Ichsan Hidajat

Write. Just write....

Selengkapnya
Navigasi Web
Antara Iqbaal dan Pram

Antara Iqbaal dan Pram

Kenal Iqbaal?

Iqbaal Ramadhan CJR? Kenal, dong.

Kenal Pram?

Tunggu, Pram yang mana?

Pramoedya Ananta Toer.

Siapa ya? Artis?

Penulis.

Penulis? Baru ya? Belum sepopuler Boy Chandra atau Ika Natasha.

Novel “Bumi Manusia”?

Oh, itu judul buku pertamanya?

Nah. Aneh.

Bagaimana kalau saya kabarkan bahwa Iqbaal Ramadhan CJR memerankan tokoh Minke dalam film terbarunya “Bumi Manusia”, sebuah film yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama karya penulis besar Pramoedya Ananta Toer?

Tetap saja, anak-anak kita akan lebih tergoda untuk menantikan sebagus apakah pesona Iqbaal dalam film itu.

Saya tidak akan menceritakan tentang Iqbaal. Saya justru sedang menyayangkan betapa anak muda sekarang tidak mengenal Pramoedya Ananta Toer. Betapa anak-anak kita tidak akrab dengan karya sastra besar dan penulis hebat Indonesia. Padahal Bumi Manusia adalah salah satu dari tetralogi yang ditulis Pram di Pulau Buru bersama Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. Buku itu sudah diterjemahkan ke dalam lebih dari 20 bahasa. Dan Pram adalah satu-satunya penulis Indonesia yang pernah menjadi kandidat peraih Nobel bidang sastra.

Novel-novel Pram memang tidak dipajang secara khusus di etalase toko buku agar dilirik kaum muda kita, juga tersenjang jarak antara era kepenulisan Pram dan masa hidup generasi milenial saat ini, namun saya kira itu bukanlah alasan yang kuat. Mestinya anak-anak kita mengenal sastrawan terkemuka di negeri ini, setidaknya melalui pembelajaran bahasa dan sastra di sekolah.

Hal yang serupa pernah terjadi ketika penulis NH Dini atau Hamsad Rangkuti meninggal dunia. Siapa itu Dini? Mantan kamu, ya? Hamsad Rangkuti, wah siapa lagi itu? Ketidaktahuan yang menyebalkan.

Tidak dikenalnya Pram, Dini, Rangkuti dan nama-nama sastrawan lainnya oleh anak-anak kita menyulut pertanyaan perihal pembelajaran sastra di sekolah: Masihkah ada tempat yang layak bagi karya sastra dalam kurikulum pendidikan kita? Apakah karya-karya besar sastrawan negeri ini sudah masuk ke dalam daftar bacaan yang perlu dibaca para siswa untuk mengasah apresiasi mereka terhadap karya sastra? Sejauh mana upaya kita selaku professional literat dalam mendekatkan sastra terhadap anak-anak?

Daftar bacaan sastra akan menentukan bagaimana kaum muda kita mengenal bukan saja sejarah penulisan karya sastra, melainkan juga dinamika sosial, budaya dan politik yang berlangsung di tengah masyarakatnya. Tak bisa dibantah bahwa karya sastra mencerminkan nilai dan kekuatan sosial politik pada zamannya.

Bacaan sastra yang diapresiasi di sekolah, juga akan membentuk citra rasa estetik dan kejernihan berpikir siswa. Betapapun, sastra mengambil peran dalam membangun kehalusan perasan, dan kepekaan dalam menangkap, memahami dan mengaplikasikan bahasa dalam kehidupan. Mereka yang gemar membaca karya sastra akan cenderung menggunakan bahasa dengan cermat, menghindari perilaku kasar dan menolak perundungan.

Karya sastra juga mengasah kemampuan imajinasi pembacanya, menggali kemampuan mengomunikasikan gagasan, menghubungkan rincian-rincian pada suatu teks serta menganalisisnya. Membaca karya sastra memungkinkan siswa untuk menerima perspektif yang berbeda. Dengan memasuki alur cerita, merasakan menjadi putri raja, polisi, buruan, pengungsi atau hantu sekalipun, siswa secara tak langsung belajar berempati. Belajar bagaimana sebuah plot cerita bekerja, dari prolog, konflik, resolusi hingga penyelesaiannya yang lazim dan masuk akal. Dengan cara menyenangkan siswa belajar memecahkan masalah (problem solving).

Pembaca karya sastra melakukan perjalanan ke masa lampau maupun ke masa depan – menembus segala batas, mengunjungi tempat, waktu, dan budaya yang tidak pernah diketahui sebelumnya, mengenal beraneka karakter manusia lengkap dengan keunikan masalahnya. Karya sastra sungguh-sungguh memperkaya pengalaman, lebih dari yang kita duga.

Sayang sekali kalau anak-anak muda kita mengabaikan keajaiban-keajaiban yang ditawarkan oleh karya sastra.

Mari kita nantikan Iqbaal Ramadhan yang tengah diamanati untuk menjembatani gagasan besar sastra Pram melalui gaya artikulasi anak muda abad ke-21. Di tengah protes sebagian penggemar Pram terhadap pemilihan Iqbaal sebagai pameran Minke, saya sungguh berharap semoga dengan itu anak-anak kita mulai tersengat racun sastra.

Dan kemudian jatuh cinta. Kepada sastra.

Kamis 10-01-2019

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post