Ichsan Hidajat

Write. Just write....

Selengkapnya
Navigasi Web
Ayah Bunda, Berhentilah Mendongeng untuk Anak

Ayah Bunda, Berhentilah Mendongeng untuk Anak

#Tantangan Menulis 30 Hari

#tantangangurusiana

Hari Ke-7

Ayah dan Bunda, saya kira kita sependirian bahwa kegiatan mendongeng untuk anak adalah suatu ritual yang harus ada dalam sebuah keluarga. Bahwa mendongeng adalah upacara sebelum tidur yang dinantikan oleh setiap anak – bayi, balita, kanak hingga praremaja. Sebuah tradisi baik yang seharusnya mewaris kepada pasangan-pasangan muda, orang tua milenial dekade 2020.

Kita juga sepakat bahwa mendongeng mendatangkan banyak manfaat.

Beragam pendapat ahli mengenai manfaat mendongeng dapat kita baca dari beraneka sumber bacaan. Katakanlah, pertama, kegiatan mendongeng membantu perkembangan awal kognitif anak. Anak belajar memusatkan perhatian pada sesuatu yang menarik perhatiannya. Apabila Bunda piawai menyampaikan dongeng dan diselingi tanya jawab, maka sang anak mulai belajar memecahkan masalah, merumuskan solusi. Kalau kamu jadi Timun Mas, apa yang akan kamu katakan kepada Raksasa?

Ketika dongeng memasuki bagian seru petualangan, Ayah mengajak sang anak berimajinasi dengan bebas, memasuki dunia yang serbamungkin, mengembangkan kreativitas tanpa batas. Bisa terbang, menguasai kemampuan sihir, memiliki peliharaan segagah naga terbang, menaklukkan rintangan lautan api. Imajinasi yang liar adalah taman bermain yang paling disukai anak-anak – pemirsa dongeng. Hal yang akan mulai menghilang ketika ia beranjak meninggalkan dunia ajaib kanak-kanaknya. Oh ya, bagian ini juga akan secara tidak langsung merangsang perkembangan kecerdasan berbahasa anak. Kosa kata meningkat, pemahaman akan kausalitas juga berkembang, logika terasah. Pada gilirannya, anak akan tertarik untuk membaca sendiri buku dongeng, minimal merecoki buku yang dipegang Bunda.

Pada bagian akhir cerita, ketika sang tokoh baik menang dan memperoleh ganjaran kekayaan, kejayaan, perjodohan, anak tetap dibimbing belajar mengembangkan kapasitas sosial dan emosionalnya. Bagaimana agar ia bisa menjalin hubungan dengan tokoh lain. Menata emosinya yang naik-turun sepanjang leliku cerita. Sedikit demi sedikit ia pun belajar berempati terhadap orang lain, pada tanaman wortel si Kelinci, pada hewan-hewan teman si Mowgli, juga pada ibu tiri yang kejam – yang harus dimaafkan.

Keseruan mendongeng adalah wilayah sangat pribadi anak-ayah-bunda, di mana mereka menjadi begitu dekat, terikat dan terlibat. Di sinilah, ketika keakraban tercipta, Bunda atau Ayah dapat menginternalisasi nilai-nilai kehidupan yang luhur dan mulia. Tanpa perlu ceramah panjang lebar, tanpa harus melotot membelalakkan mata, tak usah meluruskan telunjuk ke arah sang anak.

Tapi, tunggu dulu.

Benarkah dongeng efektif mengenalkan nilai-nilai luhur kehidupan? Yakin? Jangan-jangan sebaliknya yang terjadi. Orang tua, tanpa sadar, mengenalkan tokoh-tokoh jahat, karakter buruk dan perbuatan-perbuatan yang sama sekali tidak mulia.

Mari temui Malin Kundang. Tokoh yang sungguh malang nasibnya, dijuluki anak paling durhaka di Nusantara. Bagaimana dia sangat tamak akan kekayaan dan kemasyhuran sehingga menolak mengakui perempuan renta nan rudin sebagai ibundanya. Sebaliknya, sang ibunda ternyata tak tahan dengan penolakan Malin dan –mengherankan – menjatuhkan kutukan. Ibu macam apakah yang begitu tega menjatuhkan kutukan batu kepada anak kandungnya? Pupus sudah bayangan kita tentang seorang ibu yang penuh kasih sayang, sabar tiada batas, berlimpah keikhlasan dan bersedia mengorbankan apapun demi kebahagiaan anaknya.

