Ichsan Hidajat

Write. Just write....

Selengkapnya
Navigasi Web

Sekolah bukan Pusat Keunggulan

Masyarakat kita terlanjur mendudukkan institusi sekolah pada arasy yang lebih tinggi dari institusi-institusi sosial lainnya. Sekolah dinisbatkan sebagai sebuah pusat keunggulan, tempat yang lebih mulia dan padanya melekat suatu martabat yang serbamaha.

Kalau Anda menganggap sekolah sebagai pusat keunggulan, maka Anda keliru. Atau setidaknya, mungkin Anda keliru. Merriam-Webster.com memberikan definisi bagi center of excellence yaitu a place of high achievement (in some subject or area). Pusat keunggulan atau center of excellence adalah tempat bagi pencapaian yang tinggi dalam bidang tertentu. Ia merujuk kepada tataran kualitas sebagai sesuatu yang mendekati kesempurnaan dan konsistensi, mengacu kepada suatu karya dengan kualitas terbaik sebagai ciri utamanya. Predikat unggul dapat disematkan kepada sebuah lembaga pendidikan apabila ia mampu menunjukkan kualitas terbaiknya tatkala disandingkan dengan lembaga pendidikan lain.

Keunggulan suatu organisasi dapat diraih apabila senantiasa berusaha menghasilkan karya dengan kualitas terbaik. Untuk menciptakan keunggulan, organisasi perlu melakukan perbaikan terus-menerus. Perbaikan selalu diikuti perubahan dan perubahan biasanya tidak lepas dari risiko. Tanpa keberanian mengambil risiko, tidak akan ada perubahan menuju arah perbaikan. Tentu saja risiko yang diambil terlebih dahulu dipertimbangkan dalam sebuah perencanaan yang matang.

Buku In Search of Excellence karya Tom Peters dan Robert Waterman (1992) mengemukakan tujuh strategi manajemen yang didasari oleh ‘Model McKinsey-7S’ yang harus diperhatikan dalam meraih keunggulan yaitu: perencanaan, struktur organisasi, sistem, katagori staf, gaya kepemimpinan, kecakapan karyawan, dan konsep nilai yang diinspirasikan manajer kepada karyawannya.

Lazimnya praktisi bisnis berupaya menciptakan imej positif di mata calon pelanggan bagi produk yang dihasilkannya. Peters mengusulkan strategi menciptakan imej positif dalam perspektif perusahaan/organisasi. Untuk memenangi persaingan yang superketat, kondisi internal organisasi, terutama sumber daya manusianya perlu dibenahi. Organisasi perlu menciptakan imej positif di mata karyawan dengan cara menghargai karyawan serta mengapresiasi ide-ide mereka. Karyawan perlu dimotivasi untuk saling menghargai dan mendukung satu sama lain. Organisasi dan karyawan perlu memiliki komitmen emosional untuk saling mendukung dan memajukan dalam pola simbiosis mutualis. Kondisi internal organisasi yang positif dengan sendirinya akan terpancar keluar dan akan dapat dirasakan oleh lingkungan tempat di mana organisasi tersebut beraktivitas.

Perjuangan untuk selalu menghasilkan yang terbaik dan usaha memperbaiki diri secara internal merupakan dua kunci sukses meraih keunggulan. Prinsip ini tidak hanya dapat diterapkan oleh pelaku bisnis dalam persaingan yang semakin ketat, tetapi oleh siapapun yang mendamba sukses dalam kegiatan yang ditekuni, termasuk oleh lembaga pendidikan yang berhasrat meraih keunggulan.

Goldsmith dan Clutterbuck dalam bukunya The Winning Streak (1984) mengemukakan delapan sifat organisasi yang harus muncul dalam meraih keunggulan yaitu kepemimpinan, otonomi, pengendalian, keterlibatan, orientasi pelanggan, kembali ke hal-hal dasar (back to basic), pembaharuan dan integritas.

Bagaimana dengan dunia sekolah? Apakah sekolah-sekolah kita sudah memiliki keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif? Sudah layakkah sebutan ‘pusat keunggulan’ dinisbatkan kepada sekolah-sekolah kita?

Kementerian telah menetapkan setidaknya delapan standar nasional yang harus dipenuhi institusi sekolah dalam menyelenggarakan layanan pendidikan. Terdapat pula suatu standar pelayanan minimal yang wajib dipenuhi oleh sekolah. Kementerian juga telah mengupayakan suatu sistem penjaminan mutu pendidikan yang diharapkan dapat menjadi pedoman bagi setiap sekolah. Sekolah menyusun suatu instrumen evaluasi diri (EDS), rekomendasi program, program prioritas dan selanjutnya menjadi pijakan dalam menyusun suatu rencana kerja sekolah, yang kemudian menjadi dasar bagi tersusunnya rencana kegiatan dan anggaran sekolah. Dengan prosedur tersebut, telah terdapat upaya untuk mewujudkan sekolah sebagai pusat keunggulan.

Namun, apakah sekolah sudah melaksanakan upaya penjaminan mutu dalam penyelenggaraan layanan pendidikan dengan layak sesuai dengan standar yang ditetapkan? Adakah dokumen-dokumen EDS, RKS, RKAS tersedia di sekolah dan nyata-nyata merupakan hasil kalkulasi manajerial dan permufakatan segenap pemangku kepentingan di sekolah? Sejauh mana sekolah telah nyata-nyata mencapai seperangkat standar itu? Masyarakat, khususnya ayah bunda, wali dan siswa sebagai pengguna jasa seharusnya menelisik perihal ini dengan sungguh-sungguh. Jangan-jangan jauh panggang dari api.

Apabila prosedur ini belum ditempuh, masih yakinkah dengan kesungguhan upaya sekolah dalam memenuhi harapan masyarakat, apalagi menobatkannya sebagai pusat keunggulan?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post