Ida Arijani

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

GELISAHKU

Aku tersenyum sendiri bila ingat di suatu masa ketika aku mulai bisa mengeja huruf. Masih kuingat tekatku waktu aku masih begitu mungil, tepatnya kelas 1 Sekolah Dasar. Tertatih-tatih kueja huruf demi huruf belum juga mampu membunyikan fonem menjadi sebuah kata apalagi kalimat.. Ketika masa sulit belajar membaca telah terlalui terbersit tekat di hati kecilku bahwa kalau aku bisa membaca, akan kubaca segala yang bisa kubaca. Hem ternyata benar, kegemaran membacaku menyasar banyak objek. Dari bungkus tempe, bumbu, setiap koran bekas yang kutemukan meskipun secuil tetap kueja huruf-hurufnya. Masih ingat bentakan ibuku untuk menghentikan kegilaan itu.

Ketika kubuka bungkus tempe yang mau digoreng ibu hingga memakan waktu bermenit-menit, membuat ibu gusar . Belum juga bungkus cabe atau bumbu lainnya asal itu berupa koran bekas buru-buru ibu membuangnya agar tiidak memboroskan waktu dengan kekonyolan akadku ketika bisa membaca.

Beranjak remaja kegemaran membaca menjadi kegundahan untuk menuangkan dalam sebuah tulisan. Berawal dari menulis puisi yang bertemakan kegalauan di masa puber. Ada romantisme kemonyet-monyetan, serunya punya gang cewek, sampai angan-angan ingin sekolah dan jadi apa. Tapi obsesi menulis seolah menghantui tak mau pergi.

Waktu itu adanya mesin ketik manual milik kantor yang sering dibawa pulang bapak untuk lembur di rumah. Tangan kecilku mulai mempraktikkan kentrampilan terikat mengetik 10 jari. Di SMP yang waktu itu aku mengambil mata pelajaran “JASA”. Begitulah kurukulum 75 waktu itu. Tangan kecil itu terus mengetik huruf demi huruf menjadi sebuah puisi, dan sepenggal cerpen yang tidak pernah selesai karena keburu mesin ketik dibawa ke kantor lagi.

Khayalan memiliki mesin ketik sendiri saja merupakan hal yang sangat mewah dan impossible terjangkau. Tapi ketika kuliah dan harus memiliki mesin ketik sendiri sesekali saja menulis karena lebih sibuk dengan tugas-tugas perkuliahaan. Atau tepatnya enggan beranjak dari zona aman, lebih suka kegiatan-kegiatan yang menghibur daripada berpikir.

Seterusnya sampai saat bekerja obsesi menulis masih mengganggu.. Berbagai seminar dan pelatihan kepenulisan diiikuti tidak mampu pula mengangkat rasa malas yang meninabobokanku. Tapi kini keadaan berbeda , ketika ada Kegiatan Writing Camp 5 Jateng penasaran ingin mengulik tentang kegiatan itu. Ternyata berbagai hal yang berkaitan dengan penulisan dan penerbitan.

Guru yang pernah terobsesi menjadi penulis terjawablah kegelisahannya. Berbagai teori praktis tentang menulis dan penerbitannya diulas. Narasumber Eko Prasetyo seorang editor dari Koran Jawa Pos memberikan wawasan dan segala hal berkaitan dengan penulisan dan penerbitan.

Memotivasi guru betapa asyiknya menulis dan berdiskusi di Media Guru Writing Camp 5. Dengan editor Andhi Muhammad Yasin. Harapan saya tidak sia-sia, banyak hal yang kudapatkan dari kegiatan itu untuk menghalau kemalasan menguraikan gagasan sebelum obsesi tinggal obsesi.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Selamat berkarya bu Ida Arijani.. Bikin aku kepingin nulis-nulis ini..

24 Jan
Balas

Selamat berkarya bu Ida Arijani.. Bikin aku kepingin nulis-nulis ini..

24 Jan
Balas

Gelisahku terjawab di MWC 5 Jateng ya Bund .... Plus Bonus ... Silaturahmi & tambah saudara ...

19 Jan
Balas

Nggih Bu. Gelisah itu akhirnya twrjawab sudah

24 Jan



search

New Post