Dan lihatlah, di hampir semua pelosok daerah, kisah-kisah serupa Malin Kundang dapat ditemui, dengan variasi dan sempalan di sana-sini. Saya curiga, penulisnya seorang yang sama. Ah, terlalu gegabah saya menuduh.

Bagaimana dengan Sangkuriang?

Pertama, penikmat dongeng bertemu Dayang Sumbi yang sungguh pemalas. Dia tak mau mengambil sendiri alat tenun yang terjatuh. Sang putra tersayang - Sangkuriang namanya - dia menghilangkan nyawa ayahnya sendiri, maaf, seekor anjing. Dalam peristiwa yang sama, pemirsa dongeng yang masih belia disuguhi adegan kejam perbuatan menyakiti binatang. Sangkuriang juga merangkai dusta dengan menyebutkan bahwa potongan yang dibawanya dari perburuan adalah daging seekor binatang buruan, dan bukan daging Si Tumang. Dayang Sumbi melakukan kekerasan kepada anaknya, dengan memukul kepala Sangkuriang dengan keras sehingga meninggalkan bekas luka.

Pada saat Sangkuriang kembali dari pengembaraannya, dia jatuh cinta kepada sang bunda. Dayang Sumbi yang cantik jelita dan awet muda. Bukankah ini penggambaran hubungan incest, yang tidak dibolehkan oleh tata nilai manapun di dunia? Ketika kesaktian Sangkuriang membuatnya nyaris berhasil membuat perahu dan bendungan dalam satu malam saja, Dayang Sumbi tak mau memegang janjinya untuk menikahi Sangkuriang dan berbuat curang. Benar bahwa tak mungkin bagi Sumbi untuk menyerah pada cinta buta Sangkuriang, tapi kecurangannya bukan hal yang boleh ditiru anak-anak. Oh ya, satu lagi. Sangkuriang ternyata berperangai pemarah, menendang perahu yang dibuatnya dengan sekuat tenaga sehingga jatuh tertelungkup – menjelma menjadi sebongkah gunung.

Saya ingin tambahkan tokoh Bawang Merah yang pemalas dan culas kepada adiknya sendiri. Ibu tiri yang serakah dan menginginkan banyak harta. Kancil yang pandai menipu. Juga beberapa kisah keliru lainnya. Tapi, sudahlah. Saya yakin, Bunda dan Ayah sudah menangkap maksud saya.

Saran saya, berhentilah mendongeng untuk anak. Dengan mendongeng Anda sedang mengantarkan anak tersayang berkenalan dengan para tokoh jahat yang kemudian memesona jiwa mereka. Dan suatu ketika, jangan terkejut, dia akan menirunya dengan gaya. Kalaupun tetap mau mendongeng, lakukanlah dengan persiapan yang sangat cermat, sangat matang dan menutup celah kemungkinan kesalahan. Dengan mewaspadai ancaman bahaya di sebalik ritual itu.

Well, masih mau mendongeng?

@08022020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mendongenglah untuk anakanak atau adikadik atau anak didik.

08 Feb
Balas

Maasyaallah...!Aku tak ada lagi mendongeng, krn anak2ku sdh menginjak dewasa.!Aku setuju bhw perlu hati2 dlm mendongeng.

08 Feb
Balas

Mendongenglah untuk anakanak lain, Bu.

09 Feb

Saya tidak akan lagi mendongeng ah.... Mau main sinetron saja

08 Feb
Balas

Sinetron lebih banyak ancaman bahayanya, bu Popon. Nanti saya ceritakan. Anyway, thanks. Ini jadi bahan ilham tulisan saya berikutnya.

09 Feb

Pa Ichsan dibaca lagi dong tulisan saya, tuh ada nama pak Ichsan....

13 Feb
Balas



search

New Post