tahun. Bu Keyshe pun sadar dan memaklumi jika pemiliknya sudah mulai pelupa. Rupanya dia memang harus lebih sabar dan menerima, toh hanya pemilik handuk itu yang bisa memberi dan mendapatkan ridho-Nya.

Bondowoso,23072